Bawaslu Libatkan Kelompok Masyarakat, Awasi Pemilu di Papua dan Tiga Provinsi Baru
Bawaslu bersinergi dengan kelompok masyarakat mengawasi pemilu di Papua dan tiga provinsi baru. Peran masyarakat sangat vital dalam mengungkap pelanggaran pada Pemilu 2024 mendatang.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Provinsi Papua melibatkan sejumlah kelompok masyarakat untuk menjadi pengawas partisipatif jelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 mendatang. Keterlibatan masyarakat didorong untuk membantu Bawaslu memantau pesta demokrasi di wilayah Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Papua Jamaluddin Lado Rua, Rabu (30/11/2022), di sela kegiatan Pendidikan Pengawas Partisipatif.
Sebanyak 40 orang perwakilan kelompok masyarakat dari Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan mengikuti Pendidikan Pengawas Partisipatif yang diselenggarakan Bawaslu Papua sejak Senin (28/11/2022) hingga Kamis (1/12/2022). Para peserta direkomendasikan oleh lembaga Aliansi Demokrasi untuk Papua serta Sekretariat Keadilan dan Perdamaian dari Gereja Katolik di Papua.
Kegiatan dilangsungkan untuk memberikan pembekalan materi tentang pelaksanaan pemilu bagi masyarakat secara komprehensif. Kegiatan terkait dengan pentingnya pengawasan dalam pelaksanaan pemilu, baik pemilihan presiden, anggota legislatif, maupun pemilihan kepala daerah, pembuatan laporan temuan pelanggaran hingga pelaporan ke Bawaslu.
Adapun materi yang diajarkan kepada peserta pelatihan meliputi pembentukan karakter, pengawasan pemilu, analisis sosial, pencegahan dugaan pelanggaran dan sengketa proses, mekanisme pelaporan dan penanganan pelanggaran, tata cara penyelesaian sengketa dan komunikasi massa.
”Kegiatan pelatihan ini dilatarbelakangi minimnya jumlah pengawas di 28 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Hanya terdapat tiga komisioner di setiap kabupaten dan kota dengan kondisi geografis yang sangat luas,” kata Jamaluddin.
Peran masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu di wilayah Papua sudah terbukti dalam beberapa tahun terakhir. Mayoritas kasus sengketa dan pidana yang ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu Bawaslu berasal dari laporan masyarakat.
”Bawaslu Papua menangani 131 kasus sengketa pada pemilu tahun 2019. Jumlah ini yang tertinggi di seluruh Indonesia. Lebih dari 50 persen dari 131 kasus ini berdasarkan hasil temuan pengawasan masyarakat di lapangan,” kata Jamaluddin.
Mayoritas kasus sengketa dan pidana yang ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu Bawaslu berasal dari laporan masyarakat.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Papua Niko Tunjanan memaparkan, wilayah yang diprediksi menjadi daerah paling rawan dalam pemilu nanti adalah Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Sebab, di dua wilayah itu sering kali terjadi pelanggaran pemilu yang memicu terjadinya gangguan keamanan sehingga pemungutan suara terpaksa diulang kembali. Masalah lainnya adalah mobilisasi massa dari kandidat kepala daerah tertentu untuk mengintimidasi penyelenggara pemilu.
Kasus semacam itu pernah terjadi di Kabupaten Yalimo yang kini masuk wilayah Papua Pegunungan dan Kabupaten Nabire yang masuk Papua Tengah.
Pada 29 Juni 2021, misalnya, Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Erdi Dabi sebagai calon bupati Yalimo karena masih berstatus bekas terpidana. Putusan ini memicu kerusuhan di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo. Ratusan pendukung Erdi diduga membakar 34 bangunan kantor pemerintah serta 126 rumah dan kios warga. Massa juga membakar empat kendaraan roda empat dan 115 sepeda motor. Total kerugian akibat peristiwa itu mencapai Rp 324 miliar.
Ana Gracia Lasol, peserta dari Kabupaten Mimika, Papua Tengah, mengaku, kegiatan Pendidikan Pengawas Partisipatif itu menjadi bekal baginya untuk terlibat dalam pengawasan pemilihan presiden, legislatif, dan kepala daerah di Mimika.
Sementara itu, Aquino Limdala, peserta dari Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan, mengungkapkan, di daerahnya memang rawan terjadi pelanggaran pemilu, misalnya pengerahan massa untuk mengubah hasil pemungutan suara dan pemberian uang untuk pemilih agar mencoblos kandidat tertentu.
”Dengan kegiatan ini, saya bisa mengetahui cara-cara pengawasan, identifikasi masalah, hingga pelaporan dugaan pelanggaran pemilu ke Bawaslu. Hanya dengan pengawasan bisa mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis,” ujar Aquino.