Minim Informasi, Lima Anak Meninggal akibat Kasus Gagal Ginjal Akut di Sulsel
Kurangnya informasi terkait penyakit gagal ginjal akut membuat kasus pertama di Sulawesi Selatan pada Juli lalu tak terdeteksi. Kini, pengawasan dan deteksi dini terus dilakukan untuk mencegah meluasnya kasus tersebut.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·2 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Kasus gagal ginjal akut di Sulawesi Selatan terjadi sejak Juli 2022. Namun, akibat minimnya informasi terkait penyakit ini, lima anak telanjur meninggal sejak Juli 2022 hingga saat ini.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Rosmini di Makassar, Selasa (25/10/2022). Tercatat total delapan kasus yang terdeteksi sejak Juli 2022. Lima di antaranya meninggal dunia.
”Empat anak meninggal dunia pada bulan Juli. Bulan ini ada satu orang meninggal dunia. Seorang lainnya masih dirawat, tapi sekarang kondisinya membaik,” katanya.
Menurut Rosmini, pemeriksaan ulang riwayat kesehatan pada anak-anak yang menderita gagal ginjal akut pada bulan Juli dilakukan setelah kasus ini ramai akhir-akhir ini. Kesimpulannya, mereka meninggal akibat gagal ginjal akut. Khusus anak yang meninggal di bulan ini berasal dari Kabupaten Luwu Timur.
Saat ini, menurut dia, pengawasan dan sosialisasi dilakukan di seluruh kabupaten dan kota dengan melibatkan tenaga kesehatan di puskesmas. Dinkes Sulsel, ujar Rosmini, juga sedang mengupayakan obat gagal ginjal akut dari Singapura melalui Kementerian Kesehatan.
”Saat ini kasus-kasus demam pada anak mendapat perhatian khusus sebagai langkah antisipasi. Petugas juga kami turunkan untuk melakukan sosialisasi dan deteksi dini untuk mencegah kasus bertambah. Harapannya, kasus serupa tidak muncul lagi,” katanya.
Meski sudah memicu kematian, sebagian warga di Sulsel belum mendapat informasi ideal. Padahal, informasi yang cukup bisa mencegah kesakitan yang berujung kematian.
Maharani (30), warga Makassar, mengatakan sempat panik saat anaknya yang berumur 14 bulan demam selama dua minggu lalu. Bila sebelumnya hanya perlu diberi obat penurun panas, saat itu ia memilih pergi ke dokter.
”Saya awasi terus demamnya dan intensitas buang air kecilnya, lancar atau tidak. Saya juga berkonsultasi ke dokter untuk memastikan kesehatannya,” katanya.