Pimpinan Tersandung Kasus Narkotika, Saatnya Polda Sumbar Berbenah
Kasus peredaran narkotika yang melibatkan dua perwira di Kepolisian Daerah Sumatera Barat menjadi sorotan banyak pihak. Kejadian tersebut harus menjadi momentum bagi Polri, termasuk Polda Sumbar, untuk berbenah.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kasus peredaran narkotika yang melibatkan dua perwira di Kepolisian Daerah Sumatera Barat menjadi sorotan banyak pihak. Kejadian tersebut harus menjadi momentum bagi Polri, termasuk Polda Sumbar, untuk melakukan pembenahan.
“Kejadian ini sangat disayangkan. Ketika Polri mulai berbenah seusai kasus Irjen Ferdy Sambo, ada kasus baru mencoreng institusi Polri,” kata dosen kebijakan publik dan komunikasi politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Ekasakti, Padang, Riswanto Bakhtiar, Minggu (16/10/2022).
Sebelumnya diberitakan, mantan Kepala Polda Sumbar Inspektur Jenderal Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana narkotika oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (14/10/2022). Teddy ditangkap bersama sejumlah anggota kepolisian aktif di Sumbar dalam penyelewengan barang bukti kasus narkotika. Salah satu polisi yang terlibat dalam kasus itu adalah mantan Kepala Polres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara.
Pada Mei lalu, Polda Sumbar dan Polres Bukittinggi mengungkap peredaran sabu terbesar di Sumbar dengan barang bukti 41,4 kilogram (kg). Akan tetapi, pencapaian itu justru berujung antiklimaks. Teddy dan Dody ditangkap karena diduga terlibat pengedaran sabu. Sisa barang bukti 5 kg yang disisihkan dari sabu 41,4 kg itu diselewengkan dengan diganti tawas, kemudian dijual kembali ke bandar narkotika lainnya.
Riswanto memaparkan, pengungkapan kasus peredaran narkotika yang melibatkan dua perwira aktif Polda Sumbar itu bisa jadi merupakan bagian dari puncak gunung es. Hal ini karena banyak persoalan lain yang diduga melibatkan polisi. Apalagi, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Polri untuk melakukan bersih-bersih.
Setelah kasus tersebut, Riswanto mengatakan, Polda Sumbar harus mulai berbenah. Seluruh pejabat ataupun perwira di Sumbar mesti dikumpulkan dan diberi pengarahan. Semua barang bukti, tidak hanya narkotika, di jajaran Polda Sumbar juga harus ditinjau ulang.
”Jangan-jangan barang bukti lain juga ada yang hilang. Saya kira (peninjauan barang bukti) itu bagus untuk diterapkan sehingga tidak ada lagi muncul kasus kehilangan atau penyelewengan barang bukti,” katanya.
Riswanto menambahkan, penegakan disiplin ketat kepada pejabat Polda Sumbar, baik dari segi gaya hidup maupun penampilan, juga mesti dilakukan. Perkembangan kasus-kasus yang ada di bawah jajaran Polda Sumbar juga harus terus dipantau.
”Ini momentum untuk membersihkan diri, memperbaiki citra kepolisian. Dua kasus besar (Irjen Ferdy Sambo dan Irjen Teddy) ini sangat menjadi sorotan masyarakat sehingga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian sangat menurun sekarang, itu yang harus diperbaiki oleh Polda Sumbar,” ujar Riswanto.
Dosen hukum pidana Universitas Andalas, Edita Elda, berpendapat, dijualnya barang bukti sabu oleh aparat ini menunjukkan lemahnya pengawasan aparat. Oleh karena itu, Polri mesti melakukan evaluasi secara menyeluruh.
Menurut Edita, jika benar barang bukti sabu 5 kg itu telah diganti dengan tawas, hal itu dilakukan secara terstruktur. ”Apakah selama ini ada praktik seperti itu, tapi belum ketahuan. Pengawasan terhadap barang sitaan yang jadi barang bukti kasus harus dilakukan serius,” katanya.
Kejadian ini sangat disayangkan. Ketika Polri mulai berbenah seusai kasus Irjen Ferdy Sambo, ada kasus baru mencoreng institusi Polri.
Menurut Edita, kasus peredaran narkotika oleh apara penegak hukum sangat mengecewakan. Dalam kasus ini, ada tiga hal yang memberatkan, yaitu status sebagai penegak hukum, penjualan narkotika, serta penyelewengan barang bukti dan menjadikannya transaksional.
”Saya melihat ini harus jadi perhatian pada pemberat pidananya. Dia sebagai penegak hukum yang justru merusak atau meruntuhkan tata hukum itu sendiri,” ucap Edita. Oleh sebab itu, tersangka mesti disidang etik dan disiplin. Jika terbukti, kepada para pelaku harus dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat dari kepolisian serta diproses secara hukum pidana.
Ketua DPRD Sumbar Supardi merasa prihatin atas kasus yang melibatkan Irjen Teddy dan sejumlah polisi lain. Jika kasus ini terbukti, hal itu akan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, termasuk Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumbar.
”Terlepas dari benar-tidaknya kasus ini, tentu menjadi pelajaran. Bagaimanapun, kepolisian merupakan ujung tombak menjaga stabilitas keamaan, termasuk dalam memberantas peredaran narkoba,” kata Supardi yang merupakan politikus Partai Gerindra.
Supardi berharap kasus ini menjadi yang terakhir. Ia menyebutkan, meski ada kasus ini, Polri harus tetap menjadi institusi yang dipercaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Di sisi lain, jajaran kepolisian juga harus melakukan pembenahan.
”Saya rasa tidak hanya Polda Sumbar, seluruh institusi Polri yang ada di Indonesia, sesuai instruksi Presiden kemarin kepada perwira tinggi hingga menengah, semuanya diminta berbenah,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan belum dapat dikonfirmasi setelah Irjen Teddy ditetapkan sebagai tersangka. Panggilan telepon dan pesan tertulis dari Kompas tidak direspons. Walakin, sebelum keduanya resmi ditangkap, Dwi sempat memberikan pernyataan.
”Kami di sini sama sekali tidak tahu, bahkan awalnya tidak percaya, karena beliau (Irjen Teddy) orang baik. Mudah-mudahan ini hanya isu,” kata Dwi, Jumat (14/10/2022) sore.