Otopsi Korban Kanjuruhan Belum Dilakukan, Keluarga Disebut Masih Tidak Mengizinkan
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Toni Harmanto mengatakan, otopsi korban tragedi Kanjuruhan belum bisa dilakukan. Keluarga korban disebut tidak memberikan izin.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Proses otopsi korban tragedi Kanjuruhan belum bisa dilakukan karena keluarga korban diklaim tidak memberikan izin. Diduga karena tertekan, keluarga korban belum mengizinkan pelaksanaan proses itu.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Toni Harmanto, Rabu (19/10/2022), mengatakan, otopsi korban tragedi Kanjuruhan yang direncanakan pada Kamis (20/10/2022) batal. Keluarga korban disebut belum memberi izin.
Ditanya tentang dugaan tekanan polisi kepada keluarga korban terkait izin otopsi, Toni membantahnya. ”Itu tidak benar, tidak benar ada hal itu,” katanya, singkat.
Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto, Kapolda Jatim baru, mengunjungi RSSA Malang pada Rabu (19/10/2022).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan mengatakan, DA, salah satu orangtua korban, mencabut izin otopsi anaknya yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan.
Pencabutan itu diduga karena ada tekanan. Kehadiran aparat setingkat daerah dan pusat setiap hari ke rumah DA disebut menjadi penyebabnya. Apalagi, saat itu tidak ada lembaga bantuan hukum yang turut mendampinginya.
”Saat ini, keluarga DA sudah kami dampingi. Namun, DA sudah telanjur tak mau jenazah anaknya diotopsi,” kata Andy.
Dicabutnya persetujuan otopsi, tambah Andy, membuat proses pengusutan kasus tragedi Kanjuruhan terancam tidak tuntas. Proses itu penting untuk menambah fakta dan bukti penyebab kematian (Kompas.id, Selasa, 18/10/2022).
Anggota tim hukum gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky, mengatakan, pihaknya belum menyerah mencari keluarga yang mau mengizinkan jenazah keluarganya diotopsi. ”Kami akan tetap mengusahakan agar otopsi bisa dilakukan. Memang, semua akan takut karena ada pihak-pihak yang membuat keluarga korban merasa tertekan,” katanya.
Selain izin itu, keluarga korban juga tidak menerima rangkuman (resume) medik keluarganya yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan dan dirawat di RS rujukan pemerintah.
”Kami tidak diberikan rekam medik. Itu sebabnya, keluarga memberikan kuasa kepada tim TGA untuk meminta rekam medik itu ke rumah sakit,” kata Boy (44), sepupu Andi Setiawan (33), korban tragedi Kanjuruhan asal Mergosono yang meninggal pada Selasa (18/10/2022).
Rabu, tim TGA sebagai kuasa hukum keluarga Andi Setiawan bakal mengikuti rapat bersama pihak Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang dan Dinas Sosial Jatim terkait hal itu. ”Hari ini, kami akan rapat untuk menjelaskan soal itu,” kata Direktur RSSA Kohar Hari Sasongko.
Sementara itu, polisi dijadwalkan merekonstruksi kasus tragedi Kanjuruhan di Polda Jatim, Rabu. Rekonstruksi yang tidak dilakukan di Stadion Kanjuruhan, disoroti oleh berbagai pihak, mengandung kejanggalan.
”Rekonstruksi di TKP itu lebih mudah dan efektif. Toh jarak Surabaya-Malang tidak sampai 2 jam perjalanan. Sama-sama selesai dalam sehari. Jadi, kalau alasan menggelar rekonstruksi di Polda Jatim dan bukan di Stadion Kanjuruhan, itu saya rasa memang mengundang tanya,” kata Anjar, menambahkan.
Menurut Anjar, rekonstruksi itu tujuannya untuk memperoleh gambaran di mana posisi petugas penembak, jarak ke sasaran, ditembakkan ke arah mana, kemudian gas air mata itu meletus di titik mana tepatnya, paparan asapnya ke area mana saja, dan seterusnya.
”Nah, kalau dilakukan di lapangan milik polda, apa bisa mendapatkan gambaran yang sama? Apa sama bentuk tribunenya dengan Kanjuruhan?” kritik Anjar.