Beli Lahan Warga, Pemkot Malang Siapkan Lahan Parkir di Kawasan Kayutangan
Pemkot Malang secara resmi membeli lahan seluas 792 meter persegi di Jalan Basuki Rahmat Nomor 50 dari warga untuk dijadikan lahan parkir kawasan bersejarah Kayutangan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS – Pemerintah Kota Malang terus berusaha menguatkan citra sebagai salah satu kota bersejarah. Selain merevitalisasi dan menata kawasan bersejarah Kayutangan dan membiasakan ASN menggunakan busana daerah seminggu sekali, Pemkot Malang pun menyiapkan lahan parkir untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung kawasan bersejarah itu.
Pemkot Malang membeli lahan seluas 792 meter persegi di Jalan Basuki Rahmat Nomor 50, yang merupakan kawasan Kayutangan, untuk dijadikan lahan parkir pada 1 Oktober 2022. Penandatanganan pembelian tanah dilakukan Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang R Widjaja Saleh Putra dengan pemilik lahan, Lisa.
”Lahan itu nantinya akan difungsikan untuk lahan parkir. Ini akan menambah fasilitas untuk kenyamanan pengunjung Kayutangan Heritage,” kata Wali Kota Malang Sutiaji, Jumat (4/11/2022). Kenyamanan pengunjung dinilainya dapat mendorong geliat pariwisata di sana.
Selama ini, pengunjung kawasan Kayutangan memarkir kendaraannya di tepi jalan. Hal itu sering memicu kemacetan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung kawasan serta pengguna jalan. Selain menyiapkan lahan parkir bagi kendaraan pengunjung itu, saat ini Pemkot Malang masih terus membenahi kawasan bersejarah Kayutangan, seperti menata trotoar dan memangkas separator jalan.
Widjaja Saleh menjelaskan, pembangunan area parkir Kayutangan akan dilaksanakan pada tahun 2023. ”Parkir nanti berdasarkan hasil kajian DED (detail engineering design). Sudah kami siapkan konsep bentuk parkirnya. Nanti akan mulai dilaksanakan tahun 2023,” katanya.
Lahan parkir tersebut diperkirakan bisa menampung 500 kendaraan roda empat. Adapun untuk kendaraan roda dua sudah ada lahan parkir di lahan bekas Dinas Lingkungan Hidup di Jalan Majapahit.
Ini akan menambah fasilitas untuk kenyamanan pengunjung Kayutangan Heritage. (Sutiaji)
Selain membangun fisik, Pemkot Malang juga berusaha menanamkan kecintaan akan budaya lokal. Oleh karenanya, setiap Kamis, ASN di lingkungan Pemkot Malang diwajibkan mengenakan busana adat terutama khas Malang. ”Ini adalah pembiasaan untuk mendukung misi menguatkan kecintaan akan nilai budaya dan kesejarahan,” kata Sutiaji menambahkan.
Menurut buku Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang karya Handinoto dan Paulus H Soehargo (1996), pertokoan Kayutangan dibangun antara tahun 1930 dan 1940. Secara umum, kawasan Kayutangan terbagi dalam dua peruntukan. Zona dagang berada di pertokoan pinggir jalan dan zona permukiman di balik pertokoan.
Umumnya, bangunan di sana bergaya Nieuwe Bouwen, yaitu bangunan berbentuk kubus, beratap datar, dan gevel (bagian atap yang menaungi bangunan) horizontal. Sayangnya, tidak banyak sisa arsitektur kolonial itu terlihat. Papan iklan besar merenggut keelokan bangunan.
Di ujung Jalan Kayutangan tegak menjulang Gereja Katolik Hati Kudus Yesus. Gereja yang merupakan salah satu landskap ikonik kawasan tersebut dibangun tahun 1905 oleh arsitek Marius J Hulswit, pelopor arsitektur modern di Belanda. Arsitektur gereja bergaya Neogotik yang digandrungi di Eropa pada abad ke-19.
Di sebelah gereja sebelumnya berdiri Gedung Societeit Concordia, gedung pertunjukan kaum berada di era kolonial. Kini, bangunan itu berubah menjadi pusat perdagangan Sarinah.
Di sebelah Sarinah masih kokoh gedung yang dulu disebut Javasche Bank yang didirikan pada 1 Desember 1916. Bangunan itu merupakan salah satu penanda pusat perdagangan di sepanjang area Kayutangan hingga Tjelaket (sekarang bernama Jalan Jaksa Agung Suprapto). Saat ini, bangunan itu menjadi Bank Indonesia Kantor Malang.
Secara umum, Kayutangan sekarang tidak banyak berubah bila dibandingkan dengan sejarahnya. Masih ditemukan bangunan kuno meski di beberapa lokasi mulai ada perubahan. Masih ditemui orang Belanda berjalan kaki di sepanjang trotoar untuk menapak tilas jejak keluarganya.
Pemisahan permukiman masyarakat dampak UU Wilayah (Wijkenstelsel) buatan Belanda pun tersisa samar-samar. Permukiman pribumi berada di perkampungan kota dan di gang-gang padat penduduk di sekitar Kebalen, Jodipan, Talun, dan Klojenlor. Sementara orang Eropa bermukim di wilayah barat daya alun-alun, di tepi jalan besar, seperti Tongan, Sawahan, dan sepanjang Jalan Kayutangan. Adapun permukiman China berada di sekitar Pasar Besar dan Kotalama.