Sambut Maulid Nabi, Keraton Kanoman Gelar Tradisi Ratusan Tahun
Setelah digelar terbatas dua tahun lalu akibat pandemi Covid-19, kini tradisi nyiram gong sekaten berlangsung semarak. Tradisi pencucian pusaka itu merupakan rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Sejumlah nayaga membersihkan gamelan dan gong berusia ratusan tahun dalam tradisi nyiram gong sekaten di kKompleks Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022). Gong dibersihkan menggunakan kulit kelapa kering, air, dan kembang hingga abu batu bata.
CIREBON, KOMPAS — Keraton Kanoman di Kota Cirebon, Jawa Barat, kembali menggelar nyiram gong sekaten untuk menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi berusia ratusan tahun itu pun berlangsung semarak dibandingkan saat pandemi Covid-19 dua tahun sebelumnya.
Ritual pembersihan gamelan sekaten itu berlangsung di kompleks Keraton Kanoman, Selasa (4/10/2022) pagi. Upacara bermula saat keluarga keraton yang dipimpin Pangeran Patih Raja Muhammad Qadiran mengeluarkan gamelan sekaten dari Bangsal Ukiran (Gong Pejimatan).
Sebelumnya, nayaga memohon izin dan doa untuk membawa pusaka itu. Mereka lalu berjalan kaki membawa gamelan berupa saron, gong, dan bonang dengan hati-hati. Seorang keluarga keraton berada di depan barisan sambil membawa kemenyan yang terbakar.
Setelah sampai di Langgar Alit, nayaga menata pusaka itu di atas balok. Keluarga keraton kemudian memanjatkan doa dan bershalawat sebagai tanda mulainya pencucian gamelan. Nayaga pun membasuh gamelan menggunakan air kembang dan air kelapa hijau yang difermentasi semalam.
Para nayaga lalu membersihkan gamelan dan mengusapnya dengan tepes (kulit kelapa kering) dan bubuk bata merah. Bahan itu diyakini memperlambat gamelan dan gong berkarat. Warga hingga awak media pun berdesak-desakan mengabadikan acara itu dengan kamera gawainya.
Setelah pencucian pusaka, lebih dari 100 warga berebut air bekas cucian itu. Mereka membawa botol plastik air mineral hingga jeriken kecil untuk menampung air. Ada juga yang membasuh wajah dan tubuhnya dengan air itu. Mereka pun mengambil sisa bata merah dan tepes di lantai.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga membasuh kepala dan wajahnya dengan air bekas tradisi nyiram gong sekaten di kompleks Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022). Sebelumnya, air itu digunakan untuk membersihkan gamelan dan gong berusia sekitar 500 tahun.
”Saya ambil air dan (kulit) kelapa ini untuk ditaruh di pojok sawah biar tikusnya pada takut. Jadi, sawahnya subur. Sabut kelapa ini juga bisa dibakar kalau habis panen. Setiap tahun saya ke sini. Alhamdulillah, sawah saya dua bahu (1,4 hektar) dan hasilnya lumayan,” ujar Erna (35).
Bersama kerabat dan tetangganya, Erna naik mobil dari rumahnya di Desa Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, sekitar 20 kilometer dari Keraton Kanoman. Menurut dia, air itu merupakan berkah dari tradisi menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW.
Juru Bicara Kesultanan Kanoman Ratu Raja Arimbi mengatakan, ritual mencuci gamelan sekaten bermakna membersihkan diri menyambut Maulid Nabi. ”Caranya, kita mensyukuri nikmat Tuhan dan mengharap berkah. Bagaimanapun, kita akan kembali kepada-Nya,” ujarnya.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga menunjukkan kulit kelapa kering yang digunakan dalam tradisi nyiram gong sekaten di kompleks Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022). Kulit kelapa kering itu sebelumnya dipakai untuk membersihkan gamelan dan gong berusia sekitar 500 tahun.
Pencucian juga untuk melestarikan pusaka berusia sekitar 500 tahun itu. Gamelan sekaten merupakan pemberian Sultan Trenggono, Raja Demak Bintoro III, kepada Ratu Wulung Ayu. Ratu Wulung Ayu adalah putri Sunan Gunung Jati dengan istri Nyimas Tepasari dari Majapahit.
Sunan Gunung Jati merupakan pemimpin Cirebon pada 1479-1569. Dia adalah salah satu Wali Sanga, tokoh besar penyebar agama Islam di tanah Jawa. Gamelan itu menjadi hadiah bagi Ratu Wulung Ayu yang baru saja ditinggal wafat suaminya, Adipati Unus, Raja Demak Bintoro II.
Menurut Ratu Arimbi, setelah pencucian, nayaga akan membunyikan gamelan itu pada tanggal 7 bulan Muludatau Selasa malam hingga 12 Mulud, kecuali malam Jumat. ”Biasanya gamelan dibunyikan lima kali sehari. Ini untuk mengingatkan kita pada Nabi Muhammad,” katanya.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga berebut mengambil air bekas tradisi nyiram gong sekaten di kompleks Keraton Kanoman, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (4/10/2022). Sebelumnya, air itu digunakan untuk membersihkan gamelan dan gong berusia sekitar 500 tahun. Ritual ini dilaksanakan sekali setahun, menjelang Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tradisi nyiram gong sekaten menjadi salah satu rangkaian memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual lain adalah memayuKeraton Kanoman, tawurji, hingga puncaknya adalah panjang jimat pada Sabtu (8/10/2022) malam. Ribuan orang, termasuk pejabat, kerap hadir dalam acara itu.
Menurut Ratu Arimbi, berbagai tradisi menyambut Maulid Nabi tahun ini lebih semarak dibandingkan saat pandemi Covid-19 dua tahun sebelumnya. Saat itu, pihak keraton membatasi undangan hanya keluarga dan abdi dalem untuk menjalankan berbagai acara jelang Maulid.
Seiring penyebaran Covid-19 yang melandai, warga dari luar keraton kini leluasa mengikuti aneka tradisi tersebut. Bahkan, pasar malam kembali menggeliat. ”Tapi, nanti panjang jimatmungkin masih ada pembatasan tamu. Kami akan koordinasi dengan satgas Covid-19,” ucapnya.