Penyintas Tragedi Kanjuruhan Manfaatkan Layanan Pemulihan Trauma
Tim ”trauma healing” mulai melayani pemeriksaan psikologis korban Tragedi Kanjuruhan. Selain melayani konseling di Posko Pusat Krisis Tragedi Kanjuruhan di Balai Kota Malang, tim juga melakukan kunjungan ke rumah korban.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Tim pemulihan trauma atau trauma healing mulai melayani pemeriksaan psikologis korban Tragedi Kanjuruhan. Selain melayani konseling di Posko Pusat Krisis Tragedi Kanjuruhan di Balai Kota Malang, tim melakukan kunjungan ke rumah-rumah korban dan penyintas.
Tim pemulihan trauma Pemkot Malang tersebut mulai dibentuk Selasa (4/10/2022). Mereka terdiri dari tim Dinas Kesehatan Kota Malang, Politeknik Kesehatan Malang, dan Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu, ada juga tim psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah Jatim serta psikolog dari Bandung dan Yogyakarta.
”Tim ini akan menangani dua sasaran, secara langsung ada di lapangan dan yang tak langsung, seperti keluarganya. Tujuannya, memberi konseling psikologis bagi mereka yang membutuhkan selama masa-masa sulit ini,” kata Kepala Dinkes Kota Malang Husnul Muarif, Rabu (5/10/2022).
Menurut Husnul, layanan konseling tidak hanya terbatas di posko. Hal itu akan dilakukan lewat kunjungan ke rumah korban dan penyintas.
Irma (23), warga Kota Malang yang turut menonton laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, datang ke Posko Pusat Krisis Tragedi Kanjuruhan di Balai Kota Malang, Rabu. Ia merasa mendengar suara-suara riuh seperti di Stadion Kanjuruhan.
”Secara fisik tidak apa-apa. Tidak luka. Hanya saja, beberapa hari setelah kejadian, teman saya itu panas. Kami pun periksa ke rumah sakit. Di sana, ditemukan masih ada sisa efek gas air mata di saluran pernapasan dan kemudian dikasih obat,” kata Chandra, rekan Irma.
Akan tetapi, kata Chandra, Irma masih mengaku mendengar ”suara-suara” riuh seperti di stadion. Oleh karena itu, ia mengajak calon istrinya itu untuk memeriksakan diri ke tim pemulihan trauma.
Di hadapan tim psikolog, Irma menceritakan keluhannya. ”Tidak, saya tidak sakit. Hanya saja, saya seperti mendengar ’suara-suara’,” katanya pelan. Ia diminta menjawab beberapa hal dan kemudian diajak bercerita panjang lebar.
Menerima laporan tersebut, tim kemudian melakukan pemeriksaan awal dan melakukan konseling psikologis kepada Irma.
Sururun Marfuah, psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah Jatim, yang saat itu berjaga di posko, mengatakan, beberapa hari setelah kejadian traumatik, orang dengan trauma biasanya mulai merasakan tanda gangguan psikologis. Saat itu, penyintas harus mendapatkan dukungan psikologis.