BKSDA Sumbar dan Polisi Tangkap 11 Pemburu dan Penjual Satwa Dilindungi
Tim gabungan BKSDA Sumbar dan kepolisian menangkap 11 pemburu dan penjual satwa liar dilindungi di dua lokasi. Salah satu komplotannya bersenjatakan ”badia balansa”, senjata api rakitan tradisional.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
DOKUMENTASI POLSEK BATANG ANAI
Tujuh pemburu satwa liar dilindungi ditangkap tim gabungan Polsek Batang Anai dan BKSDA Sumbar di Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumbar, Rabu (5/10/2022) malam.
PADANG, KOMPAS — Tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau BKSDA Sumatera Barat dan kepolisian menangkap 11 pemburu dan penjual satwa liar dilindungi di dua lokasi. Para pelaku terancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kasus pertama adalah penangkapan tujuh pemburu rusa sambar (Cervus unicolor) di Nagari Kasang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumbar, Rabu (5/10/2022) malam. Mereka ditangkap tim gabungan BKSDA dan Polsek Batang Anai.
”Mereka ditangkap ketika sedang mengangkut hasil buruan dengan mobil,” kata Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, Jumat (7/10/2022).
Ketujuh pelaku tersebut adalah SU (66), AS (29), AK (60), KA (72), RE (26), dan SA (61). Semuanya warga Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Padang Pariaman. Mereka tergolong pemburu profesional karena menggunakan peralatan lengkap.
Kepala Polsek Batang Anai Inspektur Satu Manahan Aprianto Simatupang mengatakan, ketujuh pelaku berburu rusa sambar yang berstatus satwa dilindungi. Saat beraksi, pelaku menggunakan senjata api rakitan jenis badia balansa. Senjata itu kerap digunakan di Sumbar.
Dari ketujuh pelaku, kata Manahan, polisi menyita 4 pucuk badia balansa, 1 mobil mini bus, seekor rusa sambar, 2 botol mesiu, 7 pisau berburu, 3 ponsel, 1 senter, 18 butir peluru dari aki bekas, dan 1 cutter.
”Pelaku dan barang bukti diserahkan kepada Unit II Tindak Pidana Tertentu Polres Padang Pariaman untuk proses hukum lebih lanjut,” kata Manahan.
Hutan konservasi
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Burung kuau raja yang disita BKSDA Sumatera Barat dan Polres Pasaman dari pelaku perdagangan satwa dilindungi di Nagari Silayang, Kecamatan Mapat Tunggul, Pasaman, Selasa (27/9/2022).
Ardi menjelaskan, pengungkapan kasus perburuan satwa dilindungi ini bermula dari laporan warga tentang aktivitas perburuan besar-besaran dengan senjata api di kawasan Hutan Lindung dan Suaka Margasatwa (SM) Barisan. SM Barisan merupakan kantong harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
”Warga resah dengan perburuan dengan senjata api rakitan yang berdampak buruk terhadap alam, ketersediaan makan inyiak balang (harimau sumatera), dan utamanya penggunaan senjatanya. Maka, kami melakukan pengintaian,” kata Ardi.
Menurut Ardi, rusa sambar merupakan satwa yang dilindungi negara sehingga tidak boleh diburu. Ia pun mengajak masyarakat menghentikan perburuan satwa liar dilindungi.
”Segera hentikan perburuan. Yang memiliki senjata rakitan segera serahkan ke pihak berwajib. Lokasi tempat berburu pelaku di SM Barisan adalah kantong harimau sumatera. Adanya perburuan ini membuat habitat harimau terganggu,” ujarnya.
Perdagangan satwa
Kasus kedua adalah penangkapan empat pedagang dan pemburu satwa dilindungi tim gabungan oleh BKSDA Sumbar dan Polres Pasaman di Nagari Silayang, Kecamatan Mapat Tunggul, Pasaman, Selasa (27/9/2022). Pelakunya adalah T (29), A (47), IK (31), dan P (23).
Ardi menjelaskan, para pelaku terlibat dalam perdagangan dua burung kuau raja (Argusianus argus) melalui akun media sosial. Satu pelaku menjual satwa melalui akun palsu media sosial, satu sebagai kurir, dan dua sebagai pemburu.
DOKUMENTASI BKSDA SUMBAR
Tim gabungan Polres Pasaman dan BKSDA Sumatera Barat menangkap pelaku perdagangan satwa dilindungi di Nagari Silayang, Kecamatan Mapat Tunggul, Pasaman, Selasa (27/9/2022).
”Para pelaku setidaknya juga pernah memperjualbelikan beberapa jenis satwa dilindungi, seperti owa ungko (Hylobates agilis) dan kucing emas (Catopuma temminicki). Para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan penyidik Polres Pasaman,” kata Ardi.
Atas perbuatan mereka, para pemburu dan penjual satwa liar dilindungi tersebut dikenai Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
”Ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,” ujar Ardi.