Di tengah rendahnya kesadaran warga untuk memilah dan mengolah sampah, para pengurus bank sampah di Kota Magelang tak lelah berjuang. Mereka terus “bergerilya” untuk menebar kesadaran pentingnya pengelolaan sampah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Enti Sri Hardani bersama rekannya, Suryani, bersama-sama memanen maggot di Bank Sampah Bougenville di Kelurahan Jurangombo Utara, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Rabu (1/6/2022).
Di tengah rendahnya kesadaran warga untuk memilah dan mengolah sampah, para pengurus bank sampah di Kota Magelang, Jawa Tengah, tak lelah berjuang. Mereka terus “bergerilya” mendekati berbagai pihak untuk menebar kesadaran ihwal pentingnya pengelolaan sampah.
Tiga orang perempuan berkumpul di teras sebuah rumah di Kelurahan Jurangombo Utara, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Selasa (18/10/2022). Di hadapan mereka, terdapat ratusan botol dan bungkus plastik bekas. Dengan telaten, para perempuan pengurus Bank Sampah Bougenville itu memilah sampah-sampah plastik tersebut sesuai dengan jenisnya.
Agar efektif, mereka pun berbagi tugas. Suryani (49) bertugas memilah botol sesuai dengan jenisnya. Selain itu, dia juga membersihkan cairan yang masih tersisa dalam botol. Cairan itu dimasukkannya ke dalam wadah khusus.
Sementara itu, Sri Mulyati (53) bertugas mencopot label dan tutup yang ada di botol. Dua komponen tersebut disendirikan, lalu dimasukkan ke dalam wadah khusus. Botol yang sudah selesai dibersihkan serta dicopot label dan tutupnya kemudian dimasukkan ke dalam karung.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Enti Sri Hardani menata magot di rak dan lemari yang telah disiapkan di Bank Sampah Bougenville di Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Rabu (1/6/2022)
Aktivitas pemilahan sampah plastik itu merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan pengurus Bank Sampah Bougenville di Kelurahan Jurangombo Utara. Pemilahan itu harus dilakukan untuk meningkatkan harga jual sampah plastik. “Botol-botol yang sudah benar-benar bersih ini bisa laku terjual dengan harga yang lebih mahal dibandingkan botol yang masih kotor,” ujar Sri Mulyati.
Sebagai ilustrasi, botol air mineral yang telah bersih bisa dijual dengan harga Rp 3.000 per kilogram (kg). Adapun botol yang masih terdapat sisa air di dalamnya hanya laku dengan harga Rp 2.000 per kg.
Berdiri sejak tahun 2015, Bank Sampah Bougenville kini memiliki 96 orang nasabah. Sesuai dengan misinya, pengurus bank sampah tersebut gencar mengajak warga sekitar untuk memilah dan mengelola sampah dengan baik. Mereka juga berupaya menjelaskan bahwa sampah yang telah dipilah bisa memiliki harga jual lebih tinggi.
Namun, ajakan untuk memilah sampah itu ternyata belum sepenuhnya bersambut. Masih banyak warga yang enggan mengelola sampah sehingga sampah yang mereka setor ke bank sampah pun kadang belum terpilah dengan baik. “Kadang-kadang, kami menerima botol air mineral yang masih terisi air separuh,” tutur salah seorang pengurus Bank Sampah Bougenville, Enti Sri Hardani (60).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pegiat Bank Sampah Edellweis mengolah sampah dari pisang untuk dijadikan kompos di kebun kampung organik Edellweis di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (12/10/2022).
Meski begitu, para pengurus bank sampah itu tak menyerah begitu saja. Tak sekadar menunggu setoran sampah dari masyarakat, mereka juga melakukan “jemput bola” ke sejumlah pihak.
Enti mengatakan, para pengurus Bank Sampah Bougenville rajin berkeliling ke toko dan warung makan untuk menawarkan diri menampung sampah. Mereka juga melakukan hal serupa kepada para pedagang makanan keliling. Upaya ini tak hanya dilakukan di wilayah di Kelurahan Jurangombo Utara, tetapi hingga ke wilayah lain di Kota Magelang.
Berdiri sejak tahun 2015, Bank Sampah Bougenville kini memiliki 96 orang nasabah.
“Sampah plastik dan kertas itu bisa kami jual kembali, sedangkan sampah organik bisa kami manfaatkan untuk pembuatan kompos, eco enzyme, atau pakan maggot,” ujar Enti.
Saat ini, sedikitnya ada empat toko dan warung makan yang menyetorkan sampahnya ke Bank Sampah Bougenville. Sejumlah pedagang keliling juga terkadang ikut menyetor sampah. Selain itu, Enti mengaku sering menerima telepon dari warga dari wilayah lain yang ingin menjual sampah. Jika mereka kesulitan untuk membawa sampah, Bank Sampah Bougenville siap menjemput sampah itu.
FAKHRI FADLURROHMAN
Tumpukan sampah yang siap dijual di Bank Sampah Tri Alam Lestari, Pesanggrahan, Jakarta, Kamis (6/10/2022). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pada hingga tahun 2022 terdapat 16.250 bank sampah di Indonesia.
Wilayah lain
Kesiapan untuk menerima sampah dari berbagai wilayah juga ditunjukkan oleh Bank Sampah Maju Lancar di Kelurahan Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang. Mulanya, bank sampah tersebut diniatkan hanya melayani warga sekitar.
Namun, karena papan nama Bank Sampah Maju Lancar dipasang di tepi jalan raya utama Kota Magelang, banyak warga dari wilayah lain yang menyetor bank sampah tersebut. “Kami sering mendapatkan sampah yang dibawa warga dari Kecamatan Secang dan Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang,” ujar Direktur Bank Sampah Maju Lancar, Jumarlan (61).
Meski berasal dari wilayah lain, sampah-sampah tersebut tetap diterima. Sejak berdiri tahun 2014, Bank Sampah Maju Lancar pernah menerima berbagai jenis sampah, baik sampah organik maupun anorganik. Sampah anorganik yang diterima pun sangat beragam, misalnya botol plastik, kertas, pakaian bekas, hingga kasur dan lemari bekas.
Jumarlan memaparkan, seluruh sampah yang masuk itu dipilah sesuai jenisnya. Sampah anorganik seperti botol plastik dan kertas biasanya dijual ke Bank Sampah Induk yang berada di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang. Sementara itu, sampah organik biasanya diolah menjadi kompos.
Direktur Bank Sampah Maju Lancar, Jumarlan (61), menunjukkan kerajinan berbahan sampah yang dibuat oleh anggota bank sampah tersebut di Kelurahan Tidar Selatan, Magelang Selatan, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (20/10/2022).
Namun, Jumarlan mengakui, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih banyak warga yang enggan untuk memilah sampah dengan baik. “Kebanyakan orang hanya ingin membayar iuran agar sampah di rumahnya diangkut. Jadi, mereka membiarkan sampahnya campur aduk karena ada petugas yang mengambil sampah-sampah itu,” ujarnya.
Sementara itu, para pengurus Bank Sampah Edellweis di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, gencar mengajak warga sekitar untuk mengurangi sampah yang dihasilkan.
Penanggung jawab Bank Sampah Edellweis, Fatmawati, mengatakan, upaya meminimalkan sampah itu, antara lain, dilakukan dengan tak lagi memakai kemasan kardus dan plastik untuk keperluan konsumsi dalam pertemuan-pertemuan warga. “Kami memilih menggunakan piring dan gelas yang bisa dicuci ulang,” tutur dia.
Fatmawati menambahkan, para pengurus Bank Sampah Edellweiss juga kerap mengambili sampah yang dihasilkan dalam hajatan atau acara lain. Sampah-sampah itu biasanya mereka bawa ke sekretariat Bank Sampah Edellweis untuk dipilah dan dikelola. “Kebiasaan ini juga sering kami lakukan saat hadir dalam hajatan atau lain di luar kota,” ujarnya sembari tertawa.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pegiat Bank Sampah Edellweis mengelola maggot untuk pengurai samppah di kampung organik Edellweis di Kelurahan Rejowinangun Selatan, Magelang Selatan, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (12/10/2022).
Kepala Bidang Pengelolaan dan Penanganan Sampah DLH Kota Magelang, Widodo, mengatakan, upaya menggerakkan warga untuk meminimalisir volume sampah dan memilah sampah dari rumah memang masih sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi karena pola pikir dan kebiasaan yang sudah lama ada di tengah masyarakat.
“Sejak lama, dalam lembaga pendidikan sekalipun, warga hanya diajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya, bukan memilah atau mengurangi sampah yang dihasilkan,” ungkap Widodo.
Itulah, kenapa, kebanyakan warga memilih cara praktis untuk mengelola sampah, yakni dengan membayar iuran kebersihan dan membiarkan petugas untuk mengangkut sampah dari rumah mereka.
Di sisi lain, pembentukan bank sampah di Kota Magelang juga belum mencapai target yang diharapkan. Semula, bank sampah ditargetkan berdiri di tiap RW di kota tersebut. Namun, dari 192 RW di Kota Magelang, bank sampah baru terbentuk di 58 RW.