Bawaslu: Papua Tengah dan Papua Pegunungan Paling Rawan Gangguan Pemilu
Bawaslu menyusun data Indeks Kerawanan Pemilu di Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Berdasar pengalaman sebelumnya, Papua Tengah dan Papua Pegunungan diperkirakan paling rawan gangguan saat pemilu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu menyusun data Indeks Kerawanan Pemilu di Papua dan tiga provinsi baru, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan diperkirakan paling rawan gangguan saat pelaksanaan pemilu.
Hal ini disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Niko Tunjanan di sela-sela kegiatan Bimbingan Teknis Pengawasan Pemilu Serentak Tahun 2024 di Jayapura, Jumat (18/11/2022).
Kegiatan ini diikuti jajaran Bawaslu di 28 kabupaten dan 1 kota dari Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Narasumber dalam kegiatan itu berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua, Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Bencana Daerah Papua, serta Bawaslu Papua.
Niko memaparkan, pengumpulan data untuk menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di empat provinsi ini dilakukan sejak 19 Oktober hingga 26 November 2022. Terdapat empat dimensi utama dalam menyusun IKP, yakni konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
”Bawaslu Papua melaksanakan penyusunan IKP hingga empat provinsi karena belum terlaksana seleksi komisioner Bawaslu di Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Total sebanyak 61 indikator dalam penyusunan IKP dalam pemilu tahun 2024,” kata Niko.
Ia menuturkan, wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan diprediksi paling rawan gangguan dalam pelaksanaan pemilu. Sebab, di dua wilayah itu sering kali terjadi pelanggaran pemilu yang memicu terjadinya gangguan keamanan dan pemungutan suara terpaksa diulang kembali. Masalah lainnya adalah mobilisasi massa dari kandidat kepala daerah tertentu untuk mengintimidasi penyelenggara pemilu.
Kasus semacam itu pernah terjadi di Kabupaten Yalimo yang kini masuk wilayah Papua Pegunungan dan Kabupaten Nabire yang masuk Papua Tengah. Pada 29 Juni 2021, Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Erdi Dabi sebagai calon Bupati Yalimo karena masih berstatus bekas terpidana.
Putusan ini memicu kerusuhan di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo. Ratusan pendukung Erdi diduga membakar 34 bangunan kantor pemerintah serta 126 rumah dan kios warga. Massa juga membakar empat kendaraan roda empat dan 115 sepeda motor. Total kerugian akibat peristiwa itu mencapai Rp 324 miliar.
Sebelumnya, pada 19 Maret 2021, Mahkamah Konstitusi memutuskan pemungutan suara ulang di Kabupaten Nabire karena menilai hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak sah. Hal ini disebabkan jumlah daftar pemilih tetap, yakni 178.545 pemilih, ternyata melebihi jumlah penduduk Nabire yang berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per 30 Juni 2020 tercatat 172.190 jiwa.
”Salah satu masalah yang harus teridentifikasi dalam penyusunan IKP adalah kinerja penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas. Hal inilah yang memicu terjadinya pelanggaran pemilu dan berdampak pada gangguan keamanan di daerah tersebut,” tutur Niko.
Wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan diprediksi paling rawan gangguan dalam pelaksanaan pemilu.
Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat Bawaslu Papua Ronald Manoach menambahkan, salah satu masalah yang rawan terjadi dalam penyelenggaraan pemilu adalah minimnya perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik di Papua yang belum mencapai 50 persen. Padahal, dalam Pemilu 2024, tidak diberlakukan lagi penggunaan surat keterangan bagi pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik.
”Penyusun IKP menjadi panduan bagi lembaga penyelenggara pemilu dan berbagai pihak terkait untuk mengatasi berbagai masalah seperti minimnya perekaman KTP elektronik. Diperlukan sinergi berbagai pihak demi menyelamatkan suara masyarakat Papua dalam pemilu," tambah Ronald.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faisal Ramadhani mengatakan, pihaknya akan bersinergi dengan Bawaslu untuk menyiapkan informasi tentang daerah yang rawan gangguan keamanan di Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
Ketua KPU Papua Diana Simbiak mengatakan, tantangan terbesar dalam pelaksanaan Pemilu 2024 di Papua dan tiga provinsi lainnya adalah penyiapan data jumlah pemilih dan partisipasi pemilih. Hal ini disebabkan masih banyak warga yang belum memiliki dokumen kependudukan seperti KTP elektronik.
Hingga bulan September tahun 2022, jumlah wajib melakukan perekaman KTP elektronik di Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan sebanyak 3.329.605 orang. Namun, warga yang telah melaksanakan perekaman KTP elektronik baru 1.499.170 orang atau 45,03 persen.
”Kami berharap dengan penyusunan IKP dapat mengungkap potensi masalah seperti perekaman KTP elektronik yang masih rendah di 28 kabupaten dan satu kota. Tujuannya agar masalah tersebut segera ditindaklanjuti dengan program perekaman KTP elektronik yang masif,” tutur Diana.