Irvan Ido yang meneliti Teluk Kendari mengatakan, di luar kasus kriminalitas dan keamanan di sekitar teluk, kondisi dasar teluk mengalami sedimentasi tinggi. Berbahaya bagi nelayan saat menjejak dasar.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Jaring milik warga yang tenggelam di Teluk Kendari, Kendari, Sulawesi Tenggara, ditemukan masih terpasang pada Senin (17/10/2022).
KENDARI, KOMPAS — Dua guru yang sedang menjaring ikan di Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, tewas tenggelam. Dua korban yang masih kerabat ini ditemukan meninggal di lokasi berbeda. Pemerintah diharapkan menjaga teluk yang mengalami sedimentasi tinggi yang berbahaya bagi warga dan nelayan.
Dua guru yang tenggelam tersebut adalah Herman (47) dan La Mbolosi (51). Keduanya masih kerabat dan rutin menjala ikan setiap akhir pekan di Teluk Kendari. Herman ditemukan tak bernyawa di jejeran mangrove di Kendari Water Sport pada Senin (17/10/2022) pagi.
Abidin (35), keluarga korban, menyampaikan, keduanya diketahui keluar mencari ikan pada Minggu (16/10/2022) sekitar pukul 03.00 Wita. Namun, hingga sore, keduanya tidak kunjung pulang ke rumah. Keluarga lalu melakukan pencarian, tetapi tidak kunjung menemukan mereka. Keduanya merupakan guru sekolah menengah atas di sekolah berbeda.
”Senin pagi, keluarga lalu melapor ke kantor SAR. Tadi pagi, Herman ditemukan meninggal di tepian Kendari Water Sport, terapung dekat mangrove. Sepupu kami yang satu, La Mbolosi, masih dalam pencarian,” katanya. Berselang beberapa jam setelahnya, La Mbolosi ditemukan meninggal berjarak 1 kilometer dari lokasi korban pertama ditemukan.
Kedua korban, lanjut Abidin, memang rutin mencari ikan di Teluk Kendari. Mereka keluar pada dini hari dan kembali sebelum tengah hari. Mereka mencari ikan dengan sampan kecil dan menyisir tepian teluk.
Sering kali Abidin ikut bersama keduanya. Mereka biasanya mengayuh sampan di tepian Teluk Kendari, lalu turun untuk memasang jaring yang dibentuk melingkar. Saat air turun, mereka kembali mengecek tangkapan yang terperangkap di jaring.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Kondisi Teluk Kendari di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang mengalami sedimentasi parah seperti terlihat pada Senin (17/10/2022). Dua warga yang sedang menjaring ikan tenggelam di tepian teluk pada Minggu (16/10/2022) dan ditemukan meninggal sehari setelahnya.
Namun, kali ini keduanya tidak kunjung pulang meski hari telah petang. Sampan yang dipakai ditemukan berjarak 500 meter dari tempat korban pertama ditemukan. Jala yang digunakan korban juga masih terpasang.
”Belum tahu tenggelamnya bagaimana, tapi sampannya ada, tidak terbalik, dan jaringnya masih terpasang. Keduanya tidak mahir berenang dan di dasar teluk lumpur memang tinggi,” sambungnya.
Tasruddin (40), rekan mengajar La Mbolosi di MAN 1 Kendari, menceritakan, ia terakhir bertemu korban pada Sabtu pekan lalu. Saat itu, korban bercerita akan kembali menjala ikan di Teluk Kendari.
”Ia cerita pekan lalu waktu turun dapat ikan banyak. Kalau dapat ikan banyak, dia mau panggil kami makan ikan di rumahnya. Tapi, sampai Minggu sore tidak ada panggilan. Saya pikir dia tidak turun ke laut,” ucapnya.
Hingga Senin pagi, Tasruddin menuturkan, rekannya tersebut tidak datang ke sekolah. Tiba-tiba keluarga korban mengabarkan bahwa La Mbolosi tenggelam di Teluk Kendari dan belum kunjung ditemukan.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Kendari Aris Sofingi mengatakan, tim SAR gabungan menemukan dua orang yang tenggelam dalam kondisi meninggal. Korban pertama ditemukan pada pukul 07.30 Wita, sementara korban kedua ditemukan pada pukul 11.30 Wita.
”Kedua korban lalu dievakuasi dan diserahkan kepada keluarga. Dengan penemuan kedua korban ini, pencarian dinyatakan ditutup,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Kota Kendari Komisaris Besar Eka Faturrahman menuturkan, pihaknya untuk sementara menyimpulkan kedua korban tewas tenggelam. Tidak ada temuan luka dari kedua korban tersebut. ”Sementara ini, kami simpulkan (meninggal) akibat tenggelam. Jika ada unsur lain dari hasil visum, akan kami sampaikan selanjutnya,” katanya.
Sedimentasi teluk
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Sejumlah warga yang juga nelayan membawa barang untuk dipindahkan ke kapal di Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (28/3/2022). Nelayan kecil di wilayah ini menghadapi berbagai tantangan, utamanya dengan konflik jalur penangkapan yang telah diatur pemerintah.
Akademisi Universitas Halu Oleo, Irvan Ido, yang meneliti Teluk Kendari mengatakan, di luar kasus kriminalitas dan keamanan di sekitar teluk, kondisi dasar Teluk Kendari memang rawan untuk nelayan dan warga. Sebab, teluk mengalami sedimentasi tinggi yang berbahaya bagi nelayan saat menjejak dasar.
Menurut Irfan, Pemerintah Kota Kendari bersama instansi lainnya sudah seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap wilayah teluk, mulai dari upaya mengatasi sedimentasi, pengembalian tutupan mangrove, hingga penataan kawasan secara menyeluruh.
”Tahap awal, pemerintah melakukan pengerukan sedimen, sembari memasang tanda imbauan kepada warga. Lalu, mengupayakan agar sedimentasi dari DAS Sungai Wanggu tidak langsung ke teluk. Terakhir, penanaman kembali mangrove, dan mengembalikan fungsi teluk sebagaimana mestinya,” ucapnya.
Wilayah Teluk Kendari kini mengalami sedimentasi parah seiring pesatnya pembangunan. Hasil penelitian Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai Sampara menyebutkan, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, terjadi pendangkalan seluas 101,8 hektar di Teluk Kendari. Luas wilayah teluk ini menyusut dari semula 1.186,2 hektar menjadi 1.084,4 hektar pada tahun 2000.
Padahal, Teluk Kendari merupakan salah satu aset penting yang merupakan muara dari sedikitnya 13 sungai di Kota Kendari. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Wanggu dan Sungai Kambu adalah dua terbesar yang bermuara di Teluk Kendari.
Sungai Wanggu, yang memiliki DAS seluas 339,73 kilometer persegi, merupakan penyumbang sedimentasi terbesar, mencapai 143.147 meter kubik per tahun. Hal itu sesuai riset dari Catrin Sudardjat, M Syahril BK, dan Hadi Kardhana pada 2011, seperti dilansir dari laman LPPM Institut Teknologi Bandung.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Aliran Sungai Wanggu yang bermuara di Teluk Kendari membawa sedimentasi masif, seperti terlihat pada Jumat (26/3/2021), di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sedimentasi dan reklamasi selama beberapa dekade terakhir membuat wilayah teluk seluas 900 hektar ini kritis.