Menteri ATR/BPN Sebut Akan Menggebuk Mafia Tanah di Sumut
Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mempercepat pendaftaran tanah sistematis lengkap di Sumut untuk menekan konflik agraria. Hadi menyebut akan memberantas mafia tanah di Sumut.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto mempercepat program pendaftaran tanah sistematis lengkap di Sumatera Utara. Hal itu untuk menekan konflik agraria yang sangat banyak di daerah itu.
”Mafia tanah yang ingin mengambil tanah milik warga jangan coba-coba. Menteri, gubernur, dan wali kota akan ngejar dan gebuk. Rakyat harus merasakan kehadiran negara melalui pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL),” kata Hadi seusai membagikan sertifikat hak milik kepada warga di Medan, Sumatera Utara, Kamis (17/11/2022).
Hadi membagikan langsung SHM kepada warga di Gang Trenggono, Kelurahan Medan Tenggara. Ia yang didampingi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Wali Kota Medan Bobby A Nasution menanyakan apakah warga dikutip biaya atau tidak. Warga yang ditemuinya pun menyebut mendapat sertifikat hak milik (SHM) secara gratis.
Hadi mengatakan, pemberantasan mafia tanah dan penyelesaian konflik agraria antara lain bisa diselesaikan dengan program PTSL. Karena itu, Kementerian ATR/BPN bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan berbagai cara untuk percepatan PTSL.
Pemerintah Kota Medan, misalnya, menggratiskan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Hadi pun berharap pemerintah daerah lainnya juga melaksanakan program itu untuk percepatan PTSL.
Hadi pun meminta agar Sumut segera memiliki peta lengkap pertanahan. Ia mencontohkan Kelurahan Medan Tenggara yang sudah membagikan 3.900 SHM dari target 4.000 SHM. Ia meminta akhir November ini Medan Tenggara menjadi kelurahan yang memiliki peta lengkap.
Secara nasional, kata Hadi, PTSL menargetkan pendaftaran 126 juta bidang tanah. Hingga kini, sudah terdaftar 100 juta peta bidang, sebanyak 82,5 juta di antaranya sudah memiliki sertifikat hak pakai.
Suartini (50), warga Kelurahan Medan Tenggara, mengatakan, ia mengurus SHM tanahnya setelah ada petugas yang menyebut ada program gratis dari pemerintah. Setelah 6 bulan mengajukan permohonan, ia mendapat SHM atas lahan seluas 154 persegi. Ia tidak menghadapi kendala berarti untuk mengurus sertifikat tanahnya, tetapi waktunya saja yang terlalu lama.
”Sudah 20 tahun kami menempati lahan ini dengan alas hak surat keputusan camat. Kami akhirnya mengurus SHM setelah disebut petugas ada program gratis,” katanya.
Edy mengatakan, PTSL adalah salah satu cara mengurangi konflik agraria di Sumut. Ia menyebut, Sumut menjadi provinsi dengan konflik agraria terbesar di Indonesia.
”Konflik agraria di Sumut menjadi konsentrasi Presiden. Sumut terbesar kasus agrarianya di Indonesia. Ini harus diurai, salah satunya dengan kemudahan (mendapat SHM) ini,” kata Edy.
Edy mengatakan, salah satu konflik agraria terbesar yang sudah berlarut-larut di Sumut adalah konflik lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II seluas 5.873,06 hektar. HGU yang berada di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan Kota Binjai itu tidak diperpanjang sejak tahun 2000 dan diserahkan penggunaan peruntukannya kepada Gubernur Sumut.
Kasus lainnya adalah konflik lahan antara warga Desa Simalingkar A dan Desa Sei Mencirim, Kabupaten Deli Serdang, dengan PTPN II.
Selain itu, ada konflik lahan warga Sarirejo di Kecamatan Medan Polonia dengan Pangkalan Udara Soewondo.
Ada juga konflik masyarakat adat di kawasan Danau Toba dengan perusahaan hutan tanaman industri.
”Ini semuanya akan kami diskusikan, termasuk bekas HGU PTPN II, Sarirejo, dan semuanya,” kata Edy.