Mirisnya ”Milir” Merakit di Atas Sungai Batanghari yang Tercemar
Kebersihan sungai tidak hanya penting untuk mengatasi krisis air bersih bagi masyarakat, melainkan juga berperan penting menarik kunjungan wisata ke Sungai Batanghari. Upaya penyelamatan harus segera dijalankan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tim Milir Berakit Sungai Batanghari hendak mengambil sampah plastik yang bertebaran di permukaan Sungai Batanghari, Kamis (17/11/2022). Masih rendahnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya serta mengolah sampah tepat guna, menyebabkan limpahan sampah bertebaran di perairan.
Perjalanan baru saja dimulai tatkala rakit yang ditumpangi Hermanto BS (52) tertabrak tali baja. Insiden ini menyebabkan kerusakan. Jalinan bilah-bilah bambu di atas rakit pun tercerai-berai.
Tabrakan itu sungguh tak disangka-sangka. Dari kejauhan tak terlihat adanya tali baja dari aktivitas tambang pasir dan batu di sungai itu. ”Tiba-tiba saja rakit tertabrak. Rupanya ada sling baja melintang,” ujarnya.
Peristiwa tersebut tak hanya merusak rakit, tetapi juga menenggelamkan perbekalan selama perjalanan di sungai. Hermanto dan Tim Milir Berakit Sungai Batanghari terpaksa menepi untuk memperbaiki kerusakan.
Perjalanan mengarungi sungai di atas rakit kini dirasakan lebih berat tantangannya. Perjalanan itu sekaligus mengungkap wajah sungai yang tengah merana. Tak hanya terdesak oleh aktivitas tambang pasir dan batu, Sungai Batanghari kini dikeroyok tambang-tambang emas liar. Selama perjalanan dari ibu kota Sarolangun hingga Kota Jambi, Senin hingga Sabtu (14-19/11/2022), ada lebih dari 60 unit dompeng di tepi sungai.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Mesin dompeng emas liar diparkir di tepi Sungai Batanghari, Kamis (17/11/2022). Aktivitas tambang liar itu akan kembali aktif ketika air berangsur surut.
Selain itu, tepi-tepi sungai yang dulunya terlindungi beragam jenis vegetasi, kini juga gundul berganti tempat-tempat penimbunan dan bongkar muat batubara. Air sungai pun jadi semakin keruh.
Hermanto tak berani lagi menggunakan airnya untuk minum ataupun mandi. Apalagi, sampah-sampah rumah tangga dan juga batang-batang kayu terseret masuk memenuhi permukaan sungai. Tebing-tebingnya mengalami longsor pada sejumlah titik gundul.
Menuju hilir
Istilah milir merupakan istilah warga di hulu Batanghari untuk menyusur ke hilir. Penyusuran tim menggunakan rakit sepanjang 8 meter dan lebar 3 meter. Rakit dibangun dari batang-batang bambu dan tali rotan sebagai pengait.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tim Milir Berakit Sungai Batanghari mengayuhkan batang bambu agar rakit dapat melaju lebih cepat menuju hilir, Kamis (17/11/2022). Tanpa menggunakan bantuan mesin, rakit melaju pelan-pelan. Tim diperkirakan mencapai hilir dalam lima hari perjalanan.
Perjalanan yang digagas Yayasan Sahabat Sungai Batanghari itu dilatarbelakangi keinginan untuk mendata seberapa parah kondisi sungai dan memetakan upaya penyelamatannya. Jika penyelamatan dapat dilakukan, harapannya sungai dapat kembali menjadi sumber kehidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Pendiri Yayasan Sahabat Sungai Batanghari, Antony Zeidra (71), masih ingat di tahun 1960 hingga 1980-an, masyarakat masih mengandalkan rakit dan perahu sebagai transportasi. ”Untuk mengangkut beragam jenis komoditas ke hilir, warga di hulu memanfaatkan rakit karena bisa menampung banyak muatan,” kenangnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tim Milir Berakit Sungai Batanghari mengayuhkan batang bambu agar rakit dapat melaju lebih cepat menuju hilir, Kamis (17/11/2022). Tanpa menggunakan bantuan mesin, rakit melaju pelan-pelan. Tim diperkirakan mencapai hilir dalam lima hari perjalanan.
Pemanfaatan rakit juga disinggung naturalis William Marsden dalam bukunya berjudul The History of Sumatera. Ia ceritakan bagaimana komoditas dari hulu sungai didistribusikan ke hilir dengan menggunakan rakit. Rakit dibangun dari bambu-bambu besar dengan dilengkapi semacam panggung dari bilah-bilah bambu untuk menjaga muatan agar tetap kering.
Rakit didayung dari bagian anjungan dan juga buritan. Agar bisa melewati sungai yang arusnya deras, pengguna rakit memanfaatkan dayung berupa bilah datar besar yang dipasang dalam posisi seperti kruk. ”Mereka yang mendayung harus mengerahkan seluruh tenaga melewati sungai-sungai, terutama yang alirannya curam dan berliku-liku,” kata Marsden dalam bukunya.
Masih jernih
Di masa lalu, kenang Antony, rakit juga dipergunakan masyarakat untuk sekadar menyeberangi sungai. Saat itu, air sungai masih sangat jernih. Warga masih sepenuhnya menyandarkan kehidupan pada sungai. ”Kami masih bebas berenang-renang di sungai karena airnya jernih dan masih banyak ikannya,” tambah Antony.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Sampah bertebaran di permukaan Sungai Batanghari, Kamis (17/11/2022). Tim Masih rendahnya kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya serta mengolah sampah tepat guna, menyebabkan limpahan sampah bertebaran di perairan.
Hingga tahun 2002, saat pertama kalinya Hermanto mengarungi Sungai Batanghari menggunakan rakit menuju hilir, ia mulai mendapati adanya aktivitas tambang liar. Namun, saat itu, aktivitasnya belum semasif sekarang. Airnya belum sampai sekeruh saat ini.
Masyarakat tidak nyaman lagi melihat Batanghari menjadi seperti sekarang. (Haryanto)
Kondisi tercemarnya Sungai Batanghari sudah lama menjadi keprihatinan masyarakat Jambi. ”Risi setiap kali menatap sungai di bawah jembatan. Airnya keruh. Masyarakat tidak nyaman lagi melihat Batanghari menjadi seperti sekarang,” ujar Haryanto, warga Kelurahan Thehok, Jambi.
IRMA TAMBUNAN
Kondisi parah tambang emas liar menyebabkan kerusakan lingkungan di Sungai Limun dan sekitarnya, Kabupaten Sarolangun, Jambi, tampak lewat foto udara Google Earth, Jumat (8/1/2021).
IRMA TAMBUNAN
Lanskap penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Sarolangun, 2020, makin parah digerogoti tambang emas liar di sepanjang aliran hulu sungai. Tangkapan layar Google Earth.
Sejumlah pejabat negara yang berkunjung ke Jambi juga sempat menyinggung masalah itu. Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, sewaktu berkunjung ke Jambi tahun 2015. Seusai meresmikan Jembatan Pedestrian yang berdiri di atas sungai itu, Kalla sangat menyayangkan kondisi air sungai yang keruh. Padahal, jembatan itu digadang-gadang menjadi aset pariwisata baru bagi masyarakat Jambi.
Kalla menilai kekeruhan air Sungai Batanghari tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus segera diatasi.
Suasana di bawah Jembatan Pedestrian, Kota Jambi, Sabtu (16/5/2015).
Kebersihan sungai tidak hanya penting untuk mengatasi krisis air bersih masyarakat Jambi, melainkan juga berperan penting menarik kunjungan wisata ke Sungai Batanghari. Karena itu, Kalla meminta Pemerintah Provinsi Jambi membuat kebijakan untuk memulihkan kualitas air Sungai Batanghari hingga 10 tahun mendatang. Akan tetapi, hingga kini, pemulihan sungai yang diharapkan tak kunjung terwujud.
Ungkapan fisikawan dan penyair Oliver W Holmes ”Sungai lebih dari sekadar kemudahan, itu adalah harta karun” kini tampaknya sulit terwujud di Sungai Batanghari. Bukan tak mungkin sungai yang merupakan sumber harta karun itu berbalik mendatangkan bencana. Karena itu, mitigasi serius harus dimulai dari sekarang.