Sebulan di Tenda Pengungsian, Penyintas Banjir Kalteng Mulai Stres
Pengungsi banjir sudah satu bulan lebih tinggal di tempat pengungsian, mulai dari tenda-tenda darurat hingga tempat yang disediakan pemerintah. Mereka mulai mengalami stres.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PANGKALAN BUN, KOMPAS — Sebagian penyintas banjir di Kalimantan Tengah mulai stres. Selain memikirkan harta benda yang rusak dan hilang akibat banjir, mereka jenuh tinggal di pengungsian selama sebulan terakhir.
Banjir terparah berada di Kabupaten Kotawaringin Barat. Banjir melanda 30 desa dan kelurahan di empat kecamatan. Setidaknya 27.932 orang terdampak dan 5.446 orang di antaranya mengungsi.
Salah satu titik pengungsian berada di Gelanggang Olahraga (GOR) Pemuda Desa Kumpai Batu Atas. Sejak sebulan terakhir, 255 warga Desa Kumpai Batu Bawah dan Desa Tanjung Terantang terpaksa tinggal di sana.
Siti Aisyah (43), warga Desa Tanjung Terantang, mengungkapkan, tekanan darahnya mencapai 120 per 90. Ia tidak hanya bosan mengungsi, tetapi juga resah karena kebun sawitnya terendam banjir dalam dua bulan terakhir. Kebun tersebut menjadi satu-satunya tumpuan hidup ibu tiga anak itu.
”
”
Dokter umum dari Puskesmas Kumpai Batu Atas, Amelia Hidayati, menjelaskan, tidak hanya warga di tempat pengungsian, pihaknya juga menemukan warga lansia dan kelompok rentan lainnya yang masih bertahan di rumah masing-masing dan jauh dari pelayanan kesehatan. Sebagian besar warga lansia menderita darah tinggi akibat stres.
”Banjir ini sudah lama, jadi mereka kepikiran. Belum lagi petani yang kebunnya terendam, ternak hilang, dan lainnya. Jadi kepikiran banjir tidak selesai,” kata Amelia.
Delima, petugas kesehatan di GOR Pemuda, mengatakan, ratusan orang juga terserang penyakit gatal-gatal, pegal linu, diare, dan muntaber. Setidaknya 13 orang, anak-anak hingga dewasa, memerlukan penanganan khusus karena muntaber.
”Kami berupaya semaksimal mungkin. Namun, kalau harus penanganan khusus, kami rujuk ke rumah sakit,” ungkap Delima.
Ia menambahkan, pasokan obat-obatan hingga air bersih masih terpenuhi. Hanya, sampah jadi masalah utama di pengungsian. Alasannya, banyaknya orang yang tinggal di satu tempat.
Sementara itu, Jumat siang, sukarelawan membawa 44 anak usia sekolah keluar dari pengungsian untuk menikmati udara segar dan beraktivitas di luar ruang. Kegiatan tersebut bernama Psychological Support Program (PSP).
Dalam PSP, anak-anak diajak bermain berkelompok. Ada banyak permainan yang kompetitif hingga permainan yang memicu kerja sama antarpemain. Tujuannya, agar mereka melupakan sejenak bencana yang sedang dihadapi.
Data Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng menunjukkan, banjir melanda di delapan daerah, yaitu Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Lamandau, Sukamara, Seruyan, Pulang Pisau, Katingan, dan Kota Palangkaraya. Setidaknya selama banjir Oktober 2022, total 8.209 pengungsi tinggal di tenda darurat ataupun gedung yang disiapkan pemerintah.
Kepala Pelaksana BPBPK Kalteng Falery Tuwan mengatakan, pihaknya masih fokus mengevakuasi warga dan menyalurkan bantuan. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk memprediksi cuaca dan melihat lokasi terdampak.
”Sesuai instruksi Gubernur, bantuan harus tepat sasaran, jadi kami berikan door to door sehingga semua bisa dapat bantuan, khususnya yang terdampak,” kata Falery.