Akhir Tahun, Kabupaten Malang Diprediksi Surplus 96.000 Ton Beras
Kabupaten Malang mencatat surplus beras di wilayahnya.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Hingga Oktober, Kabupaten Malang di Jawa Timur mencatat surplus beras sebanyak 80.215 ton. Jumlahnya diprediksi meningkat menjadi 94.000-96.000 ton sampai akhir tahun.
Jumlah ini mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pangan sampai musim panen raya pada Februari 2023. Setiap bulan, rerata kebutuhan pangan masyarakat Malang sebanyak 20.000 ton.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang Agung Purwanto, Kamis (1/12/2022), mengatakan, produksi padi sampai Oktober di wilayahnya mencapai 438.934 ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 281.356 ton beras.
”Untuk beras, angka surplus tahun ini lebih baik dibanding 2021. Saat itu, angka surplusnya hanya 84.194 ton,” ucapnya. Pada 2021, produksi padi di Malang mencapai 479.564 ton GKG dari total luas lahan 67.420 hektar.
Malang merupakan kabupaten dengan wilayah terluas kedua di Jawa Timur dengan luas lahan pertanian mencapai 45.851 hektar sawah, serta 108.209 hektar kebun dan ladang.
Agung optimistis surplus beras tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu dengan catatan tidak ada bencana dan hal-hal di luar kendali. Sejauh ini, tak ada kendala signifikan terkait cuaca, semua bisa diatasi.
”Kalau untuk beras, di Kabupaten Malang bukan hal yang menakutkan. Stok tercukupi. Beberapa pekan lalu terjadi banjir di wilayah Malang selatan, tetapi juga tidak berdampak signifikan,” katanya.
Dari pengamatan Kompas di beberapa sentra beras, seperti Kecamatan Singosari dan Pakisaji, sebagian besar padi masih menghijau, ada yang mulai muncul bulir-bulir padi dan sebagian lainnya mulai menguning. Beberapa petani lainnya tampak menjemur gabah hasil panen.
Sebenarnya tidak perlu impor beras karena kondisi tanaman pangan di petani melimpah.
Pani (80), salah satu petani di Desa Lang-lang, Kecamatan Singosari, mengatakan, padi jenis IR-64 miliknya baru berumur 50 hari dan kemungkinan baru panen akhir Januari-awal Februari tahun depan.
Menurut dia, kondisi tanaman kali ini cukup bagus. Petani tidak menemui kendala, baik itu terkait cuaca maupun kebutuhan tanaman, termasuk pupuk, tercukupi. Mereka juga memulai tanam bersamaan (tidak mengalami kemunduran musim tanam) dalam satu hamparan luas.
”Juga tidak ada serangan hama tikus. Yang dulu-dulu biasanya ada tikus. Meski belum muncul buliran padi, mereka menyerang batang bawah,” katanya. Pani memiliki lahan seluas 500 meter persegi (empat kedok). Biasanya dia bisa meraup 1,2 ton GKG.
Pendapat senada dilontarkan Slamet (50), petani di Desa Sonotengah, Pakisaji. Dia menanam padi jenis Impari 32 di lahan seluar tiga per empat hektar. Dari lahan tersebut dia bisa memanen 4,5 ton GKG.
”Kondisi tanaman saat ini biasa-biasa saja, tidak ada masalah. Padi saya baru berumur 25 hari sehingga kira-kira Februari baru panen. Sebenarnya tidak perlu impor beras karena kondisi tanaman pangan di petani melimpah,” kata Slamet.
Menurut Slamet, tidak ada masalah terkait produksi padi di wilayahnya. Yang masih jadi persoalan adalah harga jual. Dari lahan miliknya, Slamet biasa menerima uang Rp 15 juta untuk pembayaran padi sistem tebas oleh tengkulak.