Pengusaha Diingatkan untuk Membayar Tunjangan Hari Raya Natal
Pengusaha diingatkan agar tetap membayar tunjangan hari raya karyawannya di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit ini.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pengusaha dan setiap majikanyang mempekerjakan karyawan diingatkan untuk membayar tunjangan hari raya Natal dan Tahun Baru sebesar satu bulan gaji. Tunjangan itu bisa membantu para pekerja untuk meningkatkan daya beli di tengah kenaikan semua harga kabutuhan pokok. Apalagi, masyarakat NTT saat ini tengah mengalami kelangkaan minyak tanah yang diprediksi bakal mengganggu masyarakat di tengah persiapan merayakan Natal dan Tahun Baru.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Nusa Tenggara Timur (NTT) Stanislaus Tefa di Kupang, Selasa (29/11/2022), mengatakan, sesuai data tahun 2019, jumlah pekerja yang ada di bawah naungan SPSI NTT sekitar 50.000 orang. Setelah Pandemi Covid-19 jumlah pekerja dimungkinkan turun karena cukup banyak buruh, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, dirumahkan.
”Setiap majikan, entah pengusaha, pejabat, politisi, dan swasta yang mempekerjakan karyawan wajib membayar tunjangan hari raya atau THRsebesar satu bulan gaji. Besaran THR itu sesuai UMP NTT, yakni Rp 1.975.000 per bulan, meski dalam praktik, banyak pengusahamembayar jauh di bawah angka itu, yakni Rp 300.000-Rp 1,5 juta per bulan. Hanya perusahaan tertentu seperti BUMN dan karyawan yang sudah bekerja di atas 5 tahun dibayar sesuai UMP,” kata Tefa.
Tenaga honor pada pemerintah daerah bahkan ada yang diupah di bawah UMP, yakni Rp 500.000-Rp 1,5 juta per bulan. Adapun guru-guru honor di sekolah negeri, misalnya, dibayar Rp 500.000 per bulan. Sementara tenaga honor di kantor–kantor pemerintah dibayarRp 1,2 juta-Rp 1,5 juta per bulan, kecuali tenaga honor yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun, mereka dibayar lebih dari Rp 2 juta per bulan.
Kewajiban membayar THR, menurut Tefa, selain merupakan perintah undang-undang, juga mengandung nilai kemanusiaan sebagai sesama umat beragama. Pihak yang berkecukupan perluberbagi denganyang berkekurangan. Hal itu, kata Tefa, merupakan panggilan hidup sosial bermasyarakat sebagai sesama ciptaan Tuhan.
Ia mengaku, pengusaha NTT memang sedang terpuruk setelah dua tahun berturut-turut usaha mereka diterpa pandemi Covid-19. Namun kini, ekonomi di NTT mulai bangkit dengan perkiraan pertumbuhan berkisar 2,8-3,6 persen pada tahun 2022. Meskipun kondisi ekonomi belum begitu menggembirakan, tidak ada alasan pegusaha untuk tidak membayar THR di tengah situasi daya beli masyarakat yang kian terpuruk saat ini.
Meskipun kondisi ekonomi belum begitu menggembirakan, tidak ada alasan pegusaha untuk tidak membayar THR di tengah situasi daya beli masyarakat yang kian terpuruk saat ini.
Sesuai laporan dari pekerja yang tergabung dalam SPSI NTT,sebagian besar majikan tetap membayar THR karyawan, termasuk asisten rumah tangga dan sopir pribadi pejabat atau pengusaha. Tetapi nilai THR yang diberikan kebanyakan tidak sesuai UMP NTT.
”Gaji mereka selama itu Rp 1,2 juta per bulan misalnya, majikan membayar THR Rp 500.000-Rp 700.000. Pekerja menerima saja. Tidak ingin berkeberatan karena takut dipecat. Majikan selalu beralasan, banyak calon pekerja sedang antre menunggu,” kata Tefa.
Semestinya, kata Tefa, Petugas Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (PPTK Disnakertrans), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, menjalankan tugas memantau langsung di lapangan. Tetapi di NTT tidak semua pemkab/pemkot memiliki tenaga PPTK. Kota Kupang, ibu kota provinsi, hanya memiliki satu tenaga PPTK. Itu pun belakangan sudah dipindahkan dan mendapat jabatan baru sebagai lurah.
Keberadaan PPTK sangat tergantung dari kepala Disnakrestrans setempat. Banyak di antara mereka tidak paham soal pentingnya kehadiran tenaga PPTK itu. Akibatnya, nasib ribuan pekerja di sektor formal dan informal di daerah terabaikan.
Jika tidak ada tenaga PPTK, mestinya Disnakertrans bisa membantu para pekerjadengan membuka posko pengaduan di kantor itu, Kantor Ombudsman, dan Gedung DPRD. Kehadiran posko itu saja sudah memberi efek jera bagi majikan yang selama ini mengabaikan THR karyawannya.
Apalagi, saat ini harga semua kebutuhan hidup bergerak naik. “Apalagi menjelang Natal dan Tahun Baru ini. Lihat saja, bawang putih sekarang sudah tembus angka Rp 45.000 per kg dan telur ayam Rp 2.300 per butir, belum kebutuhan lain,” kata Tefa.
Anggota DPRD NTT Viktor Mado mengatakan, DPRD sebagai wakil rakyat siap menerima setiap pengaduan dari pekerja. Sudah berulang kali DPRD mengingatkan pemerintah agar memperhatikan nasib para buruh itu. Meski daerah ini tidak memiliki perusahaan besar seperti di Pulau Jawa, tidak berarti THR pekerja diabaikan. ”Mari kita saling berbagi, apalagi menjelang hari raya Natal. Jangan sampai ada yang merayakan Natal dengan pesta pora dan bergelimpangan makanan, sementara yang lain kesulitan,” katanya.
Kondisi rumit yang tengah dialami masyarakat NTT saat ini adalah kelangkaan minyak tanah. Setiap hari masyarakat berburu minyak tanah. Bahkan anak-anak sekolah dipaksa orangtua mencari minyak tanah di jam pelajaran.
Jika pemerintah tidak segera menangani kelangkaan ini, memasuki Natal dan Tahun Baru nanti, bisa terjadi gejolak. Sudah satu pekan terakhir ini masyarakat berebut minyak tanah di mana-mana saat pemerintah menggelar operasi pasar.
”Kalau kuota minyak tanah habis, pemerintah harus punya alternatif lain seperti menyediakan kompor listrik atau gas. Tetapi alternatif baru ini pun harus dijangkaui oleh masyarakat kelas menengah ke bawah,” kata Mado.