Catatan pelanggaran dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, di antaranya, pemukulan terhadap suporter yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Oleh
SIWI YUNITA CAHYANINGRUM
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Federasi Kontras mencatat sejumlah pelanggaran HAM dan adanya prosedur keselamatan yang tak dijalankan dalam tragedi Kanjuruhan, di Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022). Mereka juga meminta polisi, panitia pelaksana, hingga pemerintah bertanggung jawab.
Catatan pelanggaran itu adalah pemukulan terhadap suporter yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Selain itu, panitia penyelenggara mengadakan pertandingan terlalu malam; penggunaan gas air mata yang menurut para saksi efeknya lebih hebat dibandingkan peristiwa kerusuhan pada November 2005 di Surabaya; dan tak dibukanya pintu gerbang di 10 menit terakhir pertandingan.
Sekretaris Jenderal Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andy Irfan Junaidi saat bertemu dengan wartawan Senin (3/10/2022) di Malang, mengatakan, sejumlah bukti sudah dikumpulkan. Ia juga menyimpan sejumlah video dan foto bisa digunakan dalam pengadilan nanti. Bukti-bukti itu nantinya akan diserahkan ke lembaga negara yang mereka percaya bisa menuntaskan kasus ini, di antaranya Komnas HAM.
Salah satu fakta pelanggaran yang nyata adalah pertandingan yang digelar malam hari. Padahal pertandingan siang sangat bisa dilakukan. Selain itu, adanya penembakan gas air mata. Sejumlah video memperlihatkan bahwa gas air mata justru ditembakkan ke tribune 10-14, tempat banyak terdapat penonton yang di antaranya anak-anak dan perempuan.
Gas air mata yang ditembakkan, menurut sejumlah saksi, lebih pedih dari gas air mata saat peristiwa kerusuhan bola November 2005 di Surabaya. ”Perihnya tak tertahankan sampai kulit-kulit, lebih sakit daripada gas air mata 2005 silam,” kata Dadang Tohari, penonton asal Kota Batu.
Fakta lain adalah pintu gerbang yang belum juga dibuka menjelang pertandingan usai. Padahal seharusnya pintu gerbang sudah dibuka untuk mengantisipasi penumpukan penonton saat keluar. Stadion juga berjubel penuh penonton. ”Kesiapan panitia penyelenggara tidak jelas. Harusnya dipikirkan bagaimana penanganan ring 1, 2, hingga 3,” kata Totok Kacong (40) yang mewakili Aremania.
Atas dasar hal itu, mereka meminta tragedi ini diusut tuntas. Pemerintah harus membentuk tim independen untuk menginvestigasi kasus ini. Polisi, panitia penyelenggara, hingga pemerintah diminta bertanggung jawab. Asuransi bagi para penonton pun harus diberikan karena penonton membeli tiket resmi yang tentu saja ada jaminan asuransinya.
Kesiapan panitia penyelenggara tidak jelas.
Totok dan Dadang juga menyatakan bahwa saat ini kondisi Aremania masih terpukul. Saat memberikan kesaksian di hadapan wartawan, beberapa Aremania seperti Dadang, Totok, Yoga Klumut (20) menangis saat menceritakan mayat-mayat bergelimpangan di hadapan mereka. Mereka juga menyesali diri karena tak bisa menolong beberapa korban yang terimpit di depan mata. Beberapa korban itu ada anak-anak, perempuan, dan teman seperjalanan menonton bola.
Para Aremania juga menyanggah bahwa mereka membuat onar. Dadang mengatakan adanya isu konsumsi alkohol tak bisa dipertanggungjawabkan. Mereka juga menolak disebut agresif karena saat pertandingan usai mereka hanya ingin menyalami pemain, tetapi diartikan menyerang oleh petugas.
Federasi Kontras juga masih mendata jumlah korban jiwa yang jatuh. Jika polisi menyatakan jumlahnya mencapai 125 jiwa, Federasi Kontras dan Aremania menyatakan ada sekitar 180 jiwa. Data itu merupakan hasil laporan dari Aremania pada setiap distrik (daerah). Namun, Aremania mangakui masih butuh memverifikasi laporan tersebut. ”Banyak yang meninggal yang langsung dibawa pulang. Kami butuh waktu untuk mendatanya kembali, beberapa belum jelas KTP-nya,” kata Totok.
Di Posko Layanan Informasi Korban Tragedi Kanjuruhan, di Balai Kota Malang, petugas masih menerima adanya laporan kehilangan. Habibah, Kepala Bidang Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Malang, mengatakan, ada ibu kos yang menanyakan nasib anak-anak kosnya. Ia membawa sejumlah KTP. ”Katanya anak-anak kosnya berangkat nonton bola di Kanjuruhan, tapi belum pada pulang,” katanya.
Ada pula penonton yang sebelumnya dilaporkan hilang, sekarang sudah ditemukan. Penonton itu tidak pulang ke kosnya di Malang, tetapi ke rumahnya di Kediri. Khusus Kota Malang, jumlah warga yang dilaporkan hilang tersisa tiga dari lima laporan. Hingga kini, jumlah total korban jiwa tragedi Kanjuruhan masih di angka 125 jiwa.