Batubara Penopang Ekonomi Kalteng, Pemerintah Cari Sumber Ekonomi Baru
Kalimantan Tengah masih sangat bergantung pada sektor pertambangan. Pemerintah bersama banyak pihak berupaya mengurangi ketergantungan dengan sektor yang tidak ramah lingkungan tersebut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Perekonomian Kalimantan Tengah melaju melebihi pertumbuhan nasional dan Pulau Kalimantan pada tiga bulan terakhir. Namun, kontribusi terbesarnya masih berasal dari pertambangan, sektor yang selama ini berupaya diturunkan ketergantungannya.
Hal itu terungkap dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Acara itu dihadiri pejabat Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Kalteng, pejabat daerah, dan pelaku ekonomi daerah.
Kepala Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (BI) Kalteng Yura Adalin Djalins mengatakan, pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan pemulihan. Kinerja ekonomi selama tiga bulan terakhir berhasil tumbuh impresif di atas rata-rata nasional maupun Pulau Kalimantan.
Secara kumulatif, hingga triwulan III-2022, ekonomi Kalteng tumbuh 7,13 persen, lebih tinggi dari persentase nasional yang mencapai 5,40 persen dan rata-rata kinerja ekonomi daerah seluruh Kalimantan yang mencapai 4,95 persen.
Salah satu sektor yang paling mendominasi kinerja ekonomi Kalteng adalah pertambangan. Pangsa pasar ekspornya mencapai 81 persen.
Yura menambahkan, sektor pertambangan paling berpengaruh setelah harga komoditas tambang naik. Hal itu membuatnya menjadi sektor penyumbang pertumbuhan tertinggi selama 2022. Pertambangan menjadi tulang punggung perekonomian selain perkebunan kelapa sawit.
Padahal, BI memprediksi sektor pertambangan maupun perkebunan pada 2023 nanti bakal tumbuh melambat atau lebih rendah dibanding tahun ini. Alasannya, kondisi global yang tidak menentu.
”Ketergantungan yang masih tinggi pada sektor batubara ini tentunya harus secara berangsur-angsur diturunkan, melihat era batu bara yang akan dimulai tahun 2026 dan bertabrakan dengan komitmen global untuk menurunkan emisi karbon,” ungkap Yura.
Yura menambahkan, pada forum G20 yang berlangsung di Bali beberapa waktu lalu, ekonomi hijau menjadi komitmen bersama pemimpin negara di dunia. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menurunkan tingkat ketergantungan ekspor Kalteng pada komoditas batubara. Penurunan itu bisa dicapai dengan mendorong hilirisasi sektor tambang berbasi energi hijau yang lebih ramah lingkungan.
”Juga mendorong UMKM di Kalteng bisa naik kelas dan berorientasi ekspor ke luar daerah bahkan ke luar negeri,” ungkap Yura.
Selain UMKM, lanjut Yura, sektor pariwisata di Kalteng juga memiliki ruang untuk dikembangkan. Keduanya memiliki potensi sebagai sumber ekonomi baru.
Sejauh ini, sumbangan pariwisata, makan-minum, serta transportasi di Kalteng secara total masih sangat rendah. Besarannya hanya 1,65 persen pada kinerja ekonomi Kalteng.
Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Herson B Aden, mengungkapkan, kinerja ekonomi yang tumbuh harus disertai dengan kewaspadaan atas segala tantangan dan ketidakstabilan yang sewaktu-waktu terjadi. Inflasi di Kalteng, meski masih terkendali, disebut belum mencapai sasaran.
”Selama ini kami telah bersama-sama untuk bisa mengendalikan inflasi. Upaya ini tidak boleh berhenti harus terus berlanjut sampai inflasi kembali pada rentang sasaran 3,0 persen,” kata Herson.