Tragedi Kanjuruhan tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga psikis. Hampir dua bulan, luka psikis itu masih terasa, khususnya pada anak-anak.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Hampir dua bulan, anak keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, belum bisa lepas dari trauma. Mereka kerap teringat kepergian orangtua ataupun sanak saudara yang meninggal dalam peristiwa kelam itu.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim Anwar Solihin, di sela-sela pemberian bantuan beasiswa kepada puluhan anak penyintas Tragedi Kanjuruhan di Malang, Rabu (23/11/2022), mengatakan, dampak psikis Tragedi Kanjuruhan terhadap anak-anak masih terasa. Padahal, peristiwa itu terjadi sekitar tujuh pekan lalu.
”Masih banyak anak yang sampai sekarang belum ingat apa-apa. Masih banyak anak, begitu diajak bicara, kemudian ingat (keluarganya yang meninggal) dan menangis,” kata Anwar.
Siang itu, LPA bersama kelompok perempuan dari salah satu partai politik memberikan beasiswa bagi 38 anak terdampak Tragedi Kanjuruhan. Mereka mendapatkan dana belajar total Rp 10 juta per anak yang diberikan tiap bulan selama tiga tahun.
Menurut Anwar, pihaknya masih berupaya mencegah penyintas tidak mengingat lagi peristiwa itu. Namun, semua bukan perkara mudah. Anak-anak masih sulit melupakan ingatan pada anggota keluarganya yang telah pergi.
”Jadi, pendekatannya harus pelan-pelan. Kalau perlu parenting, pengasuhannya seperti apa? Pengasuhan dari orangtua yang tepat seperti apa? Masing-masing anak berbeda,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, penanganan terhadap penyintas harus berkelanjutan. Di samping kebutuhan melanjutkan pendidikan, dibutuhkan juga pendampingan mencegah trauma. Hal itu termasuk di antaranya seputar persoalan yang selama ini dihadapi.
Anwar mengatakan, KPA Jatim sudah memiliki pendamping bagi 38 anak. Ke depan, jumlah anak yang mendapat pendampingan akan ditambah. Namun, jumlahnya belum pasti. Selain menunggu pendanaan, data tentang anak penyintas di luar Malang masih minim.
M Subhan (47), warga Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, menuturkan, anak ketiganya masih trauma setelah kehilangan salah satu kakaknya. Setelah kejadian Kanjuruhan, anak itu hanya mau tidur dengan Subhan dan istrinya.
Subhan kehilangan anak pertamanya, M Ilham Sabilillah (18), dalam Tragedi Kanjuruhan. Sejauh ini, semua bantuan dari pemerintah sudah dia terima. Salah satunya bantuan presiden senilai Rp 50 juta.
”Yang masih saya tuntut saat ini adalah keadilan. Pelakunya harus dihukum,” ucapnya.