Gambut dan Mangrove Jadi Muatan Lokal di Kabupaten Kubu Raya
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memilih gambut dan mangrove sebagai muatan lokal karena aspek tersebut terkait dengan pengendalian sumber daya alam dan terjaga.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
KUBU RAYA, KOMPAS — Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, meluncurkan kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove, Rabu (30/11/2022). Dengan kurikulum tersebut, diharapkan kesadaran dalam menjaga gambut dan mangrove bisa tertanam sejak dini.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan dalam Peluncuran Kurikulum Muatan Lokal Gambut dan Mangrove, di Kubu Raya, Rabu (30/11), menuturkan, setelah peluncuran ini, kurikulum segera diterapkan di sekolah.
Sejak dua bulan lalu, uji coba sudah dilakukan di 15 sekolah, terdiri dari sembilan SD dan enam SMP, dari 379 SD dan 153 SMP di Kubu Rata.
”Dalam kurikulum ini, substansi muatan lokal terkait gambut dan mangrove diintegrasikan dalam semua mata pelajaran di SD dan SMP. Pertimbangannya, dengan pola seperti itu lebih efektif seupaya sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi,” ujar Muda.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dan mitra kerjanya menyusun kulikulum tersebut selama satu tahun. Penyusunan bahan ajar tidak tergesa-gesa karena harus memperhatikan beberapa hal yang harus dikembangkan.
Dengan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan secara sistematis, diharapkan sejak dini para siswa jauh lebih mudah memahami lingkungan, khususnya gambut dan mangrove. Ketika mereka memahami risiko dan kerentanan gambut, mereka didorong mencari inisiatif memitigasinya. ”Pengajaran juga bisa dikembangkan sekolah. Apalagi yang lingkungannya memiliki gambut dan mangrove,” kata Muda.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memilih gambut dan mangrove sebagai muatan lokal karena aspek tersebut terkait dengan pengendalian sumber daya alam dan terjaga. Anak-anak diajak mengawal dan bijak memperlakukan sumber daya yang ada.
Adanya kurikulum diharapkan lebih mudah menginternalisasikan pola pikir menjaga gambut dan mangrove dalam diri mereka. Berdasarkan data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), luas gambut di Kubu Raya 458.675 hektar dan mangrove 109.534 hektar.
Direktur International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) Indonesia Sonya Dewi, menuturkan, ia mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam pengelolaan gambut lestari sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan. ICRAF merupakan lembaga penelitian global yang bergerak di bidang agroforestri.
Ekosistem gambut Kabupaten Kubu Raya merupakan sumber daya alam penting bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan gambut yang tidak tepat bisa berdampak pada bencana dan kerusakan fungsi. Hal itu telah dialami bersama, seperti kebakaran dan bencana iklim lainnya.
Salah satu penyebabnya karena minimnya pengetahuan karakteristik dan praktik terbaik pengelolaan ekosistem gambut. Oleh sebab itu, perlu upaya bersama memperkuat kapasitas berbagai pihak mengelola ekosistem gambut.
”Langkah itu salah satunya dengan pengenalan tentang gambut sejak dini, di antaranya lewat pendidikan formal,” ujar Sonya.
Generasi masa depan yang kini menempuh pendidikan di sekolah perlu dikenalkan dengan uniknya ekosistem gambut yang mereka tinggali beserta manfaat serta cara pengendaliannya. Tujuannya menumbuhkan kecintaan dan apresiasi terhadap lahan gambut sebagai sumber penghidupan agar di masa depan mereka melindungi ekosistem gambut secara lestari.
Apalagi, ekosistem gambut diakui memegang peranan penting dalam pencapaian target penanganan perubahan iklim di Indonesia. Siswa SD dan SMP yang akan menentukan keberlangsungan ekosistem gambut. Mereka dibekali pendidikan memadai menjadi generasi penerus yang akan menjaga ekosistem gambut.
Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Suwignya Utama mengatakan, implementasi di Kubu Raya yang mengembangkan kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove dalam bentuk integrasi mata pelajaran patut diapresiasi karena dapat menjadikan materi gambut dan mangrove dimunculkan pada berbagai mata pelajaran.
Dengan demikian, para peserta didik semakin mengenal gambut dan mangrove tanpa terbatas oleh jam pelajaran yang terbatas, seperti jika menjadi mulok tersendiri. Bentuk integrasi ini pun dinilai lebih efisien dan efektif karena tidak membutuhkan guru tersendiri, cukup guru mata pelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kubu Raya M Ayub menuturkan, perjalanan pengembangan kurikulum muatan lokal gambut dan mangrove memakan waktu cukup panjang. Beberapa tahapan yang telah dilakui dimulai diskusi terfokus tahun lalu.
Saat itu bupati Kubu Raya mengarahkan keberadaan lahan gambut dan mangrove di Kubu Raya salah satu potensi sumber daya alam yang manfaatnya mesti dirasakan masyarakat.