Perlu Terus Sosialisasi Wastra untuk Busana Harian
Komunitas Cinta Berkain Indonesia ingin terus mendorong masyarakat melestarikan wastra sebagai busana harian sekaligus mengamalkan filosofi dalam sikap hidup berkebudayaan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pelestarian wastra, kain tradisional sarat makna dan simbol, dapat diwujudkan dengan mendorong masyarakat memakainya sebagai busana keseharian. Pelestarian wastra sebagai pakaian sehari-hari menegaskan identitas kebudayaan bangsa Indonesia yang beragam dan berkarakter.
Demikian diutarakan oleh Ketua Umum Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) Sita Hanimastuti Agustanzil di sela peringatan Ulang Tahun Ke-7 KCBI Cabang Surabaya di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, Senin (31/10/2022).
KCBI merupakan paguyuban yang mewadahi masyarakat untuk memupuk, merawat, dan melestarikan kecintaan dan kepedulian terhadap produk budaya Nusantara terutama wastra. Wastra diartikan kain tradisional atau kain adat bermakna dan bersimbol tersendiri yang mengacu pada dimensi warna, ukuran, dan bahan.
Wastra dibuat secara tradisional dengan alat manual dan pancaindra sehingga merupakan hasil karya dan karsa perajin. Contohnya batik, tenun, songket, blongket, jumputan, ikat, gringsing, kebaya, tapis, dan ulos. Dari sinilah terlihat bahwa wastra berfilosofis dan bermakna budaya yang unik dan khas karena berasal dan dikembangkan dari daerah berbeda di Nusantara.
Sita melanjutkan, KCBI berkepentingan untuk terus mendorong masyarakat Indonesia mencintai dan melestarikan wastra sebagai busana keseharian. Untuk itu, KCBI yang berdiri sejak 9 Maret 2014 mencoba melebarkan pengaruh dengan pendirian sampai saat ini 12 cabang dan beranggotakan 3.000 orang. Cabang komunitas juga berdiri di mancanegara, seperti di Australia, dan lokasi diaspora warga atau rakyat Nusantara.
Ketua KCBI Cabang Surabaya Windrati Wiworo menambahkan, untuk mendorong pelestarian itu, paguyuban di daerah terus berkegiatan terutama dalam seni dan budaya, diskusi, dan lokakarya praktik berkain mudah dan menarik. Anggota wajib berbusana wastra Nusantara ketika mengikuti acara komunitas dan amat disarankan secara sadar dan bangga menjadikannya sebagai busana keseharian.
”Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) memaksa komunitas berkegiatan secara dalam jaringan (online),” kata Windrati. Pandemi menyerang sejak Maret 2020 dan mereda setelah dua tahun berjalan. Di bulan ini, KCBI menilai kegiatan masyarakat telah berangsur normal sehingga ulang tahun dan peringatan bisa dilaksanakan secara luar jaringan (off line).
Windrati melanjutkan, untuk memeriahkan ulang tahun KCBI Cabang Surabaya, anggota mementaskan sendratari Roro Jonggrang. Selain itu, latihan angklung, lenggang, gamelan, dan menari rutin diadakan untuk menjaga sikap hidup mencintai kebudayaan. Persiapan sampai pementasan diwujudkan secara gotong royong oleh segenap anggota KCBI Cabang Surabaya.
”Mengenakan wastra bukan sekadar berbusana, melainkan memelihara sikap hidup dan nilai-nilai luhur bangsa,” ujar Windrati. Hari lahir KCBI Cabang Surabaya pada 14 Oktober 2015 berdekatan dengan peringatan penting, yakni Hari Batik setiap 2 Oktober dan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober. Batik bagian dari wastra, sedangkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan komitmen untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa persatuan Indonesia. Sudah tepat dan selaras peringatan ulang tahun KCBI Cabang Surabaya dimeriahkan dengan pementasan budaya sebagai wujud kecintaan terhadap keindonesiaan.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Sinarto seusai pementasan sendratari mengatakan, pemakaian wastra sebagai busana keseharian menjadi wujud pemajuan dan kemajuan kebudayaan bangsa. Dari berbusana wastra, masyarakat diingatkan dengan filosofi, makna, dan norma hidup sehingga diharapkan melestarikan dan mewujudkan dalam sikap hidup sebagai bangsa Nusantara yang berperadaban luhur dan bermartabat.
”Budaya di Indonesia beragam dan luhur sebagai cerminan bahwa sudah berperadaban maju sejak dahulu kala,” kata Sinarto.