Masyarakat Pulau Adonara belum bisa menikmati pelayanan RS Adonara yang sudah selesai dibangun. Rumah sakit pemerintah itu belum memiliki alat kesehatan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Kompleks Rumah Sakit Adonara sepi. Selesai dikerjakan tiga tahun silam, bangunan itu belum juga difungsikan lantaran tak memiliki alat kesehatan. Kerinduan 134.000 jiwa penduduk di Pulau Adonara akan beroperasinya rumah sakit itu masih harus tertahan. Sabar menanti dalam ketidakpastian.
Saat didatangi Kompas pada Jumat (4/11/2022) pagi, bangunan itu dikepung rumput liar yang memenuhi halaman. Kotoran hewan juga bertebaran mulai dari teras, koridor, hingga di dalam ruangan. Beberapa bagian, seperti plafon, runtuh. Juga ada dinding yang mulai keropos.
Rumah Sakit Adonara terletak di Desa Saosina, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Struktur bangun lengkap, di antaranya instalasi gawat darurat, lobi, poliklinik, gedung ibu dan anak, gedung farmasi dan alat-alat steril, pusat medik, gedung rawat inap, kantor, dan dapur.
Rumah sakit tipe D pratama itu mulai dibangun pada tahun 2012 dan selesai tahun 2019. Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Total biaya yang sudah dihabiskan Rp 36,8 miliar.
Rumah sakit dibangun untuk menjawab kebutuhan masyarakat Pulau Adonara yang kini berjumlah lebih kurang 134.000 jiwa. Inilah rumah sakit pertama di pulau itu. Selama ini, warga Adonara bertumpu pada puskesmas yang berada di pusat kecamatan. Fasilitas dan tengah kesehatan di puskesmas pun terbatas.
Kadang pasien yang kami antar meninggal di tengah perjalanan. Tantangannya jalan rusak dan menunggu laut tenang. (Emil)
Pasien yang tidak bisa tergolong di puskesmas dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Hendrikus Fernandez di Larantuka, ibu kota kabupaten.
Setelah melewati perjalanan darat, pasien diseberangkan menggunakan perahu motor dengan waktu tempuh 20 menit hingga 1,5 jam, tergantung titik penyeberangan dan kapal yang digunakan.
Pada saat cuaca buruk mulai Desember hingga Februari, banyak pasien tertahan berhari-hari menunggu gelombang reda. ”Kadang pasien yang kami antar meninggal di tengah perjalanan. Tantangannya jalan rusak dan menunggu laut tenang,” tutur Emil, sopir ambulans di Puskesmas Baniona di Kecamatan Wotan Ulumado.
Dinanti
Oleh karena itu, kehadiran RS Adonara sudah lama dinanti masyarakat setempat. Masyarakat pemilik hak ulayat merelakan lahan mereka. Saat peletakan batu pertama, masyarakat menyambut gembira. Sepuluh tahun berlalu, mereka menanyakan kepastian waktu rumah sakit itu mulai beroperasi.
”Mengapa pembangunan rumah sakit ini kesannya hanya setengah-setengah? Kondisi ini dibiarkan terlalu lama. Masyarakat seperti diberi harapan palsu oleh pemerintah,” ujar Kasim Ahmad (40), warga Kelurahan Waiwerang, sekitar 5 kilometer dari RS Adonara. Ia mendesak pemerintah agar segera mengoperasikan RS Adonara.
Tak hanya masyarakat Adonara, pasien dari Pulau Solor yang berada di seberang Adonara juga bisa tertolong. Beberapa desa di Kecamatan Solor Timur lebih cepat mencapai RS Adonara dibandingkan ke RSUD Hendrikus Fernandez di Larantuka. Perjalanan ke Adonara sekitar 30 menit, sedangkan ke Larantuka paling cepat 90 menit.
Sekadar membandingkan, di banyak daerah di Indonesia, pengelola fasilitas kesehatan berinovasi untuk meningkat pelayanan kepada peserta JKN, seperti pendaftaran dengan sistem dalam jaringan hingga waktu menunggu yang semakin singkat. Di Pulau Adonara, peserta JKN masih mencari layanan kesehatan yang memadai.
Belum ada alkes
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi membenarkan, struktur bangun RS Adonara sudah selesai dikerjakan, tetapi belum bisa beroperasi lantaran daerah tak punya cukup anggaran untuk pengadaan alat kesehatan. Anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 25 miliar.
Kondisi itu sudah ia laporkan dalam pertemuan tatap muka dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta beberapa bulan lalu.
”Kami menyampaikan seperti apa kendala kami di daerah dan Pak Menteri pun berjanji akan memberi dukungan. Pak Menteri berharap RS Adonara dapat beroperasi,” ucapnya.
Selain mendatangi Kementerian Kesehatan, Doris juga menemui pihak Kedutaan Besar Jepang di Jakarta masih dengan maksud yang sama.
Menurutnya, selama ini Pemerintah Jepang memberi banyak perhatian untuk bidang kesehatan di Flores Timur, seperti bantuan kendaraan operasional ke sejumlah puskesmas.
Doris memahami betapa tingginya harapan masyarakat Pulau Adonara yang selama ini mendambakan kehadiran sebuah RS di sana. Ia berjanji akan berusaha agar RS itu sudah bisa beroperasi tahun 2023.
”Dengan keterbatasan keuangan yang dimiliki daerah, kami akan mencari jalan lain. Harapan terbesar saat ini adalah dukungan dari Kementerian Kesehatan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur dokter Agustinus Ogie Silimalar menambahkan, tenaga medis yang dibutuhkan untuk menunjang operasional RS Adonara dengan tipe D Pratama itu tersedia. Sambil menunggu rekrutmen, untuk sementara tenaga medis dapat diambil dari 21 puskesmas di kabupaten tersebut.
Untuk tahap awal, alokasi tempat tidur di RS Adonara berkisar 10-50 unit, dan akan terus bertambah seiring waktu. ”Sesungguhnya yang menjadi tujuan utama kehadiran rumah sakit ini adalah pelayanan cepat sehingga tidak semua pasien harus dirujuk ke Larantuka,” katanya.
Keberadaan RS Adonara juga diharapkan membantu mengurangi beban RSUD Hendrikus Fernandez, satu-satunya rumah sakit di Kabupaten Flores Timur.
Sementara jumlah penduduk di sana saat ini sekitar 292.000 jiwa. Penduduk tersebar di Pulau Adonara sekitar 134.000 jiwa, bagian timur Pulau Flores sekitar 129.000 jiwa, dan Pulau Solor sekitar 29.000 jiwa.
Hingga kini belum ada tanda-tanda kapan RS Adonara akan beroperasi. Masyarakat masih harus bersabar menanti sampai datangnya alat-alat kesehatan. Mereka menanti dalam ketidakpastian.