Cegah Ekstremisme, Pemkot Surakarta Bentuk Tim Terpadu
Pemerintah Kota Surakarta meluncurkan tim terpadu guna menanggulangi adanya ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Melalui tim tersebut, gerakan moderasi beragama bakal digencarkan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, meluncurkan tim terpadu guna menanggulangi adanya ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Melalui tim tersebut, gerakan moderasi beragama bakal digencarkan untuk mencegah tumbuhnya ekstremisme yang bisa memunculkan kekerasan.
Tim tersebut dinamai dengan Tim Terpadu Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Kota Surakarta. Peluncuran tim tersebut dilakukan di Loji Gandrung, Kota Surakarta, Selasa (11/10/2022).
”Harapannya ini akan mengurangi tindakan ekstremisme. Sudah sangat urgen. Soalnya, Surakarta ini kan berbeda. Penanganannya harus khusus. Risikonya tinggi, tetapi bisa diatasi,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka seusai peluncuran tim, Selasa siang.
Gibran mengatakan, tim itu diharapkan bisa mendeteksi sedini mungkin ancaman-ancaman ekstremisme hingga terorisme yang mungkin berkembang di kemudian hari. Tim itu juga diharapkan bisa mengantisipasi adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menanamkan pandangan ekstremisme, terutama pada generasi muda.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Surakarta Indradi menjelaskan, pembentukan tim terpadu didasari oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020–2024.
Dalam aturan tersebut, pemerintah daerah mempunyai tugas untuk bergerak pada bidang pencegahan ekstremisme. Langkahnya bisa melalui kampanye atau sosialiasi yang mengarusutamakan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, lanjut Indradi, tim terpadu diisi oleh perwakilan lembaga pemerintah maupun organisasi masyarakat (ormas). Ormas yang terlibat adalah yang punya perhatian lebih dalam terhadap isu keberagaman, kebinekaan, dan toleransi. Semua pihak nantinya akan bersinergi untuk merumuskan langkah-langkah penanggulangan dari ancaman ekstremisme.
”Di sana, ada 21 organisasi perangkat daerah dan 16 organisasi masyarakat. Ini posisinya setara. Kita sama-sama sebagai tim. Makanya, ini sebenarnya adalah inisiasi bersama jadi harus saling sinergi dan kolaborasi,” kata Indradi.
Indradi menjelaskan, upaya-upaya penyebaran paham dan semangat keberagaman juga akan mempertimbangkan aspek kearifan lokal. Cara tersebut diyakininya mampu lebih mudah diterima masyarakat. Itu bertujuan agar kampanye yang dilakukan dapat benar-benar terwujud sehingga bermuara pada kedamaian hidup segenap warga.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset Setara Institute Halili mengapresiasi langkah pembentukan tim terpadu oleh Pemkot Surakarta. Sebab, meski perpres tentang pembentukan tim itu sudah dikeluarkan sejak 2021, belum banyak daerah yang mengimplementasikannya. Kemauan membentuk tim terpadu dapat dilihat sebagai keseriusan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ekstremisme.
Persoalan selanjutnya, jelas Halili, adalah memastikan berbagai kelompok yang terlibat dalam tim tersebut mempunyai kerja-kerja sesuai porsinya. Jangan sampai terjadi tumpang tindih tugas. Kejelasan tugas penting agar program-program yang kelak dikerjakan bisa benar-benar terukur dan terarah.
Harapannya ini akan mengurangi tindakan ekstremisme. Sudah sangat urgen. (Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka)
Halili menambahkan, hal lain yang tak kalah pentingnya adalah memastikan segenap elemen birokrasi sepakat atas kerja-kerja yang dilakukan tim tersebut. Perlu dipastikan pula tidak ada paparan yang mengarah kepada ekstremisme pada tubuh organisasi kepemerintahan.
”Kalau dibuat seideal mungkin tetapi kultur birokrasinya tidak suportif, akan menjadi permasalahan juga. Saya tidak menistakan bahwa banyak birokrasi yang terpapar (pemahaman keagamaan eksklusif). Hal yang penting ditekankan adalah banyak birokrasi (di tempat lain) menganggap persoalan ini (ekstremisme) tidak serius,” katanya.