Tambang Ilegal Masih Marak di Kaltim, Usut Sampai Akarnya
Tambang batubara ilegal adalah mata rantai bisnis, yakni ada pemodal, pemasok alat, keamanan, sampai yang membeli batubara. Masyarakat meminta itu semua diusut.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Tambang batubara tanpa izin masih marak di Kalimantan Timur. Masyarakat berharap polisi memproses hukum sampai ke akarnya dan memutus rantai bisnisnya.
Baru-baru ini, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur merilis penangkapan dua orang yang terlibat tambang batubara tak berizin atau ilegal di Kelurahan Jonggon, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Kelompok ini sudah mengeruk lahan 20 hektar milik warga hanya dalam beberapa bulan.
Semula, pada Jumat (4/11/2022) polisi mengamankan 1.000 metrik ton dengan tiga alat berat dan 12 pekerja di lapangan. Setelah pemeriksaan, polisi menetapkan dua tersangka.
”Mereka sebagai pemainnya, berinisial J dan H. Yang lain hanya disuruh bekerja saja, ada yang sopir dan lainnya,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim Komisaris Besar Indra Lutrianto Amstono dalam keterangan tertulis, Kamis (10/11).
Dari kedua tersangka itu, polisi sudah mengantongi nama pemodal tambang tak berizin itu. Penyelidikan terus dilakukan sekaigus mengejar dan menangkap pemodal tambang tersebut.
Jauh sebelum kasus tersebut, Polda Kaltim juga menghentikan tambang ilegal di Desa Makarti, Kilometer 82, Kecamatan Marang Kayu, Kutai Kartanegara, pada Maret 2022. Direkrorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim telah menyerahkan dua tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara pada 9 November lalu.
Para tersangka dalam dua kasus itu dikenai beberapa pasal. Satu pasal yang sama dikenakan kepada tersangka di dua kasus tersebut, yakni Pasal 158 UU Minerba dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 miliar.
Bukan barang baru
Kasus tambang tak berizin atau tambang ilegal bukan sesuatu yang baru di Kaltim. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mencatat, terdapat 151 titik aktivitas tambang ilegal di seluruh Kaltim. Kendati demikian, hanya tiga kasus yang mereka pantau sedang dalam proses hukum hingga saat ini.
Kepada Kompas, Jatam Kaltim berkali-kali menyatakan, tambang ilegal perlu diusut menyeluruh, bukan hanya pekerja yang menambang. Sebab, tambang batubara ilegal adalah mata rantai bisnis, yakni ada pemodal, pemasok alat, keamanan, sampai yang membeli batubara.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Samarinda Fathul Huda Wiyashadi menyatakan, pihaknya bersama Jatam Kaltim telah melaporkan banyak kasus tambang ilegal sejak 2018. Namun, hingga saat ini, belum ada yang diproses tuntas hingga ke persidangan. ”Padahal, kejahatan ini merugikan negara dan warga,” kata Fathul.
Kerugian itu berupa uang dari hasil penambangan ilegal tidak masuk ke negara melalui pajak. Selain itu, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan amat berat lantaran para petambang ilegal ini mengeruk lahan tanpa mereklamasinya kembali. Tutupan hijau jelas berkurang.
Selanjutnya, kata Fathul, warga di sekitar tambang ilegal kerap diserobot lahannya tanpa kompensasi oleh petambang ilegal. Tak sedikit pula yang mendapat ancaman dan intimidasi. Warga di sekitarnya hanya pasrah dan terdampak bencana berupa tanah longsor, banjir, atau hilangnya sumber air bersih dari sungai yang ditambang.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim yang terdiri dari sejumlah akademisi, organisasi nonpemerintah, dan warga sipil lain mendesak kepolisian serius menangani kejahatan lingkungan tambang ilegal di Kaltim. Mereka juga menuntut agar kepolisian membersihkan institusinya dari anggota Polri yang melindungi aktivitas ilegal tersebut.