Ketua Rabhitah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Muhammad Dian Nafi’ berpulang dalam usia 58 tahun di Jakarta, Sabtu (1/10/2022) petang. Almarhum sempat dirawat beberapa waktu di rumah sakit.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SUKOHARJO, KOMPAS — Ketua Rabhitah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Muhammad Dian Nafi’ berpulang dalam usia 58 tahun di Jakarta, Sabtu (1/10/2022) petang. Almarhum sempat dirawat beberapa waktu di rumah sakit sebelum akhirnya pergi untuk selama-lamanya. Kepergian almarhum meninggalkan duka mendalam bagi segenap santri yang pernah diasuhnya.
Dian Nafi’ mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Sabtu pukul 18.48.
Beberapa hari yang lalu, almarhum juga dirawat intensif di rumah sakit tersebut akibat gangguan pencernaan yang dialaminya. Perawatan tersebut dijalani almarhum sejak 14 September 2022.
”Lebih kurang dirawat selama dua minggu. Karena kondisinya membaik, almarhum dipulangkan pada 28 September 2022. Namun, almarhum masih tinggal di Jakarta untuk keperluan kontrol kesehatannya. Lalu, tiba-tiba kondisinya menurun hari ini,” kata Kepala Pondok Pesantren Mahasiswa Al Muayyad Windan Nur Sodik di Ponpes Mahasiswa Al Muayyad Windan, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu malam.
Sodik menjelaskan, jenazah almarhum akan dibawa ke Kabupaten Sukoharjo, Jateng, pada Sabtu malam itu juga. Alasannya, menurut rencana, almarhum akan dimakamkan di kompleks ponpes yang dikelolanya, Minggu (2/10/2022) pukul 13.00. Lokasi pemakaman berada di sisi barat dari masjid milik ponpes tersebut.
Hingga pukul 23.00, warga sibuk menggali tanah yang nantinya akan dijadikan tempat peristirahatan terakhir bagi almarhum.
Lokasi makam berada di sisi barat dari masjid milik ponpes tersebut. Dahulu, titik yang dijadikan makam berupa kamar dari salah satu bangunan ponpes. Di area halaman, para santri juga terlihat sibuk menata kursi bagi para pelayat. Beberapa pelayat terlihat hadir lebih dahulu meski jenazah dalam proses pengiriman malam itu.
”Bicara soal lokasi pemakaman, ketika masih sehat, beliau pernah memberikan pesan wasiat kepada para santri yunior dan senior, serta pengurus. Isinya, kalau bisa dimakamkan di kompleks ponpes ini. Kami juga sudah koordinasi dengan kepala desa dan warga. Alhamdulillah mendapat dukungan juga,” kata Sodik.
Pemilihan lokasi pemakaman juga berkaitan dengan status almarhum sebagai pendiri sekaligus pengasuh dari ponpes tersebut. Adapun ponpes didirikan sejak 1994. Untuk itu, para santri merasa sangat kehilangan atas berpulangnya almarhum.
Menurut Sodik, almarhum adalah sosok yang kebapakan. Almarhum juga selalu mengajarkan pentingnya berbuat baik. Almarhum meminta agar para santri jangan pernah menyesal jika pernah berbuat baik sebab kebaikan akan berbuah kebaikan pula di kemudian hari.
Berbuat baik
”Jangan pernah menyesal berbuat baik dan harus selalu senang. Itu yang selalu dipesankan kepada kami. Sosok beliau adalah bapak bagi kita semua,” kata Sodik, yang juga merupakan angkatan pertama dari ponpes tersebut.
Kepala Madrasah Diniyah Al Muayyad Windan Ahmad Farih menjelaskan, awal tahun ini, almarhum terserang Covid-19. Gejalanya cukup parah. Sampai-sampai almarhum membuat istilah ”nyawa balen” atau nyawanya kembali setelah serangan penyakit tersebut. Dari satu penyakit itu, baru terkuak penyakit-penyakit lain yang dialami beliau, antara lain diabetes dan gangguan pencernaan.
Pesan yang mendalam adalah jangan pernah menyesal berbuat kebaikan. Begitu bunyinya. Beliau tidak hanya berpesan, tetapi juga selalu mencontohkan bagaimana berbuat baik. Entah itu soal ibadah ataupun sosial. (Aldi Rizki)
Beberapa bulan lalu, kata Farih, almarhum juga menjalani operasi saluran pencernaan. Itu berawal dari penurunan kondisi yang dialami sepulang dari ibadah haji.
Gejalanya berupa kurang nafsu makan. Makanan seolah tak bisa dicerna dengan baik. Imbasnya, berat badan almarhum berkurang hingga 16 kilogram. Penyakit tersebut juga membuatnya berkali-kali bolak-balik ke rumah sakit sampai akhirnya dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
”Tentunya, kami sangat kehilangan. Buat saya, almarhum sudah seperti bapak kedua. Beliau orangnya sangat halus dan jarang sekali marah. Selama saya menjadi santri di sini seperti punya orangtua,” kata Farih.
Hal serupa diungkapkan salah seorang santri ponpes tersebut, yakni Aldi Rizki (23). Ia bergabung dengan ponpes itu sejak 3,5 tahun yang lalu.
Dalam kurun waktu tersebut, ia mengenal almarhum sebagai sosok penyayang yang mengayomi. Perbuatannya juga selalu bisa dijadikan teladan bagi para santri yang tengah menimba ilmu di sana.
”Pesan yang mendalam adalah jangan pernah menyesal berbuat kebaikan. Begitu bunyinya. Beliau tidak hanya berpesan, tetapi juga selalu mencontohkan bagaimana berbuat baik. Entah itu soal ibadah ataupun sosial,” kata Aldi.