Anak Merundung Anak di Malang, Polisi Coba Lakukan Mediasi dan Pendampingan
Anak merundung anak kembali terjadi di Malang, Jawa Timur. Kali ini, siswa kelas 2 SD dirundung oleh kakak kelasnya hingga harus dirawat di rumah sakit. Polisi mengupayakan mediasi, selain tetap memproses secara hukum.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Anak merundung anak kembali terjadi di Malang, Jawa Timur. Kali ini, siswa kelas 2 SD dirundung oleh kakak kelasnya hingga harus dirawat di rumah sakit. Polisi saat ini sedang mengupayakan mediasi dan pendampingan, baik untuk korban maupun pelaku yang sama-sama masih berstatus anak.
Sebelumnya, M (8), siswa kelas 2 asal Desa Sengguruh, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, sempat tidak sadarkan diri dan dirawat di RSU Gondanglegi sejak Kamis (17/11). Ketika sudah sadar pada Jumat (18/11), ia bercerita kepada orangtuanya bahwa telah mengalami perundungan dan penganiayaan oleh sejumlah temannya.
Dalam cerita M, ia menyebut sejumlah kakak kelasnya (kelas 6) menendangnya di beberapa bagian tubuh, termasuk dada dan kepala. Orangtua M pun melaporkan kasus itu ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang.
Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Putu Kholis Aryana membenarkan adanya kasus tersebut. Ia pun telah melihat kondisi korban saat dirawat di RS. Kondisi korban pun dinilai terus membaik.
”Saat ini M sudah mulai bisa berinteraksi walaupun masih menjalani perawatan intensif karena masih ada beberapa bagian tubuh yang perlu menjalani pengobatan. Namun, kondisinya jauh lebih baik dibandingkan pada saat awal masuk rumah sakit,” kata Kholis dalam siaran pers yang dikirim kepada wartawan.
Adapun terkait dengan proses hukum dalam kasus tersebut, Kepala Polres menjelaskan bahwa saat ini penyidik Satuan Reskrim Polres Malang telah memeriksa 12 saksi dan 7 ABH (anak yang berhadapan dengan hukum). Saksi tersebut dari pihak sekolah dan saksi lain yang mengetahui peristiwa perundungan itu.
Dalam penanganan kasus ini, Kholis menyebut bahwa polisi harus mengikuti aturan hukum terkait anak. ”Pelaku dikategorikan ABH karena status masih di bawah umur dan kategori anak. Korban juga masih anak sehingga mekanisme dan prosesnya harus sesuai aturan hukum terkait anak,” katanya.
Polisi, menurut Kholis, akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendampingi korban ataupun ABH. Hal ini dilakukan agar proses yang sudah berjalan bisa sesuai dengan prosedur dan tidak ada penyimpangan terhadap hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum.
”Ada upaya-upaya pendampingan, mediasi, dan nanti melibatkan BAPAS, BP3A, orangtua, wali murid, kepala sekolah, apabila diperlukan dari diknas dan pihak terkait lain, agar memastikan proses yang kami jalankan sesuai prosedur,” katanya.
Pelaku dikategorikan ABH karena status masih di bawah umur dan kategori anak. Korban juga masih anak sehingga mekanisme dan prosesnya harus sesuai aturan hukum terkait anak.
Edi Subandi, orangtua korban, berterima kasih atas perhatian banyak pihak terhadap keluarganya. Merski begitu, kepada wartawan, ia berharap kasus yang menimpa anaknya itu bisa diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Camat Kepanjen Ichwanul Muslimin mengatakan, semua pihak sedang berupaya melakukan mediasi antara keluarga korban dan pelaku. ”Kami sebagai pemangku wilayah sudah mencoba membantu mediasi antara keluarga korban dan pelaku. Namun, saat itu situasi masih emosional sehingga belum terbuka ruang komunikasi. Akhirnya diputuskan bahwa pertemuan mediasi akan dilanjutkan saat situasi emosional sudah mulai mereda sehingga komunikasi kedua belah pihak bisa berjalan,” katanya.
Meski mediasi dilakukan, Ichwanul mengatakan bahwa semua pihak tetap akan mengikuti proses hukum yang berlaku.