"Fine Robusta" Kopi Lokal Andalan NTB
Selain luas lahan, produski kopi robusta NTB jauh lebih banyak dibanding arabika. Robusta diyakini bisa menjadi masa depan kopi lokal andalan Nusa Tenggara Barat.

Direktur Tuwa Kawa Coffee and Roastery Mujiburrahman (50), memasukkan biji kopi ke dalam mesin roasting di kedainya di Kawasan Jalan Gunung Kerinci, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (15/11/2022) lalu.
Hingga saat ini, kopi Nusa Tenggara Barat, belum masuk peta kopi nasional. Padahal, daerah itu punya potensi besar untuk bisa satu level dengan daerah-daerah pemasok kopi terbesar di Indonesia. Tidak mudah untuk sampai kesana, tetapi semangat itu kini mulai ditumbuhkan oleh kedai kopi di Kota Mataram.
Waktu menunjukkan pukul 12.00 Wita ketika Mujiburrahman (50), menghidupkan lampu ruang roasting atau tempat menyangrai kopi di Tuwa Kawa Coffee and Roastery di Jalan Gunung Kerinci, Dasan Agung Baru, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Selasa (15/11/2022).
Di ruangan berukuran sekitar empat meter kali lima meter itu, ada mesin roasting besar berkapasitas maksimal lima kilogram. Berbagai bahan dan peralatan lain untuk kegiatan roasting diletakkan di sekitar mesin itu. Termasuk karung-karung berisi green bean atau biji kopi mentah.
Mujiburrahman kemudian menghidupkan mesin roasting. Lalu ia menunggu sekitar 40 menit sampai suhu mesin mencapai angka untuk memulai proses roasting. Di awal, ia memasukkan tiga kilogram biji kopi arabika mentah ke corong pada bagian atas mesin. Biji kopi itu berasal dari daerah Punik, Batudulang, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa.

Hasil kopi yang telah disangrai seperti terlihat di Tuwa Kawa Coffee and Roastery di kawasan Jalan Gunung Kerinci, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (15/11/2022) lalu.
Setelah itu, ia melihat ke layar laptop yang terhubung ke mesin. Di sana, ada aplikasi dengan info grafis proses roasting termasuk suhu, dan kontrol untuk setiap tahap. Begitu grafis menunjukkan suhu 170 derajat, biji kopi di corong mulai masuk ke dalam mesin roasting.
Selanjutnya, ada tiga fase harus dilewati dalam waktu sekitar 9-14 menit. Mulai dari persiapan hingga pelepasan asam. Di fase persiapan ada proses dehidrasi atau pembuangan kandungan air bebas pada suhu didih. Suhu disesuaikan dengan densitas atau massa jenis kopi.
Sedangkan di fase berikutnya ada pengembangan tingkat manis atau karamelisasi. Proses ini ditandai dengan warna kopi yang berwarna kuning. “Di fase ini, kita menentukan cita rasa pahit, manis, asemya seperti apa,” kata Mujiburrahman.
Lalu setelah itu, masuk fase first crack atau pecah pertama yang menandai kopi mau masak. Di fase ini, proses menentukan tingkat masak kopi misalnya tingkat medium, medium to dark, atau dark. “Itu tergantung permintaan konsumen,” kata Habiburrahman.
Visi besar kami, adalah menjadi satu perusahaan yang bisa memasok kopi NTB secara nasional maupun internasional

Proses roasting seperti terlihat di Tuwa Kawa Coffee and Roastery di kawasan Jalan Gunung Kerinci, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (15/11/2022) lalu.
Seusai proses terakhir, kopi kemudian dikeluarkan dari mesin roasting. Prosesnya tidak langsung selesai. Mujiburrahman masih harus melakukan pendinginan terlebih dahulu sebelum ke tempat penampungan terakhir. Juga proses sortir untuk memeriksa biji kopi yang tidak matang atau hangus. Setelah itu, ada proses resting (waktu istirahat kopi setelah roasting sebelum diolah menjadi bubuk).
Proses yang dilewati Mujiburrahman siang itu memang rumit dan menuntut ketelitian. Tetapi Direktur Tuwa Kawa Coffee and Roastery itu, terlihat antusias dan menikmatinya. Apalagi, apa yang dilakukannya memang sesuai dengan niat awal lahirnya kedai kopi di pusat kota Mataram itu.
“Semua berangkat dari kegalauan akan masa depan kopi daerah sendiri. Sehingga visi besar kami, adalah menjadi satu perusahaan yang bisa memasok kopi NTB secara nasional maupun internasional,” kata Mujiburrahman.
Mujiburrahman mengatakan, hingga saat ini, kopi NTB belum masuk ke dalam peta kopi nasional. Padahal secara potensi, tidak kalah dengan daerah-daerah yang mengekspor kopi seperti Lampung, Sumatera Utara, Jawa Timur, Aceh, dan Jawa Tengah.
Baca juga : Kemurahan Hati Warung Burjo Yogyakarta

Tumpukan karung berisi biji kopi di Tuwa Kawa Coffee and Roastery di Kawasan Jalan Gunung Kerinci, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (15/11/2022) lalu. Tuwa Kawa menjadi salah satu kedai kopi di Mataram yang fokus menjual kopi-kopi lokal NTB.
Meski tidak mudah, menurut Mujiburrahman, tapi ia optimistis hal itu bisa dicapai. Maka sejak berdiri pada awal 2020 lalu, Tuwa Kawa Coffee and Roastery memantapkan diri menjadi kedai kopi yang hanya menyediakan kopi lokal NTB. Baik untuk tamu yang datang ke kedai mereka di Mataram maupun Cibubur, Jakarta Timur.
“Setelah di Mataram, kami juga membuka kedai di Cibubur. Konsepnya sama. Semua menu kopi menggunakan kopi lokal NTB,” kata Mujiburrahman.
Selain untuk tamu yang datang, mereka juga memasok kopi untuk sejumlah kedai kopi di Mataram. Termasuk mengirimkannya ke penikmat kopi di berbagai daerah.
Tuwa Kawa bukan satu-satunya kedai kopi di Mataram yang memberi tempat bagi kopi lokal NTB. Ada juga Acibara Coffee di kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan Rota Kopi Roaster di Jalan Catur Warga. Seperti Tuwa Kawa, kedua kedai kopi itu juga memiliki roastery dengan fokus kopi lokal NTB.

Kopi robusta Sembalun yang telah dikemas oleh Acibara Coffee pada Kamis (20/10/2022) lalu.
Pemilik Acibara Coffee Ibnu Sofyan (28) mengatakan, mereka memiliki alat sangrai kopi dengan memaksimalkan bahan kopi NTB. Terutama robusta.
“Arabika, misalnya dari Sembalun, stoknya terbatas. Apalagi banyak yang rusak karena cuaca. Harganya juga mahal, bisa mencapai Rp 150.000 per kilogram. Tahun ini, saya bahkan tidak dapat arabika,” kata Ibnu.
Meski demikian, kondisi itu tidak membuat Ibnu kehilangan semangat untuk memberi tempat bagi kopi lokal NTB di kedainya. “Arabika susah, jadi kami mengejar robusta,” kata Ibnu.
Agar tidak kalah dengan cita rasa kopi arabika, Acibara Coffee juga mencoba teknik extended permentation atau permentasi yang dipanjangkan. “Rasanya sangat memuaskan. Saat perfementasi, kami bisa memunculkan misalnya rasa nangka,” kata Ibnu.
Baca juga : Kebebasan Ekspresi Seni Kaum Muda Manado

Kopi yang telah disangrai di Tuwa Kawa Coffee and Roastery di Jalan Gunung Kerinci, Dasan Agung Baru, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Selasa (15/11/2022).
Menurut Ibnu, peluang bagi kopi NTB, terutama robusta lebih besar dibanding arabika. Sehingga mereka memutuskan fokus di sana. Selain karena stoknya banyak, harganya juga lebih murah.
Fahim Aufa (26), pemilik Rota Kopi Roster menambahkan, roasting di tempatnya mulai berjalan sejak 2021 lalu. Selain kopi luar, mereka juga menyangrai kopi asal NTB terutama robusta. Seperti Ibnu, menurut Fahim robusta lebih banyak stok dibandingkan arabika.
“Kami pernah coba kopi arabika Sembalun. Permintaannya tinggi. Tetapi karena stoknya sangat terbatas, jadi kewalahan. Kami pernah coba kerjasama dengan petani arabika di sana, tetapi dapatnya hanya tiga kilo setahun,” kata Fahim.
Menurut Fahim, selain kopi dari luar, mereka akhirnya menyetok kopi robusta NTB yang juga pasarnya bagus. Tidak hanya untuk kebutuhan kedai, tetapi dikemas untuk dijual sebagai oleh-oleh. Misalnya kopi asal Rempek, Lombok Utara. Saat ini, mereka tengah menunggu panen berikutnya dari desa itu.

Barista menyajikan pesanan kopi untuk pengunjung di Kedai Kopi Tuwa Kawa Coffee and Roastery di Kawasan Jalan Gunung Kerinci, Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa (15/11/2022) lalu.
“Kami juga rencana akan melihat potensi robusta di Sumbawa. Harus terjun langsung sehingga bisa bertemu dan mendapat cerita dari petani. Itu yang kami bawa ke kedai sebagai cerita yang disampaikan ke tamu. Rata-rata mereka senang dengan itu,” kata Fahim.
Masa depan
Penasehat Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) NTB yang juga Konsultan Digital Bussiness Intelegent (DBI) bidang Kopi Giri Arnawa, menjelaskan, perkebunan kopi robusta jauh lebih banyak dibandingkan arabika.
Di Lombok, perkebunan kopi robusta ada di Sajang (Lombok Timur), Rempek (Lombok Utara), Batu Kliang Utara (Lombok Tengah), dan Timbanuh-Tete Batu (Lombok Timur). Sementara di Pulau Sumbawa, antara lain berada di Tepal, Punik, Baturotok (Sumbawa), Rarak (Sumbawa Barat), dan Oi Bura (Tambora, Bima). Adapun kopi arabika di Sajang-Sembalun (Lombok Timur), Sapit (Lombok Timur), Punik (Sumbawa), dan Oi Bura (Tambora, Bima).
Menurut Data Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, pada 2021, luas area tanam kopi robusta di NTB sebanyak 11.286,77 hektar dengan 13.015 petani. Produksinya mencapai 5.462,01 ton. Sementara untuk arabika pada lahan seluas 2.498 hektar yang dikelola 2.681 petani. Produksi arabika di NTB pada 2021 sebanyak 865,69 hektar.
Jadi masa depan kopi NTB ada di robusta. Ketika ketersediaan kopi arabika di NTB sedikit, maka yang bisa dilakukan adalah mendorong fine robusta dengan sentuhan inovasi di hulu

Data luas tanam dan produksi kopi di NTB
“Jadi masa depan kopi NTB ada di robusta. Ketika ketersediaan kopi arabika di NTB sedikit, maka yang bisa dilakukan adalah mendorong fine robusta (cita rasa premium atau unggulan pada robusta) dengan sentuhan inovasi di hulu,” kata Giri.
Produksi robusta setiap tahun bisa menutupi kebutuhan lokal. Baik untuk kebutuhan kedai kopi dan usaha terkait lain. Termasuk home browing atau menyeduh kopi sendiri di rumah yang diprediksikan menjadi tren dan gelombang kopi berikutnya.
Menjawab kebutuhan itu, menurut Giri, tidak hanya kuantitas, kualitasnya juga harus dipastikan terjaga. Terutama di hulu dengan meningkatkan pengetahuan petani tentang budidaya, juga ketersedian alat panen dan pascapanen yang sesuai.
Jika berbicara hulu, maka menjadi tugas pemerintah. Selain karena memiliki kebijakan, juga pendanaan. Selama ini, justru program-program pemerintah daerah untuk menyentuh petani menurut Giri tidak tepat.

Kopi yang telah dikemas produksi Dusun Kumbi, Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, seperti terlihat Kamis (5/5/2022).
Misalnya memberi peralatan roasting kepada petani. Keputusan itu justru bisa mengacaukan bahkan mengancam potensi usaha kopi hingga hilir. Hal itu karena prosesnya telah selesai di hulu. “Petani harusnya diberi bantuaun sesuai kebutuhan. Alat jemur, mesin pengupas, mesin pencuci, itu yang dibutuhkan,” kata Mujiburrahman.
Peluang
Tidak hanya untuk kebutuhan lokal dan dalam negeri, jika dikembangkan baik, para pelaku usaha optimistis kopi lokal NTB bisa untuk pasar ekspor.
Menurut Mujiburrahman, industrialisasi kopi di NTB telah ada sejak jaman kolonial sekitar tahun 1840. Itu terlihat dari sisa-sisa kebun kopi di Tambora. Artinya, kopi di NTB sudah lama dikenal, bahkan hingga ke Eropa.
Hanya saja, untuk saat ini, kata Mujiburrahman, fokus harusnya bisa mulai dari pasar lokal yang juga besar. Pemerintah bisa memainkan peran dengan mendorong badan usaha milik desa di desa-desa penghasil kopi untuk memaksimalkan produksi dan kualitas.

Kopi robusta produksi Dusun Kumbi, Desa Pakuan, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, seperti terlihat Kamis (5/5/2022).
Sejalan dengan itu, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan kedai kopi di NTB harus menjadikan kopi lokal NTB sebagai menu utama. Termasuk kantor-kantor, hotel, dan lainnya.
“Ketika petani kopi sudah tidak mau menanam kopi, mereka akan beralih ke komoditi lain. Lalu ketika kedai kopi bertambah, mereka akan mendatangkan kopi dari luar,” kata Mujiburrahman.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB H Rifai mengatakan, pemerintah provinsi memberi perhatian pada kopi lokal NTB. Sejumlah strategi peningkatan produksi dan produktivitas diambil.
Menurut Rifai, untuk jangka pendek, dengan melakukan intensifikasi tanaman melalui pemangkasan, pemupukan, dan gerakan pengendalian organisasi pengganggu tumbuhan. Sedangkan jangka menengah, adalah peremajaan tanaman bagi tanaman dan kebun yang kurang produktif.
“Adapun jangka panjang dengan memperluas area tanam menggunakan varietas unggul,” kata Rifai.

Produk kopi Sajang, Sembalun, Lombok Timur ditampilkan Temu Bisnis Produk Unggul UMKM Hasil Pembinaan Pendampingan Ekonomi Masyarakat Terdampak Gempa Bumi di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/7/2020).
Menurut Rifai, pada 2023, akan ada perluasan area tanam kopi di NTB seluas 300 hektar dengan pembiayaan dari APBN. Perluasan akan dilakukan di tiga kabupaten. yakni Sumbawa untuk kopi arabika seluas 100 hektar serta Dompu dan Bima masing-masing 100 hektar untuk robusta.
Dukungan semua pihak bagi kopi lokal sangat diperlukan. Baik pemerintah, serta semua pihak terkait dari hulu hingga ke hilir. Dengan begitu, kopi NTB akan jadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Sehingga ketika orang baru turun dari pesawat saat tiba di NTB, makan dalam pikirin mereka bukan hanya mencicipi ayam taliwang, pelecing kangkung, madu sumbawa, hingga kudu liar. Melainkan juga menikmati kopi lokal NTB.
Baca juga : Geliat Kota