Dua Anak Meninggal di RSUD Raden Mattaher Jambi akibat Gagal Ginjal Akut
Pasien pertama meninggal setelah sempat menjalani cuci darah hingga lima kali. Pasien kedua meninggal setelah dirawat tiga hari, tetapi belum sempat menjalani cuci darah.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Kasus gagal ginjal juga menyebar di Kota Jambi. Hingga Kamis (20/10/2022) diketahui 11 anak menderita gagal ginjal akut, dua di antaranya meninggal setelah dirawat di RSUD Raden Mattaher, Jambi.
Wakil Direktur RSUD Raden Mattaher Anton Kamarun mengemukakan, pihaknya telah melaporkan dua anak meninggal karena menderita gagal ginjal akut yang belum diketahui penyebabnya ke Kementerian Kesehatan. Keduanya berusia delapan tahun.
Anton menjelaskan, pasien pertama meninggal setelah sempat menjalani cuci darah hingga lima kali. ”Sementara pasien kedua meninggal setelah dirawat tiga hari, tetapi belum sempat menjalani cuci darah,” katanya.
Pasien kedua, lanjut Anton, memiliki ciri-ciri yang khas, seperti demam tinggi, batuk dan pilek, serta sulit buang air kecil. Setelah dicek fungsi ginjalnya memang mengalami kerusakan. Sejauh ini, pihaknya masih menelusuri apakah kedua pasien memiliki riwayat pernah mengidap Covid-19.
Ia pun mengimbau agar para orangtua yang mendapati anaknya memiliki ciri-ciri demam tinggi, mengalami batuk dan pilek, serta sulit buang air kecil untuk segera memeriksakannya ke dokter.
Wakil Wali Kota Jambi Maulana mengatakan, saat ini terdata ada 11 anak di Kota Jambi yang tengah dirawat karena menderita penyakit gagal ginjal akut yang belum diketahui penyebabnya. Salah satunya sempat dirujuk ke rumah sakit di Padang, Sumatera Barat, tetapi akhirnya meninggal pada Kamis ini.
”Saya baru ditelepon ada salah satu keluarga yang putranya usia 1 tahun 6 bulan mengalami gagal ginjal akut, dirujuk ke Padang, tetapi akhirnya meninggal,” katanya seusai rapat koordinasi kelompok kerja operasional yang melibatkan seluruh puskesmas, kecamatan, dan lintas sektoral di Kota Jambi.
Mengetahui situasi tersebut, pihaknya mendorong agar dilakukan pencegahan masif untuk menekan bertambahnya kasus baru. Selagi menunggu kepastian mengenai penyebab penyakit tersebut, Maulana menyarankan agar upaya pencegahan tetap dilakukan. ”Orangtua jangan memberikan obat sirup untuk sementara waktu kepada anaknya. Begitu juga apotek dan rumah rumah sakit, jangan memberikan obat sirup,” ujarnya.
Ia pun mendorong agar petugas pelayanan kesehatan gencar menyosialisasikan kepada para orangtua. Isinya perihal imbauan agar anak-anak tidak diasup obat berupa sirup dulu sampai ada hasil mengenai penyebab penyakit.
Langkah terpadu dan cepat, tambah Maulana, lebih lanjut akan diatur dalam Surat Edaran Wali Kota Jambi. Saat ini, rancangan surat edaran tengah disiapkan.
Penelusuran dan pengujian secara komprehensif hingga kini masih dilakukan pada obat sediaan cair atau sirup yang dicurigai sebagai penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal pada ratusan anak di Indonesia. Sampai hasil pemeriksaan tersebut tuntas, Kementerian Kesehatan untuk sementara melarang penggunaan obat dengan sediaan cair atau sirup.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kementerian Kesehatan untuk sementara waktu melarang penggunaan obat-obatan dalam bentuk cair ataupun sirup sampai hasil penelitian kualitatif yang dilakukan terkait penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal selesai dilakukan. Hal ini dilakukan sebagai langkah konservatif untuk melindungi anak-anak di Indonesia.
”Jumlah anak balita yang teridentifikasi AKI (gangguan ginjal akut) sudah mencapai 70-an anak per bulan. Realitasnya pasti lebih dari ini, dengan tingkat fatality atau kematian mendekati 50 persen,” katanya di Jakarta, Kamis, sebagaimana diberitakan di sini.