Biaya Pengobatan Iritasi Mata Penyintas Tragedi Kanjuruhan Ditanggung Pemkab Malang
Pasien iritasi mata biasanya berobat jalan. Sejauh ini belum ada pasien akibat tragedi Kanjuruhan yang berpotensi mengalami kebutaan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Iritasi mata akibat gas air mata banyak diderita penyintas tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Selain dua rumah sakit milik pemerintah, tiga klinik kesehatan swasta juga melayani perawatan. Semua biaya pengobatan ditanggung Pemerintah Kabupaten Malang.
Dua fasilitas milik pemerintah adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan dan RSUD Lawang. Sementara layanan kesehatan swasta adalah Malang Eye Center di Jalan Dokter Cipto, Kota Malang, Kendedes Eye Center di Pagentan, Singosari, dan Kepanjen Eye Center di Ngadilangkung, Kepanjen.
Bupati Malang M Sanusi pada Selasa (11/10/2022) malam menyatakan akan menanggung semua biaya pengobatan iritasi mata itu. Syaratnya, warga membawa surat keterangan dari RT, RW, atau kepala desa yang menyatakannya sebagai korban gas air mata di Kanjuruhan.
Sanusi menyebutkan, hingga kini belum ada data berapa jumlah Aremania yang mengalami iritasi mata. Dirinya telah meminta pihak kecamatan dan aparatur desa mengantarkan penyintas ke tempat layanan kesehatan terdekat.
Ditemui terpisah, Rabu (12/10) siang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo mengatakan, gas air mata rentan memicu iritasi, apalagi jika berada di ruang tertutup. Efeknya bisa lebih ringan apabila terjadi di ruang terbuka. Gas air mata juga mengakibatkan konsentrasi oksigen berkurang sehingga berpengaruh terhadap paru-paru dan memicu sesak napas.
Akan tetapi, dia mengatakan, pasien iritasi mata biasanya berobat jalan. Sejauh ini belum ada pasien yang berpotensi mengalami kebutaan.
”Memang ada pendarahan di kelopak mata, tetapi lama-kelamaan bisa sembuh. Banyak di antara mereka sudah mendapatkan pengobatan di RSUD Lawang dan RSUD Kanjuruhan,” katanya.
Sementara itu, hingga 12 Oktober tercatat ada 12 orang yang masih menjalani perawatan. Sebanyak tiga di antaranya dirawat di RSUD Kanjuruhan dan sembilan lainnya di RS Saiful Anawar (RSSA). Khusus di RSSA, terdata dua luka berat dan tujuh lainnya luka sedang.
”Luka berat akibat operasi patah tulang, ada juga akibat trauma kepala dan kondisinya belum stabil. Dalam tahap pemulihan, ada yang paru-parunya masih belum kembali normal. Perlu istirahat cukup,” katanya.
Wiyono mengatakan, korban tewas bertambah menjadi 132 orang. Korban terakhir adalah Helen Priscella (21), warga Dampit, Kabupaten Malang. Korban meninggal pada Selasa sore di RSSA. Korban menderita cedera pinggang, pendarahan, serta shock serius.
Adapun jumlah korban luka tragedi Kanjuruhan sebanyak 737 orang. Dari jumlah itu, 579 di antaranya luka ringan-sedang dan 26 luka berat. ”Ditambah korban meninggal, maka jumlah total korban 869 orang,” ucapnya.
Wiyono juga menyebut, salah satu tahapan pascatragedi yang masih perlu ditangani adalah gangguan psikis. Banyak pasien yang telah sembuh trauma fisik, tetapi masih mengalami gangguan psikis, termasuk keluarganya.
”Tim trauma healing kami sudah bergerak pascakejadian. Leading sektornya memang di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Sudah dilakukan jemput bola dan bila ditemukan trauma psikis, kami tindak lanjuti dari sisi kesembuhan kejiwaan mereka,” ujarnya.