UMP Sumbar 2023 Naik 9,15 Persen, Serikat Pekerja dan Pengusaha Beda Sikap
Gubernur Sumbar Mahyeldi menetapkan UMP Sumbar tahun 2023 sebesar Rp 2,74 juta yang berlaku mulai 1 Januari 2023.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi menetapkan upah minimum Provinsi Sumbar tahun 2023 sebesar Rp 2.742.476 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2023. Kalangan pekerja dan pengusaha mempunyai sikap berbeda terkait kenaikan UMP tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumbar Nizam Ul Muluk, Senin (28/11/2022), membenarkan informasi tersebut. Penetapan kenaikan UMP dimuat dalam surat Keputusan Gubernur Sumbar Nomor: 562-863-2022 yang ditandatangani pada 25 November 2022.
”Jadi, terjadi kenaikan UMP Sumbar tahun 2023 sebanyak Rp 229.937 (9,15 persen) dari Rp 2.512.539 (2022) menjadi Rp 2.742.476 (2023),” kata Nizam. Kenaikan mencapai Rp 229.937. Namun, Nizam belum bersedia menjelaskan lebih lanjut terkait kenaikan UMP tersebut.
Kenaikan UMP Sumbar 2023 itu sesuai rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Sumbar dalam rangka penetapan UMP Sumbar 2023. Hasil rapat dimuat dalam berita acara nomor 01/BA/Depeprov/2022 tanggal 22 November 2022.
Kenaikan UMP Sumbar 2023 signifikan dibandingkan kenaikan tahun lalu. Setahun lalu, kenaikan UMP Sumbar 2022 hanya 1,14 persen atau Rp 28.498 dari UMP sebelumnya Rp 2.484.041.
Berdasarkan SK Gubernur Sumbar itu, perusahaan dilarang membayar upah di bawah UMP 2023. Besar UMP tersebut dikecualikan untuk usaha mikro dan usaha kecil yang besaran upahnya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Perusahaan yang telah memberikan upah minimum lebih tinggi dari ketetapan UMP yang ditetapkan dalam keputusan ini dilarang mengurangi atau menurunkan upah.
Upah minimum berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih berpedoman pada struktur dan skala upah.
”Pengusaha wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Tunjangan tidak tetap/kesejahteraan yang selama ini diberikan oleh pengusaha, tetap diberikan kepada pekerja/buruh,” kata Mahyeldi di dalam SK.
Tertinggi di Sumatera
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumbar Arsukman Edi mengatakan menyambut baik kenaikan ini dalam kondisi perekonomian yang baru tumbuh pascapandemi Covid-19. Kenaikan UMP Sumbar termasuk yang tertinggi di Pulau Sumatera.
”Bengkulu, Jambi, Sumsel, Bangka Belitung, Lampung, dan lainnya di bawah 9 persen. Kita (Sumbar) alhamdulillah ada di atas 9 persen. Itu sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi yang mengadakan rapat pada 22 November lalu,” kata Edi.
Edi pun berharap para pengusaha dapat melaksanakan ketentuan baru itu bagi tenaga kerja yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. Ia berharap pula dinaskertrans bisa mengawasi pelaksanaan ketentuan tersebut oleh perusahaan.
”Kemudian, untuk pekerja di atas 1 tahun, kami dorong terbentuknya skala upah. Menerapkan skala upah. Jadi, jangan UMP lagi. Itu harapan kami,” ujarnya.
Menolak
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumbar Muzakir Aziz Akin menyatakan, pihaknya menolak nilai kenaikan UMP Sumbar itu. Sebab, perumusan dan penetapan UMP menyalahi ketentuan.
”Kami, Dewan Pengupahan, sudah rapat sebelumnya, dan diputuskan kenaikan 6,2 persen. Kami (perusahaan yang tergabung dengan Apindo) pakai angka itu saja karena merupakan hasil keputusan bersama,” kata Muzakir. Adapun dalam pengambilan keputusan terbaru Dewan Pengupahan Provinsi, Apindo Sumbar tidak hadir.
Muzakir menjelaskan, pada 16 September lalu Dewan Pengupahan Sumbar terdiri dari Apindo, Disnakertransi, SPSI, dan akademisi sudah memutuskan kenaikan UMP 2023 hanya 6,2 persen. Formula kenaikan UMP itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.
Akan tetapi, tiba-tiba keputusan itu dibatalkan pemerintah untuk seluruh Indonesia. Pemerintah kemudian menjadikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 dengan tambahan formula baru dalam penetapan kenaikan UMP.
”Dasar hukum UMP baru itu lemah sekali, permenaker, statusnya di bawah PP. Sementara itu, PP tidak dibatalkan. Belum lagi penundaan pengumuman (UMP) yang juga menyalahi UU. Mestinya diumumkan pada 21 November, sekarang sudah 28 November (baru diumumkan),” ujarnya.
Apindo Pusat telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Atas kejanggalan itu, Muzakir melanjutkan, Apindo Pusat telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung. Sebab, pemerintah juga sudah melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan bahwa pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan strategis untuk masyarakat di tengah perbaikan UU Cipta Kerja.
”Putusan (kenaikan upah) sudah ada dulu, kenapa diubah lagi di detik-detik terakhir? Apa maunya? Ini maksudnya apa? Ini maksudnya apa? Saat injury time, kok, diubah pemerintah pusat? Mungkin saja ini politis,” ujarnya.
Ditambahkan Muzakir, kenaikan signifikan UMP Sumbar ini menjadi kekhawatiran pengusaha, apalagi secara global akan ada resesi. Jika resesi benar-benar terjadi, perusahaan akan dalam kondisi parah. Sebab, kenaikan upah tidak hanya bagi pekerja baru, pekerja lama juga akan menuntut kenaikan.
”Mereka akan tuntut, masa yang baru saja naik. Istilahnya upah sundulan. Kalau upah sundulan 9 persen, berat bagi pengusaha untuk membayarnya. Ini akan terjadi keributan di perusahaan. Pengusaha tidak sanggup, bisa berujung PHK,” ujarnya.