Banyak pelari tak menghitung biaya. Lari tak sekadar olahraga untuk bersenang-senang. Lari menjadi obat bagi penyakit yang mendera mereka sejak lama. Ajang seperti Friendship Run kali ini pun begitu diminati.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS, RENY SRI AYU ARMAN
·4 menit baca
Terselip di antara ratusan orang, sejumlah peserta dari berbagai wilayah mengikuti ajang lari bukan untuk sekadar hiburan semata. Mereka berkeliling di puluhan ajang, di banyak tempat, untuk hidup yang lebih sehat, hingga menjadi jalan hidup. ”Jika tidak berlari, saya tidak bisa apa-apa,” begitu prinsip mereka.
Saat terang belum tinggi, riuh rendah suara dari ratusan orang memenuhi kawasan Benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (9/10/2022). Mereka bersiap mengikuti ajang Bank Jateng Friendship Run Makassar 2022. Ajang ini merupakan rangkaian kegiatan menuju dari gelaran Borobudur Marathon yang akan dihelat pada November mendatang.
Riki Fadjar (61) adalah salah satunya. Kakek tiga cucu ini berada di deretan awal para peserta yang datang. Setelah melakukan pemanasan, ia masuk ke barisan menunggu dimulainya ajang berlari ini.
”Ini datang sendiri ke Makassar dari dua hari lalu. Sudah makan macam-macam kuliner khas sini. Kan sudah pensiunan jadi bebas ke mana-mana. Ini ajang lari ke-10 saya tahun ini,” tuturnya, tersenyum riang.
Berlari telah menjadi jalan hidup Riki sejak 2017 lalu. Saat itu, berbagai macam penyakit mendera. Diabetes, ginjal, dan pembengkakan jantung dialami. Beratnya di atas 100 kilogram.
Ayah empat anak ini mulai membiasakan berlari untuk mengubah gaya hidup. Dari lari sendiri hingga mulai bergabung dengan komunitas. Berlari memberinya kesenangan baru hingga hidup yang jauh berubah.
Ia menggemari berlari dalam sebuah ajang karena senang dengan suasana hingga bertemu dengan teman-teman. Belum lagi mengunjungi daerah-daerah baru yang tidak pernah ia sentuh sebelumnya.
Diiringi gaya hidup sehat, berlari membuat beratnya turun jauh. Penyakitnya jarang kambuh. Gula darahnya stabil.
”Intinya kalau saya tidak lari, saya mati. Pernah dalam setahun saya ikut sampai 70 ajang. Padahal, dalam seminggu hanya ada 52 pekan. Saking sukanya berlari begitu kira-kira,” kata Riki. ”Ini saja pre-event Borobudur Marathon saya ikut semua empat-empatnya. Eh pas daftar untuk Borobudur Marathon-nya enggak lolos,” sambungnya
Irma (57), nenek enam cucu, sesama peserta juga telah mengikuti seluruh Friendship Run mulai dari Semarang, Jakarta, Medan, hingga Makassar.
Pencinta lari asal Purworejo, Jawa Tengah, ini setengah bercanda mengatakan, jika orang menyebut lari adalah olahraga paling murah, tidak bagi dia. Tentu ini apabila menghitung biaya yang dia keluarkan untuk mengikuti Friendship Run di empat kota.
Dia tak menghitung biaya. Karena baginya lari bukan sekadar olahraga untuk bersenang-senang, lebih dari itu menjadi obat bagi penyakit yang mendera tulangnya sejak lama.
Saya bahagia melihat antusias warga, khususnya pencinta lari. Kegiatan ini sengaja digelar di beberapa kota sebelum Borobudur Marathon karena tahun ini peserta masih kami batasi. (Ganjar Pranowo)
”Dulu saya sering sakit tulang di bagian kaki dan lutut. Tapi sejak sering lari, malah saya jadi sembuh. Makanya jadi senang lari. Kalau bisa, saya juga minta kesempatan atau tempat untuk mengikuti Borobudur Marathon,” katanya.
Pelari asal Makassar, Sokhibul Iman (25), baru mengikuti beberapa ajang lari dalam lima bulan terakhir. Namun, ia mengaku telah jatuh cinta dengan olahraga ini. Ia bahkan telah mendapatkan tiket untuk ke Borobudur Marathon di Magelang sebulan ke depan. Ajang luar daerah yang pertama kali akan diikutinya.
Ia bahkan harus mengeluarkan usaha berlebih untuk mendapatkan tiket maraton. ”Saya tidak dapat undiannya. Tapi karena ada yang bundling dengan hotel, dan bisa dapat slot lari, saya ambil. Ya sekalian jalan-jalan juga,” katanya.
Jelang Borobudur Marathon
Ajang lari yang merupakan kerja sama Harian Kompas, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Bank Jateng ini diikuti peserta dari berbagai kota. Tak hanya Makassar, banyak di antaranya yang berasal dari luar Makassar, bahkan dari luar Sulsel. Seperti Riki dan Irma, beberapa peserta mengikuti Friendship Run ini sejak dari Semarang, Jakarta, Medan, hingga Makassar.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Selatan A Sudirman Sulaiman, dan Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto hadir dalam acara ini sekaligus melepas peserta. Mereka didampingi Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra dan Direktur Bank Jateng Supriyatno.
Dalam sambutannya, Ganjar Pranowo mengatakan ikut antusias melihat semangat para peserta. Ganjar tak sekadar melepas peserta tapi ikut berlari di antara mereka hingga garis finis.
”Saya bahagia melihat antusias warga, khususnya pencinta lari. Kegiatan ini sengaja digelar di beberapa kota sebelum Borobudur Marathon karena tahun ini peserta masih kami batasi. Friendship Run yang menjadi rangkaian Borobudur Marathon ini menjadi kesempatan bagi pencinta lari yang mungkin tidak mendapat kesempatan ikut Borobudur Marathon,” kata Ganjar seusai menyelesaikan finis.
Gubernur Sulawesi Selatan mengatakan bersyukur karena Pemprov Jawa Tengah turut melibatkan Sulawesi Selatan dalam acara ini.
”Kami berterima kasih kepada Pak Ganjar Pranowo. Hari ini luar biasa. Saya kira peserta ini bahkan sanggup lari 50 kilometer. Saya berharap kegiatan seperti ini membuat orang-orang bisa hidup sehat. Yang penting Indonesia tidak lagi masuk negara dengan peringkat pertama malas bergerak,” katanya.
Hal sama dikatakan Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto. ”Saya tentu berbangga dan merasa terhormat karena Makassar dipilih menjadi tuan rumah. Saya hanya mengingatkan peserta bahwa menjadi juara itu penting, tapi menjaga persahabatan itu mutlak,” katanya.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra juga mengaku bersyukur karena ajang lari ini disambut antusias oleh peserta. Dia mengatakan, kesuksesan Friendship Run bukan hanya menjadi kekuatan dan semangat untuk menyambut Borobudur Marathon, melainkan juga kekuatan untuk menang bagi semua orang.