Tragedi kebakaran Kapal Fery Cepat Express Cantika 77 di Laut Sawu yang menewaskan 17 orang menjadi momentum pembenahan pelayaran di NTT. Keselamatan pelayaran sering kali diabaikan operator kapal dan otoritas pelabuhan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Tragedi kebakaran Kapal Fery Cepat Express Cantika 77 di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur, menambah panjang daftar kecelakaan laut di daerah itu. Kelalaian sering kali menjadi faktor penyebabnya. Kejadian itu hendaknya menjadi momentum untuk mengevaluasi dan membenahi pelayaran di wilayah yang mengandalkan transportasi laut tersebut.
Desakan untuk evaluasi pelayaran itu disampaikan Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTT Yunus Takandewa di Kupang pada Selasa (25/10/2022), atau sehari setelah terbakarnya Kapal Fery Cepat Express Cantika 77. Hingga Selasa malam, sebanyak 17 orang dilaporkan meninggal.
Menurut Yunus, kelalaian masih menjadi faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di laut. ”Mengapa bisa terjadi kebakaran? Seperti apa standar keamanan kapal? Mengapa pula jumlah penumpang lebih banyak dari data yang tertulis di manifes?” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.
Ia meminta Dinas Perhubungan NTT kembali memeriksa secara serius kondisi semua kapal yang melayari NTT. Jangan sampai pemeriksaan kelaiakan hanya bersifat formalitas. Semantara pihak otoritas pelabuhan juga harus melakukan pengawasan dengan benar. Jangan sampai ada lagi pembiaran.
Fakta bahwa jumlah penumpang berbeda dengan data manifes menunjukkan adanya pelanggaran yang dilakukan banyak pihak mulai dari operator kapal hingga otoritas pelabuhan. Pada manifes tertulis 167 penumpang dan 10 awak kapal, tetapi kenyataannya, total mereka yang berlayar sebanyak 329 orang.
Yunus berharap, kebakaran kapal di Laut Sawu ini menutup daftar panjang kecelakaan di laut yang masih sering terjadi di NTT. ”Mari kita jadikan momentum ini untuk berbenah secara serius sebab pelayaran menjadi tulang punggung transportasi di NTT yang merupakan daerah kepulauan. Jangan sampai terulangnya lagi,” kata Yunus.
Wilayah NTT terdiri atas 1.192 pulau dengan 42 pulau di antaranya dihuni. Transportasi antarpulau di provinsi berpenduduk 5,3 juta jiwa itu mengandalkan angkutan laut mulai dari perahu motor, kapal motor kayu, kapal feri, hingga kapal besar yang dioperasikan PT Pelni.
Kapal Fery Cepat Express Cantika 77 yang dinakhodai Edwin Pareda itu terbakar saat berlayar dari Pelabuhan Tenau, Kupang menuju Pelabuhan Kalabahi, Kabupaten Alor. Titik kebakaran itu sekitar 48 mil laut (88,9 kilometer) dari Pelabuhan Tenau.
Penumpang panik melihat munculnya asap dari ruang mesin. Mereka lalu bergerak ke haluan kapal sementara kapal terus melaju dan tidak bisa dikendalikan. Para penumpang yang mengenakan baju pelampung kemudian terjun ke laut dan berenang untuk menjauhi kapal yang kian terbakar hebat.
Melihat kondisi itu, warga lokal berusaha menyelamatkan para korban. Dengan perahu motor mereka menjemput para korban yang berada sekitar 1 mil laut (1,852 kilometer) dari pesisir. Beberapa penumpang berusaha berenang hingga ke pesisir dekat Desa Naikliu, Kabupaten Kupang.
Sementara kapal berbahan fiber itu baru berhenti bergerak setelah mesin mati akibat dilahap api. Bangkai kapal kini terapung di tengah laut dekat pesisir Naikliu.
Jangan sampai terulangnya lagi. (Yunus Takandewa)
Menurut data yang dihimpun dari agen pelayaran, kapasitas angkut maksimum 150 penumpang. Kapal tersebut dioperasikan PT Pelayaran Dharma Indah yang beralamat di Jalan Gunung Mutis, Kota Kupang. Kantor operator pelayaran itu tertutup. Nomor telepon yang tertera pada brosur juga tidak bisa dihubungi.
Sementara itu, Kepala Kantor SAR Kupang I Putu Sudayana mengatakan, pihaknya belum mendapatkan data yang pasti mengenai jumlah penumpang yang ikut dalam pelayaran. Jika ada warga yang merasa anggota keluarganya ikut dalam pelayaran itu namun belum ada kabar, dipersilahkan segera melapor ke Posko Basarnas di Pelabuhan Tenau Kupang.
”Belum ada data pasti berapa orang yang hilang. Kami terus melakukan pencarian,” ujarnya. Korban meninggal yang ditemukan pada hari pertama sebanyak 14 dan pada hari kedua sebanyak 3 orang. Pencarian masih terus dilanjutkan selama beberapa hari ke depan.
Proses hukum
Secara terpisah, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat meminta pihak kepolisian agar mengusut tuntas peristiwa tersebut dengan memeriksa sejumlah pihak terkait seperti operator kapal dan otoritas pelabuhan keberangkatan. ”Nanti dipanggil, diperiksa, diproses sehingga ke depan tidak terjadi lagi seperti ini,” ujarnya.
Viktor menduga, adanya perbedaan data antara penumpang yang ikut berlayar dengan data yang tertulis di manifes itu sengaja dimanipulasi untuk menghindari pajak. Sayangnya, hal tersebut berujung pada jatuhnya korban jiwa. Pelayaran di daerah itu pun terkesan mengabaikan aspek keselamatan. Viktor juga berjanji akan membenahi pelayaran di NTT.
Kebakaran kapal ini kembali menambahkan panjang deretan kecelakaan laut di NTT dalam dua pekan terakhir. Pada 16 Oktober 2022 lalu, sebuah kapal motor tenggelam dan menewaskan enam orang di Desa Bo’a, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao. Insiden bermula dari puluhan orang ikut menarik kapal motor yang baru selesai dibuat itu ke laut.
Setelah kapal ditarik sejauh 20 meter, mereka beramai-ramai naik ke kapal. Kapal yang seharusnya berkapasitas 25 orang itu diisi 41 warga. Saat berada sekitar 600 meter dari pesisir, nakhoda memutuskan kembali ke pantai lantaran angin kencang dan gelombang menenggelamkan kapal itu.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Ariasandy mengatakan, Polda NTT telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kebakaran tersebut. Tim masih melakukan pengumpulan bahan dan keterangan. ”Belum ada yang diperiksa. Semua masih fokus pada pencarian dan evakuasi bersama tim Basarnas,” ujarnya.