Tren Kasus Gangguan Ginjal Akut pada Anak di Sumbar Mulai Menurun
Tren kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak di Sumatera Barat mulai menurun. Namun, kewaspadaan tetap tinggi. Tidak semua anak yang mengalami gangguan ginjal mengonsumsi obat sirop yang tercemar EG dan DEG.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Tren kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak di Sumatera Barat mulai menurun. Walakin, pemangku kebijakan sektor kesehatan di provinsi ini tetap waspada. Sementara itu, pemerintah didorong segera memastikan pemicu penyakit ini.
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Lila Yanwar, Jumat (11/11/2022), mengatakan, hingga sekarang kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak yang ditangani di Sumbar sebanyak 27 kasus. Lima pasien di antaranya merupakan pasien rujukan dari Provinsi Jambi.
Dari total 27 kasus itu, kata Lila, 16 anak di antaranya meninggal (59,26 persen), yaitu 14 warga Sumbar dan 2 warga Jambi. Sementara 9 pasien sembuh, 1 pasien pulang atas permintaan sendiri, dan 1 pasien lainnya masih dirawat di RSUP Dr M Djamil Padang.
”Progresivitas terjadi pada Agustus dan September, kasus naik signifikan. Pada bulan ini, kasus agak berkurang. Meski demikian, tingkat kewaspadaan di Sumbar tetap optimal,” kata Lila dalam webinar ”Problematika Layanan Kesehatan: Kasus Gagal Ginjal Anak di Sumbar” yang diadakan Ombudsman Sumbar.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar dalam paparan Lila menyebutkan, khusus untuk Sumbar, kasus tercatat sejak Juli sebanyak dua kasus. Selanjutnya, kasus melonjak, yaitu Agustus 8 kasus, September 6 kasus, dan Oktober 6 kasus. Untuk November, belum ada kasus tercatat.
Kasus tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar. Kasus paling banyak ditemukan di Agam sebanyak 4 orang, Padang 3 orang, serta Tanah Datar, Limapuluh Kota, Payakumbuh, dan Bukittinggi masing-masing 2 orang. Belum ada temuan kasus di Pesisir Selatan, Solok Selatan, Dharmasraya, Pasaman Barat, Kota Solok, dan Sawahlunto.
”Sekarang ada 1 anak dirawat. Sementara itu, pagi kemarin, ada 1 anak meninggal dari Sijunjung yang saat datang ke RSUP Dr M Djamil sudah dalam keadaan terminal,” ujarnya.
Lila menambahkan, sejauh ini penyebab kasus belum dapat disimpulkan karena masih dalam penyelidikan. Hasil pemeriksaan sampel berbeda-beda, tidak semua anak yang mengalami gangguan ginjal akut mengonsumsi obat sirop tercemar EG dan DEG.
”Kami sebagai orang medis tentunya harus berbasis bukti. Ini yang membuat kami hati-hati memberikan pernyataan ke media,” katanya.
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Padang Abdul Rahim dalam webinar mengatakan, balai mengawal proses penarikan obat yang dicabut izin edarnya oleh BPOM pusat karena mengandung EG dan DEG. Hingga Jumat ini, petugas masih turun ke lapangan.
Abdul menyebutkan, data sementara, setidaknya ada 300.000 botol obat sirop yang dipasok dan beredar di Sumbar sejak Januari 2022. Dari jumlah itu, terisasa sekitar 70.000 dan ditarik peredarannya.
”Semua terkonfirmasi. Tapi memang ada yang sudah dikembalikan ke PBF-nya (pedagang besar farmasi), ada yang masih di apotek menunggu ditarik distributor,” kata Abdul.
Abdul berharap dinkes dan puskesmas setempat tetap bekerja sama dengan BPOM dalam mengawal penarikan obat tersebut karena terbatasnya petugas balai. ”Semuanya harus bekerja sama untuk memastikan tidak ada lagi pedagang yang menjual,” ujarnya.
Hasil pemeriksaan sampel berbeda-beda, tidak semua anak yang mengalami gangguan ginjal akut mengonsumsi obat sirop tercemar EG dan DEG.
Dosen ilmu hukum dan kesehatan Universitas Andalas, Siska Elvandari, mengatakan, Kementerian Kesehatan dan BPOM harus bisa memastikan penyebab penyakit ini. Apabila penyebab utamanya karena cemaran senyawa kimia, perlu dilakukan penyelidikan lanjutan. ”Investigasi lebih lanjut, apakah karena kelalaian, ketidaksengajaan, atau perubahan bahan baku (obat),” kata Siska.
Penegakan hukum, kata Siska, juga mesti dilakukan. Sebab, kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak ini menimbulkan banyak korban jiwa. ”Nyawa tidak bisa terukur. Sandingkan dengan tujuan hukum pidana, yakni memberikan perlindungan terhadap kesehatan dan nyawa masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumbar Syaharman Zanhar mengusulkan kepada BPOM agar produsen obat sirop tercemar EG dan DEG memberikan uang duka kepada korban meninggal.
”Setidaknya produsen harus menunjukkan simpatinya, misalnya dengan memberikan uang duka kepada korban, akibat mengonsumsi obat yang mereka produksi,” kata Syaharman.
Syaharman juga mendorong Dinkes Sumbar dan Balai Besar POM Sumbar memberdayakan humas di kantor masing-masing. Tidak hanya jurnalis, YLKI juga kesulitan untuk mendapatkan data, termasuk data kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak.