Muncul Protes, Pemkab Lombok Utara Diminta Tunda Sistem ”One Gate” di Gili
Pemkab Lombok Utara mulai menguji coba sistem baru pemberangkatan kapal cepat dari destinasi wisata tiga Gili menuju Bali. Namun, sistem tersebut diprotes sejumlah pihak, termasuk para wisatawan asing.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·6 menit baca
TANJUNG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, mulai menguji coba sistem baru pemberangkatkan kapal cepat dari detinasi wisata tiga gili menuju Bali. Namun, sistem yang disebut sebagai sistem one gate atau satu gerbang itu diprotes sejumlah pihak, termasuk wisatawan. Pemkab Lombok Utara pun diminta menunda pemberlakuan sistem itu.
Sistem baru pemberangkatan kapal cepat itu mulai diuji coba sejak Senin (17/10/2022) kemarin. Dasar kebijakan itu adalah surat Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu, yang diterbitkan pada 6 Oktober 2022 lalu. Surat itu ditujukan kepada Kepala Unit Pelayanan Pelabuhan Kelas II Pemenang.
Dalam surat itu, Djohan menyampaikan tiga rekomendasi guna mendukung pelayanan wisatawan dan optimalisasi penerimaan daerah melalui retribusi pendapatan asli daerah (PAD) pariwisata, khususnya yang berasal dari destinasi tiga gili. Rekomendasi pertama, penurunan penumpang kapal cepat dari Bali dilakukan di dermaga tiga gili, yakni Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Kedua, proses pemberangkatan seluruh kapal cepat dilakukan dari Pelabuhan Bangsal di Lombok daratan. Rekomendasi ketiga, seluruh penumpang yang berasal dari tiga gili diangkut oleh armada pelayaran rakyat yang diselenggarakan oleh Koperasi Karya Bahari.
Menurut Djohan, melalui pola tersebut, diharapkan terwujudnya keadilan antarpelaku transportasi. Selain itu, diharapkan ada sinergi antara pemerintah daerah dan koperasi angkutan lokal dalam penarikan retribusi PAD yang lebih efektif dengan tetap menjaga kenyamanan dan keselamatan penumpang.
Dengan adanya sistem baru itu, wisatawan dari tiga gili yang ingin kembali ke Bali harus terlebih dulu menuju Pelabuhan Bangsal menggunakan armada pelayaran rakyat dengan biaya Rp 20.000 per orang. Dari Pelabuhan Bangsal, mereka baru bisa naik kapal cepat menuju ke Bali.
Padahal, sebelum adanya sistem baru itu, wisatawan bisa langsung naik kapal cepat dari tiga gili menuju ke Bali. Selama ini, memang banyak wisatawan asing yang menggunakan kapal cepat dari Bali untuk menuju ke tiga gili. Setelah puas berwisata di tiga gili, biasanya mereka langsung balik ke Bali menggunakan kapal cepat juga.
Sejak sistem baru itu diuji coba pada Senin kemarin hingga Selasa (18/10/2022), muncul protes dari pelaku usaha ataupun wisatawan. Sebagian dari mereka memanfaatkan media sosial untuk mengutarakan protes terhadap sistem itu. Bahkan, ada juga yang membuat petisi untuk menolak penerapan sistem baru itu.
”Saya baru menghabiskan empat malam yang luar biasa di Gili Trawangan. Kami berencana kembali tahun depan. Tetapi bisa batal karena ada sistem baru ini,” kata Roddy Price, wisatawan asal Australia, melalui media sosial Facebook.
Menurut Roddy, sebagai wisatawan, ia tidak habis pikir dengan sistem yang mengharuskan wisatawan berpindah dari satu kapal ke kapal lain. Apalagi, para wisatawan membawa barang bagasi yang rata-rata beratnya mencapai 15-20 kilogram. Roddy menyebut, jika ada kelebihan muatan dalam pelayaran dengan kapal umum ke Pelabuhan Bangsal, hal itu bisa membahayakan para wisatawan.
Rebecca, wisatawan asal Jerman yang ditemui Kompas di Pelabuhan Bangsal, juga menyampaikan hal serupa. Menurut Rebecca, sistem baru itu membuatnya berpikir dua kali untuk kembali ke gili.
”Sekarang jadi rumit. Sangat sulit karena harus naik kapal penyeberangan umum dengan ombak yang besar ke Pelabuhan Bangsal. Selain penuh orang, juga barang bawaan. Apalagi banyak anak kecil juga. Benar-benar membuat perjalanan panjang balik ke Bali,” kata Rebecca.
Sebagai wisatawan yang pernah beberapa kali mengunjungi Gili, Rebecca menyebut, sistem keberangkatan dari tiga Gili ke Bali sudah berjalan baik. Oleh karena itu, ia tidak mengerti mengapa pemerintah daerah harus menggantinya dengan sistem baru.
Berdasarkan pantauan Kompas, wisatawan asing dari tiga Gili tampak menggunakan kapal penyeberangan umum bersama wisatawan domestik. Begitu sampai di Pelabuhan Bangsal, mereka harus membawa barang turun dari kapal tanpa jembatan penyeberangan atau langsung ke pantai.
Sambil membawa barang bawaan atau menarik koper, mereka harus berjalan kaki melewati jembatan penyeberangan sekitar 500 meter menuju dermaga Pelabuhan Bangsal. Di sana, mereka kemudian mengantre atau menunggu kapal cepat yang menuju Bali.
Sangat sulit karena harus naik kapal penyeberangan umum dengan ombak yang besar ke Pelabuhan Bangsal. (Rebecca, wisatawan asal Jerman)
Tunda
Pada Selasa siang, Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan bertemu dengan seluruh pemangku kepentingan dan pelaku usaha pariwisata di kawasan tiga Gili. Dalam kesempatan itu, hadir perwakilan perusahaan kapal cepat, hotel, juga pengelola kapal penyeberangan umum.
Turut hadir juga dalam pertemuan itu Kepala Unit Pelayanan Pelabuhan Klas II Pemenang Muhammad Mustajid, Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) Yusron Hadi, serta Kepala Dinas Perhubungan NTB Lalu Moh Faozal.
Dalam kesempatan itu, para pelaku pariwisata di tiga Gili menyampaikan keluhan tentang sistem baru tersebut. Yeni, perwakilan perusahaan kapal cepat Bluewater Express, mengatakan, pelayanan untuk para wisatawan asing seharusnya dilakukan dengan standar yang baik. Namun, para wisatawan yang mendatangkan PAD besar itu justru dilayani kapal penyeberangan umum saat keluar dari Gili.
”Kami tidak meremehkan kapal penyeberangan umum, tetapi keamanan dan kenyamanan tamu sangat penting. Saya ikut naik kapal dari Gili menemani wisatawan, saat ombak besar, wisatawan teriak dan anak-anak ketakutan,” kata Yeni.
Menurut Yeni, kondisi itu bertolak belakang dengan pernyataan Pemkab Lombok Utara tentang pentingnya pelayanan terbaik ke wisatawan. ”Kami menghormati dan siap bekerja sama dengan pemerintah daerah. Tetapi saya meminta, tolong petimbangkan lagi (kebijakan ini),” katanya.
General Manager Royal Regantris Villa Karang Gili Air, Lalu Suaidi Alwi, mengatakan, pelayanan di sektor pariwisata seharusnya mempermudah para wisatawan. Namun, sistem baru itu justru mempersulit para wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB Yusron Hadi mengatakan, saat ini sebenarnya merupakan momentum untuk membangun citra pariwisata NTB yang elok dan bagus. Apalagi, selama dua tahun terakhir, pariwisata NTB, termasuk di tiga Gili, terpuruk akibat pandemi.
”Baru kita pulih dan bangkit, sekarang gaduh lagi. Kemarin kita sibuk soal catcalling (pelecehan seksual), masalah air bersih, sekarang ada lagi di tengah kondisi wisatawan membeludak,” kata Yusron.
Yusron juga menyayangkan kegaduhan akibat sistem baru itu muncul di tengah upaya mendatangkan wisatawan, termasuk penonton ajang World Superbike di Mandalika. Dia menilai sistem itu menuai banyak penolakan karena proses penetapannya yang prematur.
Oleh karena itu, Yusron menyarankan, pemberlakuan sistem itu ditunda lebih dulu, kemudian dibicarakan di antara semua pemangku kepentingan. Pembicaraan itu penting untuk mencari solusi terbaik terkait masalah tersebut.
Sementara itu, Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan mengatakan, munculnya pro kontra terkait sistem itu merupakan hal wajar. Dia menyebut, bisa jadi ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan terkait sistem tersebut.
Meski demikian, menurut Danny, uji coba sistem itu tidak akan dihentikan. Uji coba akan terus berjalan sambil dievaluasi. ”Ini adalah uji coba untuk selanjutnya kami terapkan jangka panjang di kawasan Gili. Tetapi evaluasi juga harus segera kita upayakan,” katanya.