Musim Angin Utara, Paceklik Nelayan Natuna di Tengah Pesta Kapal Asing
Kekosongan di Laut Natuna Utara saat musim ombak tinggi pada November hingga Maret dimanfaatkan kapal asing untuk menangkap ikan secara ilegal.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Musim ombak tinggi atau yang dikenal warga sebagai musim angin utara adalah waktu paceklik bagi nelayan di Natuna, Kepulauan Riau. Kekosongan di Laut Natuna Utara sepanjang November hingga Maret itu rawan dimanfaatkan kapal pukat asing untuk menangkap ikan secara ilegal.
Sejak 1 November 2022, Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim, Batam, mengimbau nelayan di bagian utara Kepri untuk mewaspadai ombak tinggi. Khusus di Natuna, ketinggian ombak diprediksi berkisar antara 4 dan 6 meter.
Nelayan asal Bunguran Timur, Natuna, Wan Zawali (40), Selasa (2/11/2022), mengatakan, musim angin utara terjadi dari November sampai Maret. Pada periode itu, nelayan biasanya hanya bisa melaut paling banyak tujuh hari dalam satu bulan.
”(Musim angin utara) ini musim susah, kami terpaksa menganggur selama angin belum teduh. Kami cuma bisa ke laut satu kali (dalam) satu bulan, itu pun hasilnya cuma sedikit,” kata Zawali saat dihubungi dari Batam.
Zawali merupakan nelayan tradisional dengan kapal berukuran 5 gros ton (GT). Jika laut sedang tenang, ia dan dua kawannya biasanya melaut hingga 150 mil laut (277,8 kilometer) dari tempat tinggalnya di Pulau Bunguran ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.
Zawali dan kawannya biasanya melaut selama lebih kurang tujuh hari. Mereka memburu ikan jenis kakap merah dan anguli, serta ikan permukaan jenis tongkol. Namun, ia mengeluh belakangan ini tangkapannya semakin berkurang.
”Kalau musim angin utara seperti ini, kami bisa efektif menangkap ikan itu cuma 2 hari selama 7 hari berada di laut. Hasil tangkapannya pun cuma sekitar 200 kilogram (kg),” ujar Zawali.
Tangkapan ikan 200 kg itu dijual ke pengepul sekitar Rp 7 juta. Setelah dipotong modal membeli solar dan es, uang itu sisa Rp 2 juta. Kemudian, pendapatan bersih itu dibagi tiga secara merata oleh Zawali. Masing-masing mendapat Rp 650.000. Itu penghasilan mereka untuk satu bulan.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri, mengatakan, selain harus bertarung dengan ganasnya cuaca, nelayan lokal juga mesti bersaing dengan kapal pukat asing. Musim angin utara rawan dimanfaatkan kapal asing untuk menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara.
”Maraknya kapal pukat (berbendera) Vietnam juga kapal cantrang dari pantura (Jawa) membuat nelayan Natuna kesulitan menangkap ikan. Bahkan, kemarin ada nelayan Natuna sampai menerobos ke Malaysia karena sulit mencari ikan di laut sendiri,” ucap Hendri.
Maraknya kapal pukat (berbendera) Vietnam juga kapal cantrang dari pantura (Jawa) membuat nelayan Natuna kesulitan menangkap ikan.
Selama Juli hingga September 2022, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendeteksi praktik perikanan ilegal kapal ikan asing (KIA) berbendera Vietnam di Wilayah Pengelolaan Perikanan 711 (Laut Natuna Utara) dengan dikawal kapal-kapal patroli Pemerintah Vietnam (VFRS).
Pada September 2022, berdasarkan citra satelit, terdata 54 kapal ikan berbendera Vietnam di bagian utara Laut Natuna Utara, yakni kawasan ZEE Indonesia non-sengketa. KIA Vietnam itu diduga menggunakan alat tangkap pukat harimau ganda (pair trawl)yang merusak sumber daya ikan.
Dalam diskusi ”Analisis Keamanan Maritim dan Ancaman IUU (IIlegal, Unreported, Unregulated) Fishing”, Panglima Komando Armada I (Pangkoarmada I) Laksamana Muda Arsyad Abdullah, Senin (31/10), mengemukakan, hingga saat ini belum ada operasi khusus di Laut Natuna Utara.
Guna menjaga keamanan laut di Laut Natuna Utara, operasi siaga tempur laut dikonsentrasikan ke wilayah tersebut. Hingga September 2022, Koarmada I menangkap enam kapal Vietnam.
Adapun Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Direktorat Polisi Air Korps Polisi Perairan dan Udara Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Besar Rustam Mansur mengatakan, diperlukan penyatuan data dan informasi antar-instansi penegak hukum di laut untuk optimal menjaga NKRI (Kompas, 1/11/2022).