Banjir Bandang di Aceh Tenggara Telan Dua Korban Jiwa
Air bah yang datang secara tiba-tiba membuat warga panik. Kayu gelondongan dan bebatuan meluncur deras menabrak rumah-rumah warga. Puluhan rumah rusak karena dihantam material yang dibawa air bah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KUTACANE, KOMPAS — Banjir bandang di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, menelan dua korban jiwa. Samine (55) dan anaknya, Siah Indah (15), warga Desa Rambung Jaya, Kecamatan Darul Hasanah, tewas tertimbun material banjir bandang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tenggara Nazmi Desky dihubungi dari Banda Aceh, Rabu (2/11/2022), mengatakan, banjir bandang terjadi pada Selasa (1/11/2022) sekitar pukul 22.00. Sebagian warga sudah terlelap.
Air bah yang datang secara tiba-tiba membuat warga panik. Kayu gelondongan dan bebatuan meluncur deras menabrak rumah-rumah warga. Puluhan rumah rusak karena dihantam material yang dibawa air bah.
Samine dan Siah Indah yang malam itu berada di rumah tidak sempat menyelamatkan diri. Keduanya terseret air bah. Jenazah korban baru ditemukan pada Rabu pagi pada jarak 1 kilometer dari rumah korban. Jenazah korban telah dikebumikan.
Banjir bandang melanda Desa Rambung Jaya, Rambung Teldak, Seri Muda, dan Lawe Pinis, Kecamatan Darul Hasanah.
”Sebanyak 27 rumah rusak berat dan dua jembatan penghubung Desa Lawe Pinis dan Seri Muda putus total,” kata Nazmi.
Material, seperti kayu gelondongan dan batu gunung, masih menumpuk di permukiman warga. Pemilik rumah harus mengungsi ke sanak saudara.
Merusak fasilitas umum
Banjir menyebabkan sejumlah fasilitas umum rusak, seperti pipa air minum dan jembatan; jalan mengalami erosi; lahan pertanian tergenang; hingga tanggul sungai jebol.
Beberapa desa lain di Aceh Tenggara dilanda banjir luapan. Di sebagian desa banjir belum surut. Tim BPBD telah mendirikan posko dan membuka dapur umum.
Dua alat berat dikerahkan ke lokasi untuk membersihkan sungai dari material longsoran agar aliran sungai kembali lancar. ”Hujan intensitas tinggi mengakibatkan banjir bandang,” kata Nazmi.
Seorang warga Aceh Tenggara, Jafar, menuturkan, banjir bandang terus berulang. Dia jelas khawatir karena sewaktu-waktu desanya bisa menjadi sasaran banjir bandang. ”Sepertinya ada hubungan dengan pembalakan liar. Faktanya banyak kaya gelondongan ukuran besar di bawah banjir bandang,” katanya.
Berdasarkan catatan Kompas, banjir bandang di Aceh Tenggara adalah bencana yang berulang. Pada April 2017 banjir bandang menerjang 12 desa di sana. Dampak kerusakan tergolong parah. Sebanyak 507 rumah rusak, 2 warga meninggal, dan 2.821 warga mengungsi. Banjir bandang dengan skala lebih rendah juga terjadi pada 2018 dan 2019.
Secara topografi, Aceh Tenggara terdiri dari perbukitan yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Permukiman warga berada di kaki bukit atau titik rendah membuat selalu berada dalam ancaman banjir bandang atau longsor.
Sebelumnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh Ahmad Shalihin menyebutkan, penyebab banjir di Aceh Tenggara dipicu banyak faktor, seperti bentuk topografi, curah hujan, jenis tanah, kondisi sungai, dan pola pemanfaatan lahan.
Sepertinya ada hubungan dengan pembalakan liar, faktanya banyak kaya gelondongan ukuran besar di bawah banjir bandang (Jafar).
Menurut Ahmad, dengan persoalan yang kompleks, butuh ketepatan dalam pemanfaatan ruang agar sesuai dengan fungsi. Misalnya, kawasan penyangga tidak dijadikan perkebunan monokultur, tetapi tetap menanam pohon kehutanan agar daya serap air tanah tetap maksimal.
Di sisi lain, aktivitas perambahan dan pembalakan liar masih terjadi juga memicu bencana alam di sana.
Banjir luapan juga terjadi di Aceh Tamiang. Banjir di perbatasan Aceh-Sumatera Utara itu menyebabkan jalan nasional dan perkantoran pemerintah tergenang.
Berdasarkan data sementara dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), jumlah desa yang tergenang di Aceh Tamiang sebanyak 12 kecamatan. Sebagian kawasan air mulai surut, tetapi sebagian lagi masih tergenang.