Terdampak Longsor, Puluhan Keluarga di Trenggalek Bakal Direlokasi
Puluhan keluarga di Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, akan direlokasi ke tempat yang lebih aman akibat terdampak longsor.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
TRENGGALEK, KOMPAS — Puluhan keluarga di Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, akan direlokasi ke tempat yang lebih aman. Kebijakan itu diambil karena permukiman mereka diterjang longsor dan berpotensi terjadi longsor susulan serta bencana tanah gerak.
Pemerintah Provinsi Jatim telah menyiapkan lahan relokasi permukiman warga secara permanen. Lokasinya berada di kawasan perkebunan milik Pemprov Jatim. Adapun jarak antara permukiman warga sebelumnya dan lokasi relokasi tersebut sekitar 2 kilometer.
Selama menunggu penyiapan relokasi permukiman tersebut, warga korban bencana longsor mengungsi di tempat yang aman. Sebagian mengungsi di rumah sanak saudara, sebagian lagi mengungsi di tempat pengungsian yang disediakan Pemerintah Kabupaten Trenggalek.
Gubernur Khofifah Indar Parawansa, saat meninjau ke Trenggalek, Minggu (23/10/2022), mengatakan, penyiapan relokasi permukiman di Desa Sumurup diprediksi tidak lama. Hal itu disebabkan lahan yang digunakan merupakan aset pemprov sehingga bisa langsung dihibahkan kepada Pemkab Trenggalek tanpa melalui peraturan daerah. ”Bisa segera dibangun hunian relokasi sehingga mereka lebih aman dan terlindungi,” ujarnya.
Bupati Trenggalek Nur Arifin mengatakan, pemilihan tempat relokasi yang tidak jauh dari permukiman warga sebelumnya itu agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya. Adapun untuk mencegah longsor susulan, pihaknya berencana membangun sabuk aliran air di dekat tebing yang longsor.
”Hal itu untuk mengalirkan air dari atas bukit agar tidak masuk ke dalam rongga tanah sehingga memicu longsor yang lebih besar lagi. Alat berat dari Pemprov Jatim sudah didatangkan sehingga pembangunan jalan air di dekat tebing yang longsor bisa segera dimulai,” kata Arifin.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek hingga Sabtu (22/10/2022), terdapat 65 lokasi longsor. Lokasi itu berada di delapan kecamatan, yakni Trenggalek, Dongko, Suruh, Gandusari, Bendungan, Tugu, Kampak, dan Pule. Total terdapat 23 desa yang melaporkan kejadian longsor di wilayahnya.
Dampak bencana longsor itu dirasakan 117 keluarga dengan sebanyak 175 warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Adapun longsor terparah terjadi di Desa Sumurup. Sebanyak 51 keluarga harus direlokasi karena rumah mereka terdampak longsor. Kondisi rumah ada yang terpendam total, terpendam sebagian, dan terancam longsor susulan.
Sebelumnya, Trenggalek juga dilanda banjir parah pada Rabu (19/10/2022). Bencana itu terjadi di Kecamatan Trenggalek, Pogalan, Karangan, Durenan, dan Gandusari dengan jumlah desa terdampak sebanyak 29 desa. Ribuan keluarga harus mengungsi ke tempat aman karena rumah mereka terendam banjir dengan ketinggian hingga 1 meter.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim Sriyono mengatakan, selain Trenggalek, banjir juga melanda sejumlah wilayah, seperti Banyuwangi, Malang, Ponorogo, dan Pacitan, dalam pekan ini. Penyebabnya ialah cuaca ekstrem berupa curah hujan tinggi yang melanda sebagian besar daerah di Jatim.
Mahendra A Maulana dari Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Pantai Departemen Teknik Sipil FTSPK Intitut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) mengatakan, bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah di Jatim tidak semata karena curah hujan tinggi.
Banjir dan longsor juga disebabkan berkurangnya area resapan air di kawasan hulu sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai dan lereng pegunungan. Berkurangnya area resapan itu disebabkan banyaknya alih fungsi lahan di perbukitan dan pegunungan dari sebelumnya hutan menjadi lahan pertanian produktif.
Menyikapi maraknya banjir dan longsor yang terjadi dalam dua pekan belakangan, Pemprov Jatim telah menggelar apel kesiapsiagaan penanggulangan bencana pada Kamis (20/10/2022). Apel di Markas Kodam Brawijaya itu melibatkan beberapa instansi, antara lain BPBD Jatim, Polda Jatim, Koarmada II, Basarnas Surabaya, Dinsos Jatim, dan Dinas Kesehatan Jatim.
Dalam kesempatan itu, Khofifah meminta kepala daerah atau bupati dan wali kota membuat rencana kontingensi sesuai potensi bencana di wilayahnya. Hal itu menjadi bagian dari mitigasi bencana untuk menekan dampak material ataupun nonmaterial.
Setiap kepala daerah juga diminta terus mengecek kesiapan personel dan peralatan penanggulangan bencana secara berkala agar senantiasa siap saat digunakan. Simulasi atau latihan penanggulangan bencana secara terpadu juga agar digelar sehingga setiap institusi memahami dengan baik tugas atau peran masing-masing.
”Memperkuat koordinasi dalam satu kluster penanganan darurat untuk penanganan bencana yang lebih profesional. Lakukan monitoring atau pemantauan kondisi cuaca secara terus-menerus di wilayah masing-masing,” ucap Khofifah.