Kaum Muda Memperjuangkan Pendidikan Literasi demi Masa Depan Anak Papua
Pendidikan literasi bagi anak di Papua tidak hanya melibatkan peran lembaga pendidikan formal. Komunitas pemuda di Jayapura secara sukarela terlibat dalam kegiatan tersebut selama beberapa tahun terakhir.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
Tidak semua anak di Papua bisa mendapatkan pendidikan literasi sejak dini karena beragam kendala. Hal ini mendorong sejumlah komunitas dan organisasi kepemudaan di Jayapura untuk secara sukarela memberikan pendidikan literasi bagi anak-anak dalam beberapa tahun terakhir.
Suasana di Gereja Katolik Stasi Santa Maria Koya Koso pada Sabtu (22/10/2022) tampak ramai. Sebanyak 24 anak dari Kampung Koya, Distrik Abepura, Kota Jayapura, memenuhi gereja tersebut sejak pukul 10.00 WIT.
Mereka duduk di dua bangku kayu gereja yang masing-masing panjangnya sekitar 2 meter. Dengan antusias, mereka menyimak materi tentang organ tubuh dalam bahasa Indonesia yang disampaikan Alpius Uropmabin di sebuah papan tulis.
Alpius merupakan salah satu pengurus Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Jayapura. Pemuda berusia 23 tahun asal Kabupaten Pegunungan Bintang ini tampil sebagai pemateri dalam kegiatan literasi yang dilaksanakan oleh komunitas Literacy for Everyone (LiFE).
”Adik-adik semua apa artinya abol?” tanya Alpius kepada mereka. Anak-anak itu secara serentak menjawab abol sambil memegang bagian kepalanya.
Alpius pun menjelaskan, abol dalam bahasa Indonesia disebut kepala. Ia juga menjelaskan kata sir berarti mata dan misol berarti hidung. Kata-kata ini merupakan bahasa daerah dari Kabupaten Pengunungan Bintang.
Alpius menggunakan bahasa daerah tersebut karena mayoritas anak-anak yang mengikuti kegiatan belajar pada pagi itu berasal dari Pegunungan Bintang. Orangtua anak-anak ini berpindah ke Jayapura untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Ia memberikan materi sekitar setengah jam. Pemberian materi menggunakan pengantar bahasa Pegunungan Bintang karena anak-anak ini sehari-hari lebih dominan menggunakan bahasa daerah bersama orangtuanya.
”Penggunaan bahasa daerah sebagai pengantar bagi anak-anak untuk memahami bahasa Indonesia sangat penting. Sebab, mayoritas anak-anak ini tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik karena masih dominan menggunakan bahasa ibu di rumahnya,” kata Alpius yang juga mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Di sela materi, Alfius dan rekannya dari komunitas LiFE serta PMKRI Cabang Jayapura memberikan aneka permainan serta bernyanyi lagu rohani bersama anak-anak. Tujuannya agar anak-anak tidak cepat merasa bosan dalam mengikuti kegiatan literasi.
Setelah mengikuti kegiatan literasi membaca dan berhitung selama satu jam, anak-anak ini melanjutkan dengan permainan dalam kegiatan outbound. Permainan ini untuk melatih sikap saling kerja sama dan kekeluargaan di antara anak-anak. Contohnya, permainan kerja sama empat anak untuk memasukkan paku ke botol.
Outbound dilaksanakan di pekarangan gereja. Anak-anak mengikuti seluruh rangkaian kegiatan pada akhir pekan itu dengan penuh semangat. Mereka tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan, tetapi juga melewati hari itu dengan riang gembira.
Lima tahun
Pelaksanaan kegiatan literasi oleh komunitas LiFE terlaksana sejak 2017 atau lima tahun lalu. Sebanyak 13 pemuda dan pemudi menjadi sukarelawan untuk mengajar membaca, menulis, dan berhitung.
Pada mulanya komunitas LiFE melaksanakan pelatihan literasi di dua kampung di Kabupaten Keerom, yakni Sawanawa dan Ubiyau. Kemudian LiFE melanjutkan pelatihan literasi di Kampung Koya Koso, Kota Jayapura, pada 2018.
Kegiatan literasi terlaksana sebanyak dua kali dalam sepekan. Dalam pelaksanaannya. Pelatihan literasi ini selalu dilaksanakan pada Sabtu pagi hingga Minggu siang. Para tenaga pengajar pun menginap di rumah ibadah setempat.
Total 95 anak telah mengikuti kegiatan literasi di tiga kampung ini. Mereka meliputi 43 anak di Sawanawa, 26 anak di Ubiyau, dan 26 anak di Koya Koso. Usia anak yang mengikuti kegiatan LiFE 5-16 tahun.
Kurniawan Patma sebagai inisiator komunitas LiFE mengatakan, kegiatan ini dilatarbelakangi rasa prihatin karena banyak anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan formal. Akibatnya, anak-anak ini sama sekali tidak mengetahui huruf dan angka.
”Sebanyak 50 persen dari 95 anak didikan komunitas kami tidak bersekolah. Hal ini dipengaruhi jarak sekolah yang sangat jauh dan kondisi ekonomi keluarganya yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” ujar Kurniawan.
Kurniawan yang juga pengajar di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Cenderawasih memaparkan, pelaksanaan kegiatan literasi menggunakan sebuah silabus yang disusun 13 pengajar. Materi yang diajarkan meliputi pengenalan angka, huruf, membaca, menulis, dan berhitung.
”Kegiatan literasi sangat berdampak bagi anak-anak di tiga kampung ini. Sebanyak 80 persen dari total 95 anak ini telah bisa membaca. Sementara jumlah anak bisa menulis huruf dan angka dengan baik sudah mencapai 50 persen,” kata Kurniawan.
Anselma Sitokdana, salah seorang anak yang mengikuti pelatihan literasi di Koya Koso, sangat bersyukur bisa mengikuti kegiatan tersebut. Anselma yang bersekolah di SD Negeri Koya Koso mengatakan dapat memahami huruf dan angka dengan baik berkat materi dari komunitas LiFE.
”Saya sudah bisa membaca dan berhitung setelah mengikuti pelatihan. Saya pun tidak kesulitan saat mengikuti kegiatan belajar di sekolah,” kata anak berusia tujuh tahun ini.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Papua Protasius Lobya mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan komunitas LiFE dan organisasi kepemudaan lainnya yang melaksanakan pelatihan literasi. Hal ini merupakan langkah konkret pelaksanaan layanan pendidikan yang bukan hanya merupakan peran pemerintah dan lembaga pendidikan formal, melainkan juga masyarakat.
Ia menyatakan kegiatan literasi sangat berperan penting untuk mengatasi masalah buta aksara. Angka buta aksara di Papua sekitar 20 persen dari total jumlah penduduk di Papua yang mencapai 4,3 juta jiwa.
”Kami berharap para kepala daerah di kota dan kabupaten di Papua agar mendukung penuh komunitas dan organisasi kepemudaan yang melaksanakan pelatihan literasi. Tujuannya agar kegiatan ini dapat menjangkau semakin banyak anak,” katanya.