Budaya Spiritual dan Permainan Tradisional Dikembangkan di Borobudur
Budaya spiritual dan permainan tradisional di desa dikembangkan menjadi daya tarik wisata baru di kawasan Borobudur. Wisata baru ini diharapkan dapat memecah keramaian yang selama ini hanya terpusat di kawasan candi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Budaya spiritual dan permainan tradisional akan dikembangkan menjadi daya tarik wisata baru di desa-desa di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pengembangan obyek kunjungan baru tersebut diharapkan dapat membantu menyebarkan keramaian kunjungan wisatawan yang selama ini lebih banyak terpusat atau terkonsentrasi di kawasan Candi Borobudur.
”Dengan kekayaan potensi budayanya, desa-desa diharapkan dapat tumbuh menjadi wisata penyangga, pendukung bagi keramaian kunjungan ke Candi Borobudur,” ujar Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Sjamsul Hadi, di Kabupaten Magelang, Senin (21/11/2022). Sjamsul hadir dalam acara penyerahan hasil pengembangan dan pemanfaatan budaya spiritual dan dolanan kerakyatan di kawasan Borobudur dan rencana tindak lanjut di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Seiring dengan adanya rencana pembatasan kunjungan di bangunan Candi Borobudur, lanjut Sjamsul, desa-desa di kawasan Borobudur berikut dengan budaya spiritual dan permainan tradisionalnya akan berpeluang menerima wisatawan dalam jumlah tak terbatas.
Selama dua tahun terakhir, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melibatkan warga setempat, yang ditunjuk sebagai penggerak dan pendamping desa, untuk intens melakukan kegiatan temu kenali atau penggalian kekayaan budaya desa. Dari kegiatan tersebut, ditemukan 601 ragam budaya spiritual dan 196 permainan tradisional. Semua hasil eksplorasi tersebut telah didata dan didokumentasikan dalam tiga buah buku.
Kini, rangkuman data dalam tiga buku tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Magelang sebagai dasar untuk rencana pengembangan yang akan dilakukan pemerintah di tahap selanjutnya.
Panji Kusumah, pendiri komunitas Eksotika Desa, mengatakan, proses penggalian budaya spiritual dan permainan tradisional tidak mudah dilakukan karena sebagian di antaranya sudah tidak lagi dilakukan atau dimainkan. Misalnya, tahun lalu, ditemukan sebanyak 70 permainan tradisional. Namun, dalam perkembangannya, tahun ini jumlahnya bertambah menjadi 196 permainan.
Ditemukan 601 ragam budaya spiritual dan 196 permainan tradisional.
Proses akurasi permainan pun tidak mudah karena harus terlebih dahulu dipraktikkan dan baru, setelah itu, para sesepuh desa yang melihat kemudian memberikan masukan. ”Permainan baru terasa lengkap dimainkan ketika akhirnya kami mendapatkan masukan dari beberapa sesepuh di desa,” ujarnya.
Setelah permainan lengkap, sejumlah permainan juga dimainkan di sekolah sebagai bagian dari program Merdeka Belajar. Proses temu kenali potensi desa itu melibatkan Komunitas Eksotika Desa.
Andiansyah, salah seorang penggerak desa, mengatakan, salah satu kendala dalam pengembangan budaya desa sebagai daya tarik wisata adalah kalangan warga desa sendiri yang saat ini kurang mengenal ataupun mencintai budaya warisan leluhur. ”Banyak warga, terutama kalangan muda, lebih terbiasa dengan budaya modern dan gadget,” ujarnya.
Karena itu, menggerakkan warga agar mau terlibat dalam pengembangan budaya desa sebagai wisata tidaklah mudah. Menurut dia, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengintensifkan sosialisasi. Sosialisasi menekankan bahwa wisata nantinya akan berdampak baik, dan menambah pemasukan desa. “Biasanya, warga baru akan semangat ketika kami menjelaskan bahwa wisata akan turut berdampak positif pada perekonomian warga,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Magelang Slamet Achmad Husein mengatakan, pihaknya siap menerima hasil dari kegiatan temu kenali dan akan segera menindaklanjutinya dengan melakukan pendampingan warga. Pemkab akan membantu warga untuk menyempurnakan pengemasan budaya menjadi aset wisata.