Hadapi Puncak Musim Hujan, Sidoarjo Aktifkan Posko Siaga Bencana Tiap Kecamatan
Puncak musim hujan diprediksi mulai Desember 2022 hingga Januari 2023. Oleh karena itulah, semua pihak harus mempersiapkan diri menghadapi puncak musim hujan yang berpotensi memicu terjadi bencana hidrometeorologi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI, AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Intensitas bencana hidrometeorologi di Sidoarjo, Jawa Timur, diprediksi semakin meningkat memasuki puncak musim hujan yang diperkirakan terjadi mulai Desember 2023. Menyikapi hal tersebut, kesiapsiagaan terus ditingkatkan, salah satunya dengan mengaktifkan posko bencana di tiap kecamatan guna menguatkan sinergi serta mempermudah komunikasi dan koordinasi lintas sektor.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo Dwijo Prawito mengatakan, berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda, masa transisi dari musim kemarau menuju musim hujan atau musim pancaroba di Sidoarjo terjadi pada Oktober-November 2022.
”Adapun puncak musim hujan diprediksi terjadi mulai Desember 2022 hingga Januari 2023. Oleh karena itulah, semua pihak harus mempersiapkan diri menghadapi puncak musim hujan yang berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi,” ujar Dwijo Prawito, Rabu (30/11/2022).
Berdasarkan data BPBD Sidoarjo, selama musim pancaroba, tepatnya sepanjang bulan Oktober, terjadi lima kali bencana angin kencang dan satu kali bencana angin puting beliung.
Bencana itu merusak ratusan rumah warga di sejumlah desa. Sebagai gambaran, pada 23 Oktober lalu terjadi bencana angin puting beliung yang merusak lebih dari 600 rumah warga di tiga kecamatan, yakni Taman, Sidoarjo, dan Buduran.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 477 rumah terverifikasi rusak berat sehingga memerlukan bantuan material untuk memperbaiki kerusakan. Total anggaran yang dikeluarkan pemda mencapai hampir Rp 1 miliar dengan peruntukan sekitar Rp 400 juta untuk pembelian material bangunan dan Rp 500 juta untuk biaya perbaikan kerusakan.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menambahkan, intensitas bencana hidrometeorologi di Sidoarjo semakin meningkat dalam beberapa hari belakangan ini. Selain bencana angin kencang, juga terjadi peningkatan debit air di beberapa sungai yang melintasi daerah berjuluk ”kota delta” ini.
Debit air
Peningkatan debit air karena hujan tersebut terjadi bersamaan dengan pasang air laut sehingga memicu banjir di permukiman warga, seperti Kecamatan Krian, Tulangan, Sidoarjo, Candi, Porong, dan Tanggulangin. Genangan banjir bahkan bertahan hingga lebih dari tiga hari sehingga menghambat aktivitas masyarakat.
”Dampaknya terjadi luapan air sungai yang mengakibatkan banjir di permukiman warga. Ironisnya, dampak bencana hidrometeorologi ini bersifat multisektoral dan multidimensi, termasuk di sektor ekonomi,” kata Muhdlor.
Menyikapi hal tersebut, Pemkab Sidoarjo menggelar apel kesiapsiagaan. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana hidrometeorologi. Selain itu, apel kesiapsiagaan yang melibatkan beragam instansi tersebut diharapkan mampu mempercepat pengananan pada masa tanggap darurat bencana.
Menurut Muhdlor, pemda tidak akan mampu menangani dampak bencana sendirian. Pihaknya mengajak semua pihak bahu-membahu atau bergotong-royong menangani dampak bencana.
Ironisnya, dampak bencana hidrometeorologi ini bersifat multisektoral dan multidimensi, termasuk di sektor ekonomi.
Dia menyakini, dengan adanya kolaborasi dan sinergitas dalam menangani bencana di Sidoarjo, penanganan menjadi lebih cepat dan tepat.
”Apel kesiapsiagaan juga bertujuan mengetahui sejauh mana kesiapan sumber daya, baik manusia maupun sarana dan prasarana, serta peralatan pendukung dalam penanganan bencana,” ucap Muhdlor.
Dia menginstruksikan kepada semua instansi yang terlibat dalam penanganan bencana agar mengaktifkan lagi posko siaga bencana di tiap-tiap kecamatan. Selain itu, meningkatkan kolaborasi, koordinasi, dan komunikasi dengan sektor lain, seperti sukarelawan, polisi, dan TNI.
Selain memperkuat persiapan penanganan bencana, lanjut Muhdlor, pihaknya akan meningkatkan kegiatan yang bersifat pencegahan atau mitigasi pada tahun depan. Untuk itu, dia mengajak masyarakat meningkatkan partisipasinya.
Caranya, antara lain, dengan menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal dengan tidak membuang sampah di sungai dan saluran air.
Selain itu, menggiatkan kembali budaya kerja bakti atau gotong-royong warga untuk membersihkan saluran air di sekitarnya secara periodik atau berkala. Pemda juga akan meningkatkan pelatihan dan simulasi atau geladi penanganan bencana.
Hal ini dimaksudkan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pada aparatur pemerintah di tingkat bawah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana.
Geladi penanganan bencana sangat penting sebagai implementasi aspek kesiapsiagaan masyarakat agar mereka memiliki kemampuan yang terukur, mampu memupuk kesadaran, dan memicu kreativitas dalam melakukan tindakan penyelamatan, baik untuk diri sendiri maupun menolong warga di sekitarnya.
Pakar bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amin Widodo, mengatakan, Sidoarjo merupakan daerah rawan bencana hidrometeorologi, terutama angin kencang dan banjir. Menyikapi hal itu, pemda perlu mendorong pendidikan bencana bagi masyarakat untuk memperkuat upaya mitigasi.
Selain itu, perlu memetakan kawasan rawan bencana berdasarkan jenis bencananya. Setelah terpetakan dengan baik, masyarakat harus diedukasi untuk mengenal potensi bencana di daerahnya dan mengetahui cara mengantisipasi dampak bencana.
Hal itu penting guna mencegah jatuhnya korban jiwa dan menekan potensi kerugian secara material dan nonmaterial yang diakibatkan oleh bencana.
Sementara Kota Surabaya terus mengencarkan kegiatan kerja bakti bersama masyarakat di 31 Kecamatan melalui program ”Surabaya Bergerak”. Kegiatan peduli lingkungan ini dimulai Minggu (13/11/2022) dan berlangsung secara berkelanjutan oleh Pemerintah Kota Surabaya bersama masyarakat di tingkat RT/RW di lingkungan perkampungan.
Kegiatan ”Surabaya Bergerak” untuk menjaga lingkungan agar tidak banjir, saluran air tersier di sekitar rumah warga lancar, ini melibatkan berbagai lapisan dan lembaga serga organisasi, termasuk insan media.
Gerakan sosial yang diinisiasi Suara Surabaya Media dan Pemerintah Kota Surabaya serta berbagai pemangku kebijakan atau pentahelix dilakukan dan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip inklusif, kolaboratif, proaktif, egaliter, kreatif, peduli, berlanjut, berorientasi pemecahan masalah dan tindakan konkret.
Gerakan ini, menurut Pemimpin Redaksi Suara Surabaya Eddy Prastyo, diawali dengan kerja bakti membersihkan lingkungan masing-masing warga, dan bisa dilanjutkan ke aktivitas lain yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup warga Kota Surabaya dalam keberagaman.
”Dasar gerakan ini adalah kesukarelaan dan inisiatif para pemangku kepentingan,” ujarnya.
Pengamatan Kompas, dua pekan terakhir intesitas hujan mengguyur Surabaya relatif tinggi dan berlangsung setiap hari. Untuk mempercepat genangan air atau banjir ketika hujan, Pemkot Surabaya terus menormalisasi saluran air serta melakukan pengerukan saluran air dan sungai.