Mitos ”Ikan Sultan” Terpatahkan lewat Budidaya di Kampung Papuyu
Papuyu di Kalimantan Selatan dikenal sebagai ”ikan sultan” karena harganya mahal. Budidaya papuyu telah berhasil dilakukan di kampung papuyu, Desa Karang Intan, sehingga mitos tentang budidaya papuyu pun terpatahkan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Seorang pembudidaya ikan menunjukkan papuyu yang sedang dibudidayakan di Desa Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/11/2022). Kawasan perikanan budidaya ini dikenal sebagai kampung papuyu dan menjadi kawasan percontohan budidaya ikan lokal.
Ikan papuyu di Kalimantan Selatan dikenal sebagai ”ikan sultan” karena harganya bisa menyamai harga daging sapi. Papuyu selama ini dianggap tidak bisa dibudidayakan karena liar dan bisa lenyap saat hujan. Namun, budidaya papuyu yang dilakukan sekelompok pembudidaya ikan air tawar di kampung papuyu, Desa Karang Intan, berhasil mematahkan mitos itu.
Air kolam yang tenang langsung gemercik begitu Syarkani Juhri (59) menebarkan pelet ke kolam yang airnya berwarna kehijauan di kampung budidaya papuyu, Desa Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/11/2022). Gerombolan ikan bermunculan untuk menyambar pakan yang ditaburkan ke kolam.
Syarkani lantas menyerok papuyu yang muncul ke permukaan air. Sejumlah ikan bergeleparan di dalam serok saat diangkat ke tepi kolam. Papuyu, yang juga dikenal dengan nama betok (Anabas testudineus), itu rata-rata sudah berukuran dua hingga tiga jari orang dewasa.
”Perkembangannya bisa dikatakan bagus karena benih ikannya baru ditebar dua bulan lalu. Kalau dikelompokkan, ini sudah termasuk papuyu grade B dan grade C,” ujar petani pembudidaya ikan air tawar di Karang Intan itu.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Syarkani Juhri (59), pembudidaya ikan, menebarkan pakan ke kolam budidaya papuyu di Desa Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/11/2022).
Papuyu di Kalsel umumnya dipasarkan dalam tiga kelompok atau grade, yaitu A, B, dan C. Grade A adalah ikan berukuran besar dengan jumlah 6-10 ekor per kilogram (kg). Grade B adalah ikan berukuran sedang dengan jumlah 11-16 ekor per kg, sedangkan grade C adalah ikan berukuran kecil dengan jumlah 17-21 ekor per kg.
Di tingkat petani, harga papuyu grade A saat ini Rp 90.000 per kg, grade B Rp 70.000 per kg, dan grade C Rp 35.000 per kg. Namun, kalau sudah masuk ke pasar di Banjarmasin, harga papuyu grade A bisa mencapai Rp 125.000 per kg atau setara dengan harga daging sapi. Terlebih lagi, kalau sudah masuk rumah makan atau restoran untuk sajian ikan bakar, harganya bisa Rp 250.000 per kg.
”Kalau di Banjar (Kalsel), papuyu ini adalah ’ikan sultan’ karena harganya paling mahal jika dibandingkan dengan harga ikan air tawar lainnya,” kata Syarkani yang juga pembina Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) ”Papuyu Sakti Banjar” Karang Intan itu.
Selama ini, kebanyakan papuyu yang masuk ke pasar di Banjarmasin dan sekitarnya adalah hasil tangkapan nelayan di perairan umum. Karena itu, pasokannya tidak menentu. Pada bulan-bulan tertentu, yakni Maret-Juli, hasil tangkapan papuyu di alam bisa membanjiri pasar. Namun, di luar bulan-bulan itu, pasokan minim sehingga harganya tinggi.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Syarkani Juhri (59), pembudidaya ikan, menyauk papuyu dari tambak di Desa Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/11/2022).
Melihat peluang tersebut, Syarkani bersama kelompoknya pada 2020 mulai membudidayakan papuyu di kolam tanah atau tambak. Mereka memulainya dengan satu kolam. Pada kolam tersebut ditebarkan benih ikan papuyu sebanyak 5.000 ekor. Tujuh bulan kemudian, mereka panen dengan hasil sekitar 350 kg.
”Waktu itu, kami mengeluarkan modal lebih kurang Rp 17,5 juta untuk benih dan pakan. Ketika panen, hasil penjualannya sekitar Rp 30 juta. Jadi, cukup lumayan keuntungan yang didapat,” ujarnya.
Mitos di kalangan masyarakat Banjar yang menyebutkan papuyu bisa hilang dari kolam saat hujan, menurut dia, ternyata tidak terbukti ketika papuyu dipanen dari kolam pada umur 7-9 bulan. Namun, mitos itu bisa terbukti benar ketika papuyu dibiarkan di kolam sampai umur 10 bulan atau lebih. Sebab, pada umur 10 bulan papuyu sudah waktunya memijah karena sudah matang gonad.
”Saat hujan, papuyu yang sudah matang gonad bisa meloncat keluar dari kolam untuk melepaskan telurnya. Itu sudah menjadi sifat alaminya. Karena itu, supaya tidak hilang, panen papuyu jangan lewat dari sembilan bulan,” katanya.
Percontohan
Syarkani menuturkan, keberhasilan budidaya papuyu dari satu kolam memotivasi anggota kelompok yang lain untuk membudidayakan papuyu. Satu petani bisa mengusahakan dua sampai tiga kolam untuk budidaya papuyu di samping budidaya nila dan patin. Karena ada belasan petani yang mengusahakan budidaya papuyu di lahan seluas 3 hektar itu, akhirnya kawasan perikanan budidaya di Karang Intan dikenal sebagai kampung papuyu.
”Kampung papuyu kemudian menjadi viral dan didatangi banyak orang dari mana-mana. Oleh Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, kampung papuyu lalu dijadikan kawasan percontohan budidaya ikan lokal,” ujarnya.
Kepala Desa atau Pambakal Karang Intan Ari Rujani mengatakan, pada Juli 2021 Bupati Banjar Saidi Mansyur mencanangkan Kawasan Kampung Budidaya Ikan Papuyu di Karang Intan. Lokasi pencanangan pada waktu itu berada di kampung papuyu, kawasan perikanan budidaya yang dikelola Pokdakan ”Papuyu Sakti Banjar” Karang Intan.
”Desa kami memang menonjol di bidang perikanan. Para pembudidaya ikan di Karang Intan boleh dikatakan sebagai pencetus pertama tambak ikan di Banjar. Luas tambak ikan di desa kami sekitar 100 hektar,” kata Ari.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Deretan keramba jaring apung di Sungai Riam Kanan, Desa Sungai Alang, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (12/11/2019).
Bupati Banjar Saidi Mansyur pada saat mencanangkan Kawasan Kampung Budidaya Ikan Papuyu di Karang Intan menyebutkan, sektor perikanan di Banjar merupakan salah satu sektor unggulan yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi.
”Data statistik menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi sektor perikanan pada kurun 2000 hingga 2019 mencapai 4,58 persen,” kata Saidi sebagaimana dikutip dari situs Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Kabupaten Banjar.
Menurut Syarkani, keberhasilan budidaya papuyu di kampung papuyu tidak lepas dari dukungan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin. BPBAT Mandiangin di Banjar, yang merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berperan penting dalam penyediaan benih papuyu yang baik.
Budidaya komoditas ikan lokal, seperti papuyu dan haruan, memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan karena teknologi yang telah dikuasai dan mudah untuk dikembangkan. Dengan harga pasar yang relatif tinggi dan preferensi konsumen terhadap ikan lokal yang cukup baik, ikan papuyu bisa menjadi jawaban akan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepala BPBAT Mandiangin Evalawati mengatakan, permintaan benih ikan lokal di BPBAT Mandiangin cukup tinggi. Setiap minggu, pihaknya melakukan produksi benih papuyu dengan rata-rata hasil produksi sebanyak 50.000 sampai 70.000 ekor per siklus dengan distribusi benih papuyu ke pembudidaya di wilayah Kalimantan.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Syarkani Juhri (59), pembudidaya ikan, menunjukkan papuyu yang sedang dibudidayakan di Desa Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (22/11/2022).
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu, Kalimantan menjadi salah satu lokasi yang tepat untuk menjadi kampung budidaya ikan lokal air tawar khas Kalimantan. Apalagi, papuyu atau betok dan gabus (haruan) merupakan komoditas ikan lokal unggulan yang digemari masyarakat Kalimantan.
”Budidaya komoditas ikan lokal, seperti papuyu dan haruan, memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan karena teknologi yang telah dikuasai dan mudah untuk dikembangkan. Dengan harga pasar yang relatif tinggi dan preferensi konsumen terhadap ikan lokal yang cukup baik, papuyu bisa menjadi jawaban akan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Haeru lewat siaran pers.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga menyampaikan, prinsip ekonomi biru adalah menjaga kesehatan ekologi. Ekosistem perikanan yang sehat akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.
”Dengan didukung oleh kearifan lokal, perikanan budidaya akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat,” ujarnya.