Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan serius di Kota Magelang. Langkah-langkah sederhana untuk mengurangi volume sampah sangat diperlukan. Upaya itulah yang coba dilakukan di Pasar Kebonpolo.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan serius di Kota Magelang, Jawa Tengah. Langkah-langkah sederhana untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sangat diperlukan. Upaya itulah yang antara lain dilakukan di Pasar Kebonpolo melalui pengolahan sampah menjadi pupuk.
Sambil menunggu pembeli di lapak miliknya, Rina (55) menatap lekat layar ponsel yang ada di tangannya, Selasa (11/10/2022) pagi. Pedagang alat-alat rumah tangga di Pasar Kebonpolo, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, itu sedang melihat foto-foto tanaman anggrek yang dipeliharanya. Saat mengamati keindahan anggrek itu, senyum di bibirnya tersungging.
Namun, aktivitas itu mendadak berhenti karena seorang pembeli datang. Sang pembeli lalu bertanya apa yang sedang dilihat Rina di ponselnya.
"Ini lho Bu, bunga anggrek saya mekar. Warnanya biru cerah, bagus banget sampai bikin saya jadi kepingin melihat terus," ujar Rina.
Selain memiliki warna yang cerah, anggrek milik Rina juga mekar lebih lama. Rata-rata anggrek jenis Dendrobium milik Rina itu mekar selama tiga hingga lima minggu. Namun, setelah rutin diberi pupuk cair, anggrek tersebut bisa mekar sampai sepuluh minggu.
Sang pembeli yang ternyata juga pecinta tanaman itu lantas bertanya di mana Rina membeli pupuk cair untuk anggreknya. "Saya pakai pupuk cair yang diproduksi petugas kebersihan Pasar Kebonpolo, Bu. Lumayan, harganya murah tapi kualitasnya bagus, jauh lebih bagus dari pupuk-pupuk cair di pasaran," tutur Rina.
Rina mengaku sudah menggunakan pupuk cair itu selama dua tahun terakhir. Pembelian terakhir dilakukannya tiga bulan lalu. Ketika itu, dia membeli dua botol pupuk cair berukuran 1,5 liter dari petugas kebersihan Pasar Kebonpolo dengan harga Rp 5.000 per botol.
Waktu itu, Rina juga membeli satu kantong pupuk kering dari petugas di Pasar Kebonpolo. Satu kantong pupuk berukuran 10 kilogram (kg) itu dijual dengan harga Rp 5.000. Harga pupuk cair dan kering itu jauh lebih murah dibanding harga pupuk di pasaran yang rata-rata Rp 3.000 per kg untuk pupuk kering dan Rp 24.000-Rp 50.000 per liter untuk pupuk cair.
Mendengar testimoni dari Rina, sang pembeli lalu bertanya di mana dirinya bisa membeli pupuk tersebut. Rina lalu menunjuk sebuah ruangan di salah satu sudut belakang Pasar Kebonpolo. Ruangan yang berjarak sekitar 50 meter dari lapak Rina itu dipakai para petugas kebersihan pasar untuk memproduksi pupuk cair dan pupuk kering.
Di ruangan berukuran 3 meter x 3 meter itu, Irwanto (46), salah satu petugas kebersihan, sedang membuka tutup-tutup keranjang berisi pupuk setengah kering. Setelah mengetahui kondisi pupuk, Irwanto menutup kembali keranjang tersebut.
Pria yang sudah tujuh tahun bekerja sebagai petugas kebersihan Pasar Kebonpolo itu kemudian beranjak ke bagian penyimpanan pupuk cair. Di bagian itu, ada 11 drum plastik berisi pupuk cair, perangsang pembuahan, dan insektisida.
Pupuk-pupuk di tempat itu seluruhnya dibuat dari sampah yang dihasilkan di Pasar Kebonpolo. Agar bisa diolah menjadi pupuk, sampah-sampah yang ada di pasar itu selalu dipilah setelah aktivitas jual beli selesai.
Sampah anorganik kemudian dijual ke sejumlah bank sampah di sekitar pasar. Sementara itu, sampah organik disimpan untuk bahan baku pembuatan pupuk dan sebagian lagi dibeli oleh para peternak sekitar pasar. Sisa sampah organik itu kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah.
Untuk membuat pupuk kering, sampah organik yang terdiri dari daun-daunan, sayur, dan buah dicacah dengan lembut kemudian dibuang airnya. Setelah kering, sampah-sampah itu dicampur dengan sejumlah bahan, seperti molase dan EM4. Usai tercampur dengan sempurna, sampah itu didiamkan selama 1,5 bulan. "Kalau sudah 1,5 bulan, pupuk-pupuk itu siap digunakan," kata Irwanto.
Proses pembuatan pupuk cair juga tak jauh berbeda. Namun, dalam proses pembuatannya, ditambahkan air serta sejumlah bahan lain dengan ukuran tertentu.
Pupuk-pupuk di tempat itu seluruhnya dibuat dari sampah yang dihasilkan di Pasar Kebonpolo.
Tak cari untung
Pengolahan sampah menjadi pupuk sudah dilakoni oleh para petugas kebersihan di Pasar Kebonpolo selama hampir satu dekade terakhir. Pupuk-pupuk itu biasanya dijual atau diberikan secara cuma-cuma kepada pedagang pasar atau warga sekitar. Dalam sebulan, pupuk kering laku sebanyak lima sampai sepuluh kantong. Adapun pupuk cair laku lima hingga tujuh botol, masing-masing berukuran 1,5 liter.
Irwanto menuturkan, para petugas kebersihan Pasar Kebonpolo tidak mencari keuntungan berupa uang dari kegiatan pengolahan sampah tersebut. Hal itu yang membuat mereka rela menjual pupuk-pupuk itu dengan harga murah.
"Bagi kami, keuntungan berupa uang itu bonus. Bukannya kami tidak butuh uang, tapi kami-kami ini kan sudah dapat gaji dari (pengelola) pasar. Yang paling penting, upaya ini bisa mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir," ungkap Irwanto.
Selain digunakan masyarakat, pupuk-pupuk itu juga digunakan oleh para pengelola pasar untuk memupuk tanaman-tanaman di ruang terbuka hijau di sekitar pasar. Sejumlah instansi pemerintah, perusahaan swasta, serta TNI/Polri juga sering mendapat suplai pupuk dari Pasar Kebonpolo.
Berdasarkan catatan Unit Pelaksana Teknis Pasar Kebonpolo, jumlah sampah yang dihasilkan di pasar itu cenderung fluktuatif. Pada September 2022, volume sampah di pasar tersebut mencapai 22.870 kg. Dari jumlah tersebut, sebanyak 22.752 kg merupakan sampah organik dan sebanyak 118 kg merupakan sampah anorganik.
Volume sampah pada September itu jauh lebih tinggi dari volume sampah sepanjang Agustus 2022, yakni sebesar 22.720 kg. Namun, volume sampah sepanjang Juli 2022 ternyata lebih tinggi, yaitu 23.910 kg.
Jumlah sampah yang diolah menjadi pupuk, diambil peternak untuk pakan, dan dijual ke bank sampah untuk didaur ulang juga tergolong fluktuatif. Pada Juli 2022, sebanyak 1.024 kg sampah diolah menjadi pupuk, sebanyak 2.476 kg sampah diambil peternak, dan sebanyak 106 kg dijual ke bank sampah. Pada Agustus, sebanyak 431 kg sampah diolah menjadi pupuk, sebanyak 1.987 kg diambil peternak, dan 120 kg sampah dijual ke bank sampah.
"Pada September, belum ada sampah yang diolah menjadi pupuk. Sementara itu, sebanyak 1.345 kg sampah organik diambil peternak dan 117 kg sampah anorganik dijual ke bank sampah," kata Kepala Subbagian Tata Usaha Pasar Kebonpolo, Banatul Umiroh.
Menurut Umiroh, tidak adanya sampah yang diolah menjadi pupuk pada September itu karena keterbatasan wadah untuk mengolah dan menyimpan sampah. Kendala itu sudah pernah dilaporkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Magelang. Dia pun berharap, tempat pengolahan maupun tempat penyimpanan sampah di Pasar Kebonpolo bisa ditambah. Hal ini agar pengolahan sampah menjadi pupuk di pasar itu bisa lebih optimal.