Hampir separuh korban tewas akibat gempa Cianjur adalah anak-anak. Sebagian korban anak terjebak di reruntuhan sekolah dan rumah. Audit keamanan bangunan mendesak dilakukan.
CIANJUR, KOMPAS — Hingga Kamis (24/11/2022) malam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat 34 persen atau 51 orang dari 165 korban jiwa akibat gempa Cianjur, Jawa Barat, yang telah teridentifikasi adalah anak-anak.
Meskipun serupa, data tim identifikasi jenazah dari Kepolisian Republik Indonesia berbeda. Dari 131 kantong jenazah yang ditangani Tim identifikasi jenazah Polri, separuhnya merupakan anak-anak.
Tingginya angka ini karena saat gempa, anak-anak ada yang masih berada di dalam gedung sekolah atau sudah di dalam rumah sepulang sekolah.
Gempa bermagnitudo 5,6 yang berepisentrum di Kecamatan Cugenang, Cianjur, Senin (21/11) siang lalu, di antaranya turut menghancurkan Sekolah Dasar Negeri Sukamaju 1 Kampung Pangkalan, Desa Genjot, Cugenang.
”Bangunan baru yang didirikan tahun 2019 ini hancur,” ujar Ketua Dewan Komite SDN Sukamaju 1 Yadi (58), kemarin.
Zahwa (9), salah satu murid SDN Sukamaju 1, masih trauma. Apalagi, setelah gempa besar masih terjadi gempa susulan. Melihat reruntuhan rumah dan sekolah mengingatkannya pada gempa yang menakutkan. ”Takut. Enggak mau sekolah,” kata siswa kelas tiga itu.
Siswi SMP PGRI Cugenang, Neng Nesa (14), mengatakan, ia tidak tidak tenang selama tidur karena setiap hari gempa susulan terjadi dengan jumlah yang tidak sedikit. ”Sedih sekarang tidak punya apa-apa, tidur di tenda, makan seadanya. Kenangan di rumah enggak ada karena rumah hancur,” katanya.
Seorang ibu muda, Sinta (27), sulit tinggal di tenda dengan empat anak balita. Mereka rewel karena kurang leluasa bergerak, minus mainan serta tak nyaman seperti di rumah.
Banyaknya anak terdampak gempa ini sesuai data BNPB. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, hingga Kamis sore total yang telah dievakuasi 272 orang dan 165 jenazah diidentifikasi.
”Jumlah korban anak di bawah 15 tahun tidak bertambah dari kemarin (Rabu), yaitu 51 anak,” katanya di Kantor Bupati Kabupaten Cianjur.
Kepala Bidang Disaster Victim Identification (DVI) Biro Kedokteran Kepolisian Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Rodokpol Pusdokkes) Polri Komisaris Besar Ahmad Fauzi mengatakan, 59 jenazah yang ditanganinya anak-anak berusia di bawah 15 tahun, dan 64 lainnya orang dewasa.
Selain itu, BNPB juga mencatat 2.043 orang luka dan lebih dari 61.000 warga mengungsi. Sebanyak 40 orang hilang. Ada 56.000 rumah rusak dengan 22.000 unit di antaranya rusak berat.
Berdasarkan usia, kelompok yang rentan terdampak saat terjadi bencana khususnya gempa bumi adalah anak-anak dan warga lanjut usia (lansia).
”Ketika gempa terjadi siang biasanya banyak korban adalah anak-anak karena mereka sedang di dalam gedung sekolah. Lain hal ketika mereka bermain di luar sore hari, justru biasanya warga lansia terdampak parah karena berada di dalam rumah. Adapun ketika kejadian gempanya malam, korban berasal dari semua kelompok usia,” kata Abdul.
Cijedil dan Warung Shinta
Kepala Kantor SAR Bandung yang juga SAR Mission Coordinator Jumaril menyebutkan, pencarian orang hilang difokuskan di Desa Cijedil dan Warung Sate Shinta 2, Cianjur. Puluhan orang hilang dilaporkan ada di reruntuhan dan longsoran di kedua tempat itu.
”Di kedua tempat itu akan diperkuat dengan anjing pelacak dan life detector,” katanya. Timnya juga akan memeriksa 12 kecamatan terdampak.
Sebelumnya, Kepala BNPB Suharyanto memaparkan, 6.000 orang dikerahkan untuk mencari korban hilang. ”Pencarian dan evakuasi dilaksanakan terus-menerus. Tak kenal lelah,” kata Suharyanto.
Terkait keluhan masyarakat tentang bantuan yang belum diterima, Suharyanto mengungkapkan, pendistribusian akan menggandeng perangkat desa. ”Setiap pagi, pukul 08.00, para camat mengajukan kebutuhan dan akan disiapkan armada untuk melakukan pengiriman setiap pagi. Nanti, kepala desa, babinsa, dan babinkamtibmas mendistribusikan ke titik-titik pengungsian,” ujarnya.
Ia mengimbau seluruh pihak menyalurkan bantuan via posko di Kantor Bupati Cianjur.
Bagaimana gedung yang baru berdiri memenuhi kaidah keamanan dan keselamatan. Sekolah yang sudah dibangun diaudit untuk mengecek kekuatannya.
Audit bangunan sekolah
Berdasarkan data Sekretariat Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (Seknas SPAB) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), lebih dari 500 gedung satuan pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi rusak diguncang gempa di Cianjur. Kerusakan bervariasi, dari ringan, sedang, hingga berat.
Pemerintah daerah didorong menguji kelaikan bangunan sekolah demi menjamin keamanan siswa dan warga pendidikan lainnya. ”Bagaimana gedung yang baru berdiri memenuhi kaidah keamanan dan keselamatan. Sekolah yang sudah dibangun diaudit untuk mengecek kekuatannya,” ujar Tenaga Ahli Seknas SPAB Kemendikbudristek Jamjam Muzaki.
Setiap sekolah juga wajib memiliki standar operasional prosedur (SOP) penanganan bencana. SOP ini meliputi tindakan siswa saat gempa terjadi hingga menuju titik evakuasi.
Penyelidik bumi madya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Supartoyo mengatakan, audit bangunan sangat dibutuhkan untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak terutama di area rawan gempa.
Presiden Joko Widodo, saat kunjungan kerja kedua kalinya di Cianjur, memastikan evakuasi korban gempa, pencarian orang hilang, hingga penanganan korban luka dan di pengungsian dilakukan sebaik-baiknya. Presiden juga kembali menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan bantuan senilai Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk yang rusak sedang, dan Rp 10 juta bagi yang rusak ringan.
Pada hari keempat pascagempa kemarin, bantuan juga mengalir dari banyak daerah di dalam dan luar negeri. Bantuan datang dari Singapura dan kota-kota di Asia Tenggara, kalangan perbankan dan pemerintah daerah lain di Indonesia, serta dari masyarakat umum.