Ancaman Krisis Air Kota Tarakan dalam Bayang-bayang Perubahan Iklim
Cuaca ekstrem, seperti curah hujan rendah dalam waktu lama, membuat Kota Tarakan dilanda krisis air berulang. Pertambahan penduduk yang tak diantisipasi bakal menambah warga terdampak krisis air.
Pulau Tarakan adalah pulau kecil di Kalimantan Utara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, salah satunya kekeringan akibat curah hujan rendah dalam waktu lama. Beberapa kali krisis air terjadi yang membuat ratusan ribu warga tak teraliri air baku nyaris sebulan.
Pada medio Agustus 2022, sekitar 13.000 warga di Kota Tarakan tak bisa mendapatkan suplai air baku. Embung Binalatung yang berkapasitas paling banyak di kota itu kering lantaran hujan tak turun dalam beberapa hari-hari.
”Kami harus mengantre untuk dapat suplai air gratis dari PDAM (perusahaan daerah air minum) Kota Tarakan. Itu pun terbatas, jadi harus irit-irit pakainya di rumah,” ujar Andi (31), warga Kecamatan Tarakan Tengah, akhir September 2022.
Hal itu dialami di sebagian warga Kecamatan Tarakan Tengah, Tarakan Timur, dan Tarakan Barat. Hampir seluruh warga di Tarakan mengandalkan air baku dari PDAM. Sebab, tanah di kota ini sebagian besar mengandung minyak atau batubara saat digali beberapa meter. Hanya yang beruntung bisa mengambil air tanah.
Anton (62), warga RT 026 Kelurahan Karang Anyar, misalnya. Rumahnya kebetulan berada di lahan yang agak tinggi sehingga bisa mendapatkan air tanah. Kendati demikian, ia hanya menggunakan air tanah itu untuk mandi dan mencuci. Ia tak berani menggunakannya untuk minum lantaran beberapa kali airnya mengandung minyak.
Kondisi itu membuat Anton tetap membutuhkan pasokan air dari PDAM. Namun, aliran PDAM ke daerahnya tak lancar. Air hanya mengalir sekitar pukul 21.00-05.00 Wita.
”Kondisi airnya juga kekuningan. Jadi, saya harus beli air galon isi ulang untuk minum dan masak. Sebulan sekitar Rp 180.000 beli air galon untuk tujuh orang di rumah,” katanya.
Marlina (55), istri Anton, berharap air PDAM di Tarakan diperbaiki. Jika saja air PDAM jernih, itu bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk dimasak. Marlina juga tak ingin selalu mengandalkan air tanah lantaran kerap berminyak dan bau.
”Tapi kalau mengandalkan air PDAM juga tidak mungkin. Agustus lalu nyaris sebulan kering. Mengalirnya juga tidak 24 jam,” ujar Marlina.
Baca juga: Kehausan Sejarah Lokal Pemuda Tarakan
Defisit
PDAM Tirta Alam Kota Tarakan mencatat, cakupan pelayanan air bersih tahun 2021 sebesar 86,8 persen dari 241.893 jiwa penduduk. Kecamatan Tarakan Timur yang berada di pesisir menjadi yang paling sedikit terlayani. Dari 58.504 penduduk di Tarakan Timur, warga yang terlayani baru 58,7 persen atau sekitar 21.700 jiwa.
Saat ini, PDAM Kota Tarakan mengandalkan lima embung untuk menampung air hujan yang kemudian disaring dan dialirkan kepada warga. Kelimanya adalah Embung Persemaian dengan kapasitas 130.000 meter kubik, Embung Binalatung berkapasitas 500.000 meter kubik, Embung Bengawan 148.000 meter kubik, Embung Rawasari 112.982 meter kubik, dan Embung Indulung yang baru beroperasi tahun ini dengan kapasitas 123.608 meter kubik.
Tenaga Ahli PDAM Tirta Alam Kota Tarakan Suryaman mengatakan, Tarakan saat ini masih defisit air baku 3,8 juta meter kubik air. Dengan demikian, ada kalanya sejumlah warga di beberapa lokasi tak bisa teraliri air 24 jam agar suplai air merata.
”Dilihat dari pasokan air baku dengan jumlah penduduk, sebenarnya masih cukup dengan embung yang tersedia. Asal, dibarengi kontinuitas curah hujan yang cukup,” ujar Suryaman.
Curah hujan rendah memang menjadi ancaman serius Kota Tarakan dalam memenuhi kebutuhan air warga. Sebab, semua embung merupakan tadah hujan. Pada Juli 2018, sejumlah rumah tak teraliri air lantaran embung PDAM kering. Pada 2001, hujan tak turun dalam dua pekan dan mengakibatkan puluhan ribu warga tak mendapat air bersih (Kompas, 9/8/2001). Bahkan, menurut penuturan sejumlah warga sepuh, kekeringan juga pernah terjadi pada rentang 1960-1970-an.
Dilihat dari pasokan air baku dengan jumlah penduduk, sebenarnya masih cukup dengan embung yang tersedia. Asal, dibarengi kontinuitas curah hujan yang cukup.
Kejadian pada Agustus 2022 lalu juga sama, yakni akibat Embung Binalatung berkapasitas 500.000 meter kubik mengering lantaran curah hujan rendah dan tak merata. Adapun aliran air di puluhan sungai di Tarakan tak cukup membantu lantaran debit airnya yang sedikit.
”Aliran sungai hanya bisa diambil dalam kondisi krisis 175 liter per detik. Untung embung, di kisaran 200-250 liter per detik,” kata Suryaman.
Baca juga: Mereka yang Menolak Lupa Sejarah Lokal di Tarakan
Salah satu penyebab Tarakan krisis air di masa-masa tersebut disinyalir akibat perubahan iklim. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pernah melakukan kajian risiko dan adaptasi perubahan iklim di Tarakan pada 2010-2011.
Wacana perubahan iklim juga muncul dalam kajian yang dilakukan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim pada 2014. IPCC adalah organisasi antarpemerintah ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia untuk memajukan pengetahuan tentang perubahan iklim akibat aktivitas manusia.
Kajian tersebut menyebutkan, kekeringan di Kota Tarakan merupakan potensi bahaya iklim yang banyak dipengaruhi oleh fenomena El-Nino. Perubahan iklim itu dapat dilihat dari kejadian yang tak biasa, salah satunya curah hujan rendah dalam waktu lama sehingga mengakibatkan kekeringan. Hasil kajian IPPC pada 2014 sudah memprediksi kekeringan di rentang 2010-2020. Dengan melihat prediksi curah hujan, trennya naik setelah 2030.
Baca juga: Timur Kalimantan Pun Berpotensi Gempa dan Tsunami
Untuk mengatasi krisis air di masa mendatang, Suryaman mengatakan, pemerintah punya rencana jangka menengah, yakni memaksimalkan potensi sungai yang ada. ”Ada 24 potensi aliran sungai meskipun kedalamannya hanya semata kaki (sekitar 10 cm). Itu akan dibuatkan wilayah catchment area (wilayah tangkapan air),” katanya.
Untuk jangka panjang, Pemkot Tarakan sudah melakukan survei untuk mengambil air dari luar Pulau Tarakan. Untuk diketahui, Tarakan berada di sebuah pulau yang terpisah dari Pulau Kalimantan. Luas Pulau Tarakan sekitar 657 kilometer persegi (hampir seluas DKI Jakarta).
Suryaman mengatakan, dengan kondisi tersebut, memungkinkan Pulau Tarakan mengambil air di daratan Kalimantan. ”Survei yang sudah dilakukan di Desa Sekatak Puji, Kabupaten Bulungan. Hanya saja, itu butuh investasi yang tinggi lantaran butuh 60-70 kilometer sambungan pipa untuk pengambilan air baku,” katanya.
Wali Kota Tarakan Khairul mengungkapkan, dalam jangka pendek setidaknya alur distribusi bakal ditata agar embung yang tersedia bisa tahan saat kondisi krisis atau minim hujan. Pengolahan air laut menjadi air baku juga menjadi pilihan.
”Ada juga rencana destilasi air laut, tapi itu untuk program yang komersial,” ujar Khairul.
Upaya-upaya tersebut agaknya perlu serius diperhatikan. Sebab, Kota Tarakan menjadi daya tarik pendatang dari luar daerah lantaran terdapat industri minyak bumi yang menjanjikan pekerjaan. Pertambahan penduduk dari luar daerah tak mungkin terbendung karena Tarakan mudah dijangkau menggunakan pesawat dan jalur laut.
Jika tidak siap, pertambahan penduduk bakal membuat jumlah warga terdampak krisis air semakin banyak. Sejalan dengan itu, perubahan iklim masih terus membayangi kekeringan di Tarakan.