Upah minimum provinsi di Jawa Tengah tahun 2023 sudah ditentukan naik 8,01 persen dibandingkan sebelumnya. Dengan begitu, UMP Jateng 2023 menjadi Rp 1.958.169,69.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun 2023 naik sebesar 8,01 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Besaran kenaikan itu ditentukan setelah Pemerintah Provinsi Jateng mendengarkan masukan dan saran dari berbagai pihak. Seperti tahun-tahun sebelumnya, patokan pengupahan di Jateng akan menyesuaikan upah minimum kabupaten/kota.
Pengumuman besaran UMP dilakukan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di kantornya, Senin (28/11/2022). Ganjar menyebut, UMP Jateng tahun 2023 sebesar Rp 1.958.169,69. Angka itu naik sebesar Rp 145.234,26 atau 8,01 persen dari besaran UMP tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1.812.935. Penetapan UMP itu mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
”Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menyatakan bahwa penetapan upah minimum memperhatikan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta nilai alfa. Nilai alfa merupakan indeks yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu juga,” kata Ganjar.
Ganjar mengatakan, keputusan itu telah melalui serangkaian tahapan, termasuk mendengarkan aspirasi dari seluruh komponen yang terkait. Setidaknya tiga kali pihaknya menggelar audiensi dengan kelompok buruh dan pengusaha. Akademisi dan pakar juga dimintai pendapat soal penentuan UMP tersebut.
UMP, disebut Ganjar, tidak akan digunakan untuk mengatur pengupahan di Jateng. Pengupahan akan dilakukan sesuai dengan aturan UMK. Hal ini mempertimbangkan perbedaan kapasitas kabupaten/kota di Jateng.
UMK di Jateng akan ditentukan pemerintah kabupaten/kota pada 7 Desember mendatang. Tidak boleh ada kabupaten/kota yang menetapkan UMK di bawah UMP. Daerah yang UMK-nya tahun lalu masih di bawah UMP tahun ini, yakni Kabupaten Banjarnegara, diingatkan untuk meningkatkan UMK tahun 2023 di wilayahnya.
Jika dalam penentuan UMP Pemprov Jateng berpedoman pada Permenaker No 18/2022, dalam penentuan UMK Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk berpedoman pada Peraturan Pemerintah No 36/2021. Hal itu dinilai penting untuk menjaga iklim investasi di Jateng tetap kondusif.
”Selama ini, Jateng itu menarik bagi investor karena upah tenaga kerjanya kompetitif. Menurut kami, hal itu harus dipertimbangkan juga karena ini berhubungan dengan daya saing investasi,” ucap Dedi Mulyadi Ali, anggota Apindo Jateng.
Dedi menambahkan, kenaikan upah yang terlalu tinggi juga memberatkan pengusaha, terutama yang sedang dalam masa pemulihan ekonomi akibat terdampak pandemi Covid-19. Kondisi itu diharapkan Dedi bisa dipertimbangkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Jateng dalam menentukan UMK.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng Aulia Hakim menilai, kenaikan UMP sebesar 8,01 persen belum sesuai tuntutan buruh Jateng, yakni 13 persen. Kendati demikian, penggunaan Permenaker No 18/2022 dalam penentuan UMP sudah menjadi kabar yang melegakan bagi buruh. Melalui aturan itu, dampak inflasi masih dihitung dalam penentuan upah.
”Setidaknya, Pemerintah Jateng sudah lepas dulu dari PP Nomor 36 Tahun 2021 terkait Omnibuslaw. Tidak masalah kalau kenaikan UMP sebesar 8,01 persen, semoga nanti UMK-nya bisa sesuai tuntutan kami, yakni sebesar 13 persen,” ujar Hakim.
Hakim meminta agar dampak inflasi dan kenaikan harga bahan bakar minyak dipertimbangkan dalam penentuan UMK. Upah rendah yang diberikan kepada buruh, disebut Hakim, bisa menurunkan daya beli masyarakat dan membuat perekonomian melesu.
”Pengusaha juga harus adil karena tidak semuanya terkena dampak pandemi ataupun isu resesi. Dalam catatan kami, masih banyak perusahaan yang arus keuangannya baik, apalagi kemarin-kemarin sudah banyak efisiensi yang dilakukan,” kata Hakim, menambahkan.