IDI Sumbar Tolak RUU Kesehatan dengan Regulasi ”Omnibus Law”
IDI Sumbar menyatakan sikap menolak RUU Kesehatan dengan regulasi ”omnibus law” karena penyusunannya tidak melibatkan organisasi kesehatan dan dinilai membahayakan keselamatan masyarakat.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Ikatan Dokter Indonesia atau IDI Wilayah Sumatera Barat menyatakan sikap menolak rancangan Undang-Undang Kesehatan dengan regulasi omnibus law. RUU tersebut dirancang tanpa melibatkan organisasi kesehatan dan dinilai membahayakan keselamatan masyarakat.
Pernyataan sikap menolak RUU Kesehatan Sapu Jagat yang segera masuk program legislasi nasional (prolegnas) DPR itu disampaikan IDI Sumbar bersama sejumlah IDI cabang di Kota Padang, Sumbar, Senin (28/11/2022).
Ada empat poin yang disampaikan dalam pernyataan sikap, yaitu (1) RUU Kesehatan Sapu Jagat merupakan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan, mengorbankan hak sehat rakyat. (2) RUU ini akan mengorbankan kesehatan masyarakat. (3) RUU mengancam keselamatan dan kepentingan masyarakat. (4) Menolak RUU Kesehatan (Omnibus Law).
Ketua IDI Sumbar Roni Eka Sahputra mengatakan, IDI menolak RUU tersebut karena tidak melibatkan organisasi kesehatan. Ketika RUU itu dirancang, tentu perlu ada komunikasi dengan pemangku kepentingan dan organisasi yang berhubungan, termasuk IDI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
”Itu tidak dilewati. RUU itu tiba-tiba muncul dan akan segera dimasukkan ke prolegnas di DPR. Harusnya RUU itu dibicarakan dulu, didiskusikan, apakah ini layak untuk masuk prolegnas. Itu tidak dilewati. Itu jadi masalah yang IDI hadapi,” kata Roni, ketika dihubungi, Senin.
Roni menjelaskan, salah satu persoalan yang terdapat dalam RUU itu adalah dokter akan dibuatkan surat tanda registrasi (STR) seumur hidup. Padahal, sebelumnya, STR mesti diperbarui sekali lima tahun sebagai kontrol kualitas terhadap kapasitas dokter.
”Ketika dokter punya kapasitas, STR layak dilanjutkan. Namun, ketika kapasitasnya berkurang, tidak meng-up date diri, jika STR diberikan seumur hidup, itu akan berbahaya. Keselamatan pasien akan terancam,” ujar Roni.
Jika STR diberikan seumur hidup, itu akan berbahaya. Keselamatan pasien akan terancam. (Roni Eka Sahputra)
Contoh lain yang bermasalah dari RUU itu, sebut Roni, adalah memfasilitasi dokter-dokter asing berpraktik di Indonesia. Padahal, permasalahan dokter dalam negeri saja belum sejahtera. Mestinya masalah kesejahteraan dokter dalam negeri ini yang ditingkatkan dengan aturan yang jelas.
”Jadi, kami menolak RUU Kesehatan Omnibus Law secara keseluruhan. Hari ini Pengurus Besar IDI di Jakarta juga berorasi (di kantor DPR). Intinya adalah pembentukan RUU ini mengebiri suatu organisasi yang diatur di UU. IDI ada di UU Kesehatan,” kata Roni.
Sementara itu, di Jakarta, lima organisasi kesehatan, yaitu IDI, PDGI, IBI, PPNI, dan IAI berunjuk rasa di Gedung DPR. Perwakilan itu kemudian beraudiensi dengan anggota DPR dengan komisi terkait.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris yang beraudiensi dengan perwakilan organisasi itu mengatakan, DPR selalu bersedia mendengarkan aspirasi dari sejumlah pemangku kebijakan. Saat ini, proses legislasi tersebut masih dalam penyusunan naskah akademik di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
”Kami akan terus mendengarkan aspirasi dari organisasi-organisasi, termasuk organisasi profesi, termasuk apabila nanti disetujui di paripurna (menjadi RUU), pembahasannya harus komprehensif dan menguntungkan masyarakat banyak,” kata Charles, dalam siaran pers DPR, Senin.
Charles menambahkan, apabila naskah akademik itu disetujui menjadi RUU, pihaknya akan mengawal pembahasan dalam setiap tahapan dan mendengarkan masukan dari semua pemangku kepentingan untuk kepentingan masyarakat luas.
Wakil Ketua Baleg DPR M Nurdin menegaskan, pembahasan di Baleg DPR baru sebatas penyusunan naskah akademik. Naskah akademik kemudian disusun menjadi sebuah RUU.
”Jadi, prosesnya masih RDPU (rapat dengar pendapat umum) untuk menyusun naskah akademik. Dan belum ada draf RUU. Proses menuju draf RUU masih lama,” katanya.
Baleg DPR, kata Nurdin, sudah mengundang 28 pemangku kebijakan untuk didengarkan aspirasinya terkait penyusunan naskah akademik sapu jagat (omnibus law) bidang kesehatan.
”Kami dengar masukan dalam RDPU selalu terbuka, karena kalau tertutup nanti salah sangka. Bahkan kami mendengar masukan secara online dari tenaga kesehatan di daerah-daerah, bahkan dari Papua,” jelas Nurdin.