Gadis-gadis Muslim berkerudung mengusung papan nama kontingen dalam defile pembukaan Pesparani Nasional II di Kota Kupang. Langkah anggun mereka di tengah lautan umat Katolik bak ”harmony show”.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Seorang gadis berhijab membawa papan nama provinsi saat defile kontingen dalam acara pembukaan Pesparani Nasional II di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (28/10/2022). Keterlibatan umat lintas agama menunjukkan bukti persaudaraan masyarakat NTT.
Puluhan ribu orang memadati Stadion Oepoi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (28/10/2022) malam. Mereka sontak berdiri sambil bertepuk tangan menyambut 34 gadis Muslim yang memandu defile kontingen dalam pembukaan Pesta Paduan Suara Gerejani Nasional II.
Di bawah sorot lampu, gadis-gadis berkerudung dengan balutan sarung tenun ikat itu mengusung papan nama kontingen dari semua provinsi. Dimulai kontingen Provinsi Kalimantan Timur sebagai juara bertahan, defile ditutup kontingen NTT selaku tuan rumah ajang tarik suara umat Katolik itu.
Kemunculan mereka di tengah lautan umat Katolik menarik perhatian hadirin, khususnya yang berasal dari luar NTT. ”Waoo. Itu yang bawa papan nama dari Muslim, kah?” tanya Lucky, warga Sulawesi Selatan. ”Iya. Bagi kami di NTT, itu sudah biasa,” jawab Tino, warga Kota Kupang.
Langkah anggun gadis-gadis Muslim itu bak harmony show. Mereka mementaskan harmoni dalam keberagaman yang selama ini hidup dalam masyarakat NTT. Pentas itu seakan menegaskan NTT sebagai nusa terindah toleransinya. ”Luar biasa indahnya keberagaman ini,” ucap Lucky.
Gemuruh tepuk tangan hadirin kian membahana saat seorang pria berkopiah, berkemeja koko putih dengan sorban, naik ke atas panggung. Dialah Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi NTT Kyai Haji Jamaludin Ahmad yang maju menyampaikan laporannya selaku Ketua Panitia Pesparani Nasional II.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Foto layar saat Jamaludin Ahmad membaca laporannya selaku Ketua Panitia Pesparani Nasional II di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (28/10/2022).
Mantan Ketua Nahdlatul Ulama NTT itu ditunjuk oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai ujung tombok pelaksana kegiatan umat Katolik itu. Sebelum menyampaikan laporannya, Jamaludin mengungkapkan isi hatinya saat mandat itu ia terima pada 2019 lalu.
”Sebagai seorang Muslim, saya merasa kaget karena ini sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Apakah saya sanggup? Apa tanggapan umat Katolik jika pelaksanaan Pesparani tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena diurus oleh seorang Muslim?” ujarnya disambut tepuk tangan.
Kepercayaan yang diberikan kepada dirinya sebagai tokoh Islam adalah wujud dari semangat persaudaraan yang hidup dalam diri masyarakat NTT. ”Pesparani ini bukan hanya milik umat Katolik, tetapi juga menjadi milik semua umat beragama di NTT,” ucapnya.
Pesparani ini bukan hanya milik umat Katolik, tetapi menjadi milik semua umat beragama di NTT. (Kyai Haji Jamaludin Ahmad)
Ia mengaku mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak tak hanya umat Katolik. Ada umat Muslim, Kristen Protestan, serta dari agama lain. Mereka berada di panggung depan menyusukseskannya. Mereka memberikan waktu, tenaga, dan materi.
Umat Muslim dari Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), misalnya, menyumbang dana Rp 100 juta, dan Iksan selaku tokoh masyarakat Muslim NTT menyumbang Rp 25 juta untuk penyelenggaraan Pesparani Katolik tersebut. Dengan sokongan tersebut, pihak panitia Pesparani sangat berterima kasih (Kompas.id 23/7/2022).
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Tarian tradisional dari Pulau Sumba dalam acara pembukaan Pesparani nasional II di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Jumat (28/10/2022). Tarian itu melibatkan 10.000 penari.
Pesparani II berlangsung pada 28-31 Oktober, dan diikuti 2.154 orang mewakili 34 provinsi. Peserta terbanyak dari Papua Barat, yakni 250 orang, sedangkan paling sedikit dari Aceh, yakni 8 orang. Ajang tarik suara itu menggelar 13 mata lomba. Kontingen Maluku keluar sebagai juara pertama.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, potret harmoni yang ditampilkan dalam Pesparani II Nasional ini mewakili masyarakat NTT yang hidup berdampingan dengan damai meski dalam keberagaman agama. Belum pernah terdengar konflik sosial bernuansa agama terjadi di daerah itu.
Sebagai contoh, di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, di beberapa permukiman masyarakat berbeda agama membaur bahkan tinggal di bawah atap yang sama. Umat Muslim yang jumlahnya lebih sedikit bahkan dipercaya menjadi kepala desa, memimpin masyarakat yang mayoritas Katolik.
”Karena yang dipilih adalah pemimpin pemerintahan, bukan pemimpin agama. Lagi pula sesama saudara kami beragama Muslim adalah keluarga kami. Kami berasal dari satu rahim yang sama,” kata Ama Boro, tokoh masyarakat dari Witihama, pada Jumat (4/11/2022).
Harmoni dalam keberagaman juga tampak jelas di Kabupaten Ende. Tak jarang ada anak yang tumbuh dalam keluarga Muslim memilih jadi Katolik maupun sebaliknya. Orangtua mendukung tumbuh kembang iman yang menjadi pilihan anaknya. Kabupaten yang mayoritas pemeluk Katolik itu pun kini dipimpin oleh seorang tokoh Muslim.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Suasana rumah pengasingan Bung Karno di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Senin (20/6/2022). Pemerintah kolonial Belanda mengasingkan Soekarno ke Ende pada 1934-1938.
Tak heran saat pembuangan ke Ende sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pendiri bangsa kita Soekarno melihat kebinekaan sebagai sebuah nilai yang harus dipedomani. Di Ende-lah, Soekarno menemukan ide lahirnya dasar negara Pancasila. Ende kemudian sebut sebagai ”Kota Pancasila”.
Lebih lanjut Viktor berharap agar pesan harmoni yang ditampilkan dalam Pesparani Nasional II dapat menggema ke seluruh pelosok Tanah Air. Ia ingin Indonesia rukun tanpa melihat perbedaan agama, sama seperti yang dilakoni di NTT. Pesan dari NTT untuk Nusantara.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang hadir secara virtual saat pembukaan Pesparani II mengatakan, Pesparani sebagai sarana pembinaan masyarakat Katolik Indonesia serta mendorong pengembangan seni budaya gereja dengan sentuhan lokal. Ajang ini sebagai wujud apresiasi seni budaya bangsa Indonesia yang diinkulturasikan dalam tradisi kebiasaan dan budaya musik serta nyanyian di dalam lingkungan gereja Katolik.
”Serta momentum ini juga menjadi sarana bagi umat Katolik untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara sebagai penguatan nilai-nilai keberagaman dan toleransi melalui pelibatan berbagai umat beragama dalam perhelatan ini,” kata Yaqut.
Pesparani sudah selesai. Lepas dari segala kekurangan dalam pelaksanaannya, pesan harmoni menjadi nilai yang sekiranya dapat menggema ke berbagai penjuru negeri di tengah politisasi agama yang rawan memicu perpecahan. Harmony show di panggung Pesparani Nasional II semoga menginspirasi. Sampai jumpa pada Pesparani Nasional III di Jakarta.
KOMPAS/FRANS PATI HERIN
Umat Muslim menghadiri Pesparani Nasional I di Ambon.