Satwa lindung sebagai makhluk ciptaan Tuhan punya hak yang sama untuk hidup di alam. Dalam rumusan fatwa itu disebutkan memburu atau membunuh untuk kepentingan memperjualbelikan dilarang.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh Teungku Faisal Ali
BANDA ACEH, KOMPAS — Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh merumuskan fatwa tentang perburuan dan perdagangan satwa liar menurut perspektif syariat Islam. Fatwa ulama tersebut untuk memperkuat upaya perlindungan satwa lindung di Aceh.
Dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh di Banda Aceh, Selasa (4/10/2022), para peserta sidang setuju dengan isi rumusan fatwa. Rumusan fatwa sidang itu juga memutuskan isi rumusan taushiyah.
Ketua MPU Aceh Teungku Faisal Ali menuturkan, para ulama merasa prihatin dengan konflik satwa lindung dan tingkat perburuan terhadap satwa. Konflik bukan hanya membuat kerugian material, tetapi sampai pada korban jiwa. Di sisi lain, perburuan satwa lindung untuk diperjualbelikan juga marak.
Faisal mengatakan, setelah melakukan kajian mendalam, para ulama di MPU Aceh bersepakat untuk mengeluarkan fatwa dan tausiyah. ”Fatwa dan taushiyah ini menjadi bimbingan bagi warga, pemerintah, dan para pihak memperbaiki pola interaksi dengan alam dan satwa,” kata Faisal.
Faisal mengatakan, satwa lindung sebagai makhluk ciptaan Tuhan punya hak yang sama untuk hidup di alam. Dalam rumusan fatwa itu disebutkan memburu atau membunuh untuk kepentingan memperjualbelikan dilarang.
Dalam rumusan fatwa itu disebutkan menangkap dan atau membunuh satwa liar yang dilindungi tidak dibolehkan selama tidak mengancam jiwa dan harta secara pasti. Selain itu, para ulama juga melarang memperdagangkan satwa liar yang dilindungi.
”Memperlakukan satwa liar dengan baik untuk melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya adalah wajib,” kata Faisal Ali.
Materi ceramah
Faisal menuturkan, fatwa dan taushiyah merupakan inisiatif ulama untuk memperkuat upaya perlindungan satwa liar. Dia berharap mimbar ceramah juga mulai mengangkat materi tentang perlindungan satwa dan merawat lingkungan.
”Ini bagian dari mengamalkan nilai Islam secara kaffah termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungan dan satwa liar,” kata Faisal.
Faisal mengatakan, manusia sebagai makhluk beragama sudah sewajarnya memperlakukan makhluk lain sebagaimana mestinya. ”Silakan kita mencari rezeki, tetapi dengan cara yang halal dan baik,” ujar Faisal.
Konflik satwa lindung seperti gajah dan harimau di Aceh masif terjadi. Satwa lindung itu kerap memasuki kawasan permukiman. Interaksi negatif dengan manusia bukan hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga nyawa. Beberapa warga meninggal diamuk satwa lindung. Manusia merespons konflik dengan membunuh satwa dengan cara memasang pagar listrik, meracuni, atau memasang jerat.
Manager Program Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh Crisna Akbar menuturkan, fatwa ulama tentang perlindungan dan larangan perburuan satwa liar memberikan tambahan energi bagi para pekerja konservasi di Aceh. Menurut Crisna, fatwa tersebut menunjukkan kehidupan satwa lindung dan merawat lingkungan bagian penting dalam kehidupan beragama.
”Fatwa ini membuktikan bahwa perburuan satwa liar menjadi perhatian semua orang bahkan ulama,” kata Crisna.
Crisna berharap fatwa dan taushiyah ulama Aceh menjadi dorongan bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memperkuat perlindungan dan merawat habitat satwa.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Sebanyak 71 paruh burung rangkong diperlihatkan dalam konferensi pers di Markas Polda Aceh di Banda Aceh, Selasa (10/11/2020). Dalam kasus tersebut polisi menyita 71 paruh burung rangkong, 28 kilogram sisik trenggiling, satu helai kulit harimau, dan tulang belulang harimau. Perdagangan satwa lindung masih marak sehingga semakin mengancam keberlangsungan hidup satwa.
Sebelumnya, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Muhammad Daud mengatakan, pemerintah terus berusaha memperkuat perlindungan satwa.
Saat ini pihaknya sedang menyusun rencana strategi mitigasi konflik dan perlindungan dengan cara menetapkan koridor satwa lindung. Sebanyak 895.397 hektar lahan di Aceh disiapkan untuk dikelola sebagai sembilan koridor satwa lindung. Meski berada di luar kawasan hutan lindung, pengelolaan kawasan harus tetap mementingkan keberlangsungan kehidupan satwa lindung.