Jalankan Rekomendasi Ekshumasi Korban Tragedi Kanjuruhan
Polri diingatkan agar jalankan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta, yakni ekshumasi korban Tragedi Kanjuruhan, guna memastikan penyebab kematian 133 jiwa dalam insiden karena penembakan gas air mata itu.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Petugas memeriksa jenazah korban insiden sepak bola Tragedi Kanjuruhan di RS Wava Husada, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (2/10/2022).
SURABAYA, KOMPAS — Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mengingatkan Polri untuk tetap menjalankan rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF bentukan Presiden Joko Widodo, yakni ekshumasi korban Tragedi Kanjuruhan.
Demikian diutarakan Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenkopolhukam Inspektur Jenderal Armed Wijaya dalam jumpa pers seusai rekonstruksi kasus Tragedi Kanjuruhan di Gedung Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur, Surabaya, Rabu (19/10/2022).
”Kami akan mengecek ada rekomendasi lagi tentang otopsi korban yang meninggal untuk memastikan penyebab kematian dari korban,” kata Armed.
Ekshumasi ialah penggalian atau pembongkaran kubur oleh aparatur berwenang dengan tujuan keadilan bagi korban dengan kematian dianggap tidak wajar. Selanjutnya, jasad korban akan diperiksa secara ilmu kedokteran forensik untuk mengetahui penyebab kematian yang tidak natural dan dikuburkan sebelum dilakukan otopsi.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10/2022) malam seusai laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim. Seusai laga yang berakhir dengan kekalahan tim tuan rumah atau Arema 2-3 dari Persebaya, terjadi kericuhan antara suporter dan petugas keamanan. Petugas dari Brimob Polda Jatim menembakkan gas air mata yang memicu kepanikan, ketakutan, dan berujung kematian 133 jiwa, termasuk 2 anggota Polri, dan 604 jiwa terluka, mayoritas pendukung Arema atau Aremania.
ISTIMEWA
Suasana di dalam Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam, seusai laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Terkait insiden berdarah dalam sepak bola dengan jumlah korban meninggal tertinggi kedua dunia itu, Presiden Joko Widodo membentuk TGIPF. Dalam laporan, TGIPF berpandangan perlu otopsi terhadap korban dan pemeriksaan laboratorium pada gas air mata. Hasil otopsi harus dibandingkan dengan hasil laboratorium terhadap pemeriksaan racun atau kandungan kimia dalam gas air mata untuk memastikan secara akurat penyebab kematian korban.
”Melakukan otopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata guna memastikan faktor-faktor penyebab kematian,” tulis TGIPF dalam rekomendasi bagi Polri butir H.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menyatakan, tim penyidik masih menjalin komunikasi dengan keluarga korban yang menyetujui ekshumasi.
”Penyidik dan Kemenkopolhukam akan bertemu dengan keluarga korban. Sesuai dengan Pasal 134 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), penyidik harus berkomunikasi terlebih dahulu dengan pihak keluarga,” katanya.
Pasal 134 KUHAP terdiri atas tiga ayat. Ayat (1) dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Ayat (2) dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. Ayat (3) apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 Ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 133 Ayat (3) tertulis mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.