Sopir Truk Logistik Tertahan Empat Hari di Trans-Kalimantan Ketapang
Empat hari sudah sopir truk logistik tertahan di jalur Trans-Kalimantan, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, karena banjir mencapai 1 meter. Biaya perjalanan meningkat dan perjalanan terlambat.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
KETAPANG, KOMPAS — Sopir truk logistik tertahan empat hari di jalur Trans-Kalimantan di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, setelah tinggi banjir yang merendam kawasan itu mencapai 1 meter. Akibatnya, biaya perjalanan meningkat dan barang tidak bisa tiba tepat waktu.
Sepanjang jalan Trans-Kalimantan di Kalimantan Barat dari Pontianak hingga Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, terdapat beberapa lokasi yang tergenang banjir, di antaranya di Kecamatan Sungai Laur, Kecamatan Sandai, dan Kecamatan Nanga Tayap. Namun, lokasi banjir yang terparah berada di Nanga Tayap.
Hingga Rabu (12/10/2022), ruas jalan Trans-Kalimantan di Kota Nanga Tayap, ibu kota Kecamatan Nanga Tayap, sekitar 300 km dari Pontianak, masih digenangi banjir. Ada tiga lokasi di Kota Nanga Tayap yang digenangi banjir.
Lokasi pertama yang digenangi banjir sepanjang 100 meter dengan ketinggian banjir sekitar 80 sentimeter. Kemudian, di lokasi kedua sejauh 150 meter dengan kedalaman banjir sekitar 1 meter. Lokasi ketiga sejauh 100 meter dengan kedalaman sekitar 1 meter.
Akibatnya, pelaku perjalanan terjebak tidak bisa melintas. Gino (45), sopir truk logistik yang mengangkut bahan pokok, menuturkan, ia berangkat dari Pontianak menuju Kecamatan Kendawangan Minggu (9/10/2022) pagi. Ia harusnya tiba di Kecamatan Kendawangan pada Minggu malam. Namun, hingga Rabu (12/10/2022) ia masih tertahan di Nanga Tayap.
”Saya tidur di mobil selama di Nanga Tayap. Biaya makan di perjalanan meningkat. Biasanya biaya makan di jalan sekitar Rp 100.000 per hari. Kini sudah empat hari sudah sekitar Rp 400.000 biaya makan dikeluarkan,” ujarnya.
Irvan (25), sopir truk logistik lainnya, juga sudah empat hari tertahan di Nanga Tayap. Ia akan mengantar bahan pokok untuk minimarket menuju Kecamatan Tumbang Titi dan kota Ketapang, ibu kota Kabupaten Ketapang.
Ia harusnya tiba di daerah tujuan Minggu malam. Namun, hingga Rabu masih tertahan. Biaya perjalanan juga bertambah. Biaya sekali perjalanan rute Pontianak-Ketapang mencapai Rp 200.000 untuk makan. Kini pengeluaran makannya sudah Rp 400.000. ”Saya merogoh kocek sendiri untuk biaya makan. Dari sisi waktu juga rugi karena kendala banjir ini,” ujarnya.
Hal serupa yang dialami Alfandi (23), sopir truk ekspedisi pengiriman paket dari Pontianak menuju Kota Ketapang. Ia berangkat dari Pontianak pada Selasa (11/10/2022) pagi dan tiba di Nanga Tayap pada pukul 23.00. Hingga Rabu ia masih tertahan di Nanga Tayap. Waktu tempuh kian tidak terprediksi karena banjir tak kunjung surut. ”Saya tidur di teras warung di tepi jalan,” ujarnya.
Sementara Adit (30), salah satu pegawai operator perusahaan telekomunikasi, menuturkan, dirinya berangkat dari Pontianak pada Selasa (11/10/2022) hendak ke Kecamatan Sungai Melayu Rayak untuk mengecek tower. Namun, ia terjebak di Nanga Tayap hingga Rabu sore tidak bisa melintas. ”Kalau tidak banjir, pekerjaan saya harusnya sudah selesai. Namun, hingga sore ini belum bisa bergerak,” kata Adit.
Meskipun jalan direndam banjir, para pengguna sepeda motor masih bisa melintas menggunakan rakit. Pengguna jalan yang ingin melintas membayar sekitar Rp 25.000 sekali melintas menggunakan rakit yang terbuat dari papan dan drum plastik oleh warga setempat.
Jalan Trans-Kalimantan di kota Nanga Tayap merupakan jalur yang menghubungkan wilayah Kalbar dengan Kalimantan Tengah hingga ke Kalimantan Selatan. Jalur tersebut strategis sebagai jalur angkutan barang dan orang.
Aktivitas perdagangan di kota Nanga Tayap juga nyaris lumpuh karena sebagian besar toko tutup. Namun, warga masih bisa berbelanja karena ada beberapa toko dan warung serta minimarket yang tetap melayani konsumen.